PRANATA HUKUM ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pranata Politik Islam berpranata ialah wujud dari masa ketiga dalam penyiaran Islam. Yaitu setelah masa Islam datang dan masa Islam berkembang. Saat Islam datang, Islam berusaha meleburkan diri kepada masyarakat dan budaya lokal untuk mengukuhkan etika Islam sehingga para pendakwah Islam dapat memberikan fungsi continuity dan cange terhadap masyarakat lokal. Setelah itu Islam berkembang yaitu melebarkan sayap untuk terbang lebih tinggi berupa pegembangan di sarana ritual dan pendidikan. Pada masa berkembang ini lah Islam secara intelektual digembleng agar kajian pendidikan umat Islam tidak minim.
Setelah kedua masa di atas, tibalah masa Islam berpranata yaitu umat Islam yang sudah menunjukkan perkembangan dari sisi kuantitas dan kualitas mempunyai harapan agar dalam setiap kegiatan keislaman terdapat lapangan berpijaknya. Antara lain pembuatan masjid untuk shalat dan penggunaan universal fungsi masjid. Akan tetapi dua contoh di samping ialah sebagian kecil pranata dalam Islam. Pranata Islam lebih populer dengan adanya kerajaan-kerajaan berbasis keislaman di berbagai wilayah di Indonesia. Contohnya Samudera Pasai di Aceh, Demak di Demak, Majapahit versi Islam di Mojokerto, dan Ternate-Tidore di Sulawesi. Kerajaan-kerajaan tersebut memiliki sistem politik Islam dengan kepemimpinan yang dinamakan khalifah atau raja dan berasas landaskan syariat atau aturan Islam. Diantaranya adalah adanya hukum keluarga berupa pernikahan, talak, waris, dan lain-lain.
Setelah adanya pranata Islam berbentuk kerajaan, pranata Islam juga ditunjukkan dengan organisasi masyarakat komunitas muslim. Salah satu diantaranya adalah organisasi Nahdlatul Ulama yang berdakwah kepada kaum menengah ke bawah sebagai wujud peleburan diri terhadap masyarakat sekaligus memfungsikan continuity dan change terhadap kajian kemasyarakatan.
Oleh karena itu, tak heran jika pada masyarakat Nahdlatul Ulama masih membumikan budaya tahlil tujuh hari dan empat puluh hari untuk orang mati.

1.    Pranata
Pranata merupakan istilah sosiologi yang sering dihubungkan dengan kata sosial. Oleh karena itu dalam pembahasan sosiologi pranata selalu disebut istilah pranata sosial. Pranata sosial berasal dari istilah bahasa inggris intitution. Istilah-istilah lain pranata sosial ialah  lembaga dan bangunan sosial. Walaupun istilah yang digunakan berbeda-beda, tetapi intitution menunjuk pada unsur-unsur yang mengatur perilaku anggota masyarakat.
Pranata juga bersal dari bahasa lain istituere yang berarti mendirikan. Kata Pranata bendanya adalah dalam bahasa lainnya institution yang berarti pendirian. Dalam bahasa Indonesia institution diartikan institusi (pranata) dan institut atau lembaga. Institusi adalah sistem norma atau aturan yang ada. Institut adalah wujud nyata dari norma-norma.
Pranata adalah seperangkat aturan yang berkisar pada kegiatan atau kebutuhan tertentu. Pranata termasuk kebutuhan sosial. Seperangkat aturan yang terdapat dalam pranata termasuk kebutuhan sosial yang berpedoman kebudayaan. Pranata merupakan seperangkat aturan, bersifat abstrak. Menurut Koentjaraningrat, istilah pranata dan lembaga sering dikacaukan pengertiannya. Sama halnya dengan istilah institution dengan istilah institute.
Padahal kedua istilah itu memiliki makna yang berbeda.[1]
Salah satu gagasan dasar dalam rumpun ilmu-ilmu sosial, khhususnya dalam disiplin antropologi dan sosiologi adalah tentang institusi sosial (social institution), sebagai salah satu aspek statis dalam kehidupan masyarakat. Antropologi lebih menekankan pada aspek kebudayaan, sedangkan sosiologi lebih menekankan pada aspek struktur dan proses sosial.[2]
Selanjutnya pranata itu mengalami konkretisasi dalam struktur masyarakat, dalam bentuk berbagai organisasi sosial sebagai wahana untuk memenuhi kebutuhan hidup secara kolektif dan terencana. [3]
Berdasarkan penjelasan di atas, maka pranata Islam dapat juga diartikan sebagai aturan-aturan atau norma-norma seperti pranata peribadatan, pranata kekerabatan, pranata pendidikan, pranata keilmuan, pranata politik, pranata hukum, pranata ekonomi dan lain-lain.

2.      Pranata politik
Pranata politik merupakan norma-norma dalam memenuhi kebutuhan pengalokasian nilai-nilai dan kaidah-kaidah Islam melalui artikulasi politik di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.[1]

1.2.   Rumusan Masalah

1. Apa Peran dan Fungsi Pranata di dalam Politik Islam?

2. apa yang di maksud dengan Pranata politik Islam?

3. Apa saja Peran pranata politik Islam?

1.3.   Tujuan
1. Dapat mengetahui Sumber dan Asas-Asas Pranata politik  Islam.
2. Bagaimana Kaidah-Kaidah Pranata politik .
3. Apa saja Bidang-Bidang Pranata politik .

1.4.   Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana system perkembangan pranata politik, yang timbul di dalam kebudayaan islam  dan kejayaan islam dan berkembang di Negara islam, khususnya Indonesia selain itu manfaat lain dengan adanya makalah ini adalah untuk memberi pengetahuan kepada generasi penerus bangsa agar tetap menjaga dan mempelajari sejarah – sejarah dan mempelajari peraturan-peraturan politik  islam untuk memelihara tata tertib, untuk mendamaikan pertentangan-pertentangan,yang ada di dunia menurut Al-Qur`An dan Hadi`st.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.   Pengertian, Dan Fungsi Pranata Politik
Tahukah anda dengan Pranata politik ?? Jika anda belum mengetahui apa itu yang dimaksud dengan pranata politik. Kamu tepat sekali mengunjungi gurupendidikan.com. Karna disini akan mengulas secara lengkap tentang pengertian pranta politik, fungsi pranata politik, dan contoh dari pranata politik. Oleh karena itu marilah simak ulasan yang ada dibawah berikut ini.

a. Politik
Pranata politik adalah suatu lembaga sosial yang memiliki kegiatan dalam suatu negara yang berhubungan dengan proses penentuan serta pelaksanaan tujuan dari pemerintahan negara tersebut. Unsur kekuasaan adalah bagian pokok dari kenegaraan. Oleh karena itu seringkali politik diidentikkan dengan kekuasaan, padahal kenyataannya tidaklah demikian. Politik adalah seni dalam kepemimpinan, atau dapat juga adalah cara untuk menentukan sebuah kebijakan tertentu. Dalam proses pencapaian tujuan kenegaraan, pemerintah mempunyai hak untuk memakai kekuasaannya sebagai pelaksana pemerintahan. Dalam mengemban tugas kenegaraan dan pelaksanaan kepemimpinannya, pemerintah melakukan berbagai suatu kegiatan yang mempunyai hubungan dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu dibentuk berbagai lembaga politik yang berhubungan dengan kepemerintahan yakni lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Ade Dedi R
ohayana, 2008. Ilmu Qawa’id Fiqhiyyah,
Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Jakarta : Gaya Media Pratama
Pranata politik  adalah peraturan-peraturan untuk memelihara tata tertib, untuk mendamaikan pertentangan-pertentangan, dan untuk memilih pemimpin yang berwibawa.
Pranata politik sering disebut juga atau adalah merupakan perangkat norma dan status yang mengkhususkan diri pada sesatu pelaksanaan hak tugas politik dan wewenang. Dengan demikian pranata politik akan meliputi eksekutif, yudikatif, legislatif, militer, dan partai politik.

Peran dan Fungsi Pranata Politik 

Pranata politik juga memiliki beberapa peranan dan beberapa fungsi penting, yaitu:
Melembagakan norma melalui undang-undang.
1.      Menyelenggarakan pelayanan umum.
2.      Melindungi warga negara.
3.      Peran pranata politik adalah sebagai berikut.

a. Sebagai sarana komunikasi berpolitik
Sarana komunikasi berpolitik sangat dibutuhkan karena sebagai media atau wahana antara rakyat dengan pemerintah. Sarana komunikasi berpolitik ini dapat melalui suatu badan hukum di partai politik atau lembaga swadaya masyarakat.
Misalnya: masyarakat miskin menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah melalui partai politik atau LSM dalam upaya mendapat perhatian pemerintah untuk
memajukan tingkat ekonomi politiknya dan meningkatkan kesejahteraan hidupnya.

Ade Dedi Rohayana, 2008. Ilmu Qawa’id Fiqhiyyah,
 Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Jakarta : Gaya Media Pratama

Sebagai sarana sosialisasi berpolitik

Proses sosialisasi berpolitik diartikan sebagai proses bagi seseorang atau sekelompok masyarakat untuk lebih mengenal, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat.

Contoh: Pemerintah memberi penjelasan kepada masyarakat tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara yang baik, arti pentingnya mendukung pelaksanaan program keluarga berencana. Contoh: sarana sosialisasi pranata politik adalah organisasi profesi, keagamaan lembaga pendidikan, dan keluarga
.
c. Sebagai sarana rekrutmen politik
Peran ini dapat dilihat dari usahanya untuk membina sekelompok orang atau masyarakat yang berpotensi untuk menjadi kader anggota organisasi politik yang erat dengan sosialisasi yang dilakukan oleh partai politik, lembaga organisasi kemasyarakatan,lain-lain.Peran pranata politik sebagai sarana rekrutmen politi dapat memutus mata rantai keterbelakangan apabila diterapkan dengan tepat.

d. Sarana pengatur konflik dalam masyarakat
Konflik sosial dalam kehidupan masyarakat memiliki dua muatan pengertian yaitu konflik yang bersifat fungsional (baik) dan disfungsional (buruk) bagi suatu sistem.

Hasan Langgulung, 1989. Manusia dan Pendidikan, Suatu Analisa Psikologi, Filsafat dan Pendidikan, Jakarta : Pustaka Al-HusnaM

Kedua macam konflik tersebut dapat diupayakan solusinya melalui peran pranata politik sebagai sarana pengatur konflik dalam masyarakat melalui kesepakatan antar partai politik didalam suatu aturan yang berlaku atau permainan secara adil.
Di negara yang sedang berkembang terlihat bahwa pranata politik sebagai pengatur konflik dalam masyarakat belum sepenuhnya dapat dilaksanakan dengan maksimal.

Politik akan menentukan siapa memperoleh apa, bilamana dan bagaimana,dalam dasar pemikiran politik adalah persaingan untuk memiliki kekuasaan dominasi. Adapun kekuasaan menurut Max Weber adalah kemampuan seseorang untuk bertindak atau memengaruhi pihak lain
.
2.2. Pranata Politik Islam.
      Pranata politik Islam merupakan norma-norma dalam memenuhi kebutuhan pengalokasian nilai-nilai dan kaidah-kaidah Islam melalui artikulasi politik di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Seperti Firman Allah SWT dalam QS: an-Nisa ayat 58-59

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا (٥٨)يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا (٥٩)

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.

Yusran Asmuni, 1997. Dirasah Islamiyah 1
Pengantar Studi Al-Qur’an, Al-Hadits, Fiqh dan Pranata Sosial.
Jakarta : Raja Grafindo Persada

 (ayat 59) Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah di hari esok atau kedepannya dan sampai hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
     Ayat ini memerintahkan kita khususnya pada penguasa untuk menjaga dan menyampaikan amanah yang diberikan Allah untuk semua manusia yang kemudian bagi umat Islam diwajibkan untk mentaati segala penguasa selama itu penguasa tersebut menjalankan amanah Allah. Oleh sebab itu konsep politik yang dibangun dalam Islam tidak sepenuhnya demokrasi dan tidak juga sepenuhnya absolute murni tetapi mengutamakan musyawarah sebagai upaya membangkitkan semangat kebersamaan untuk mencapai kesepakatan, sehingga tidak yang merasa dirugikan atau di perugkan  di dalam kesepakatan kerjasama kedua pihak untuk tercapai hasil yang di inginkan oleh kedua pihak agar tidak terabaikan.
     Bagi masyarakat modern pranata sosial di bidang politik ditandai dengan semakin berkembangnya kesadaran berpolitik, partisipasi aktif rakyat dalam mensukseskan pemilu eksekutif dan legislatif sehingga politik mampu menciptakan situasi ketertiban dan keamanan. Akan tetapi, jika terjadi sebaliknya, tercipta situasi yang rusuh dan konflik karena kepentingan politik atau sentimen politik sebagimana yang telah terjadi pada beberapa Wilayah Indonesia, rusuh sebab pemilihan kepala daerah di Maluku, Manado dan lain-lain. Maka ini menunjukkan Masyarakat Indonesia belum siap sepenuhnya menghadapi perkembangan politik Indonesia yang salah sebabnya lemahnya sistem keamanan dan kesadaran masyarakat.

Yusran Asmuni, 1997. Dirasah Islamiyah 1
Pengantar Studi Al-Qur’an, Al-Hadits, Fiqh dan Pranata Sosial.
Jakarta : Raja Grafindo Persada

Sikap emosinal dan tidak siap berbeda pendapat dari para tokoh politik juga menjadi salah satu faktor penyebab kelemahan politik Indonesia sehingga dengan ini dapat kita katakan bahwa Masyarakat Indonesia belum modern dibidang sosial politik. 

    Untuk ini perlu kiranya kita bercermin kepada Rasulullah SAW empat belas abad yang lalu, beliau membangun Masyarakat Muslim di Makkah dan Madinah berdasarkan prinsip musyawarah mufakat dan kebebasan berpendapat yang bertanggung jawab, maka tipelogi yang dilakukannya dalam memimpim Umat Islam terpusat pada keteladanan sikap pribadi beliau. Nabi Muhammad SAW berperan ganda sebagai tokoh agama dan kepala pemerintahan. Selama kepemimpinan Nabi Muhammad SAW ketika beliau menyelesaikan permasalahan yang bernuansa agama/ibadah maka banyak keputusan yang dibuatnya dibantu oleh Wahyu Tuhan, bahkan terkadang beliau sendiri menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an dalam memeberikan suatu jawaban atas pertanyaan sahabat.

    Ketika beliau menyelesaikan permasalahan yang bernuansa sosial politik maka beliau mengutamakan musyawarah mufakat yang banyak dibantu oleh sahabat-sahabatnya. tidak ada diskriminasi terhadap kelompok tertentu termasuk pada kaum wanita bahkan orang kafir sekalipun, justru Rasulullah SAW sebaliknya berusaha menghilangkan diskriminasi sebagaimana yang telah terbangun jauh sebelumnya oleh Arab Jahiliyah dimana kaum wanita dianggap kaum yang lemah bahkan merusak sehingga banyak bayi wanita dibunuh, bagi Masyarakat Arab dahulu juga sudah terbangun sistem kasta (bany) antara kasta yang terhormat dan kasta budak oleh suatu aturan adan suatu aturan yang diterapkan di wilayah tersebut. 

Muhammad Taqi Misbah, 1996. Monoteisme, Tauhid sebagai Sistem
Nilai dan Akidah Islam, Jakarta : Lentera

di dalamHukum yang berlaku adalah syari'at Islam, akan tetapi Rasul tidak pernah menunjukkan sikap tentang Negara Islam di Makkah dan Madinah. Jadi salah kaprah jika sebagian orang Islam bersikeras membentuk negara Islam Indonesia, yang perlu untuk diperjuangkan adalah penegakan kembali piagam Jakarta yang mana salah satu isinya adalah kewajiban orang Islam menjalankan Syari'at Islam di Indonesia.

Contoh, ketika Rakyat Aceh menuntut merdeka dan mendirikan Negara Islam, walaupun hal ini gagal mereka lakukan, mereka hanya mendapatkan hak istimewa untuk menjalankan Hukum Islam. Ternyata dalam praktekknya dilakukan terlalu over dosisi sehingga Syari'at Islam berlaku juga untuk orang non Islam Aceh sehingga yang terjadi adalah didaerah-daerah tertentu yang minoritas muslim (Irian Jaya dan Maluku) Orang Islam ditekan dan tidak boleh mendakwahkan Islam secara bebas dan terbuka. Maka situasi sosial politik seperti ini sangat berpotensi menjadi bom waktu bagi masyarakat Indonesia terjadi perang suku dan agama. Oleh sebab itu harus segera dicegah, salah satu caranya adalah perlu adanya gerakan moral yang lebih kuat untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama dan perlu adanya kekuatan militer.

2.3.   Pandangan politik Islam Tentang Perang Negara Islam Dengan Negara    Barat

        Politik luar negeri tidak dapt terlepaskan dari politik islam. Hal ini dikarenakan untuk memenuhi kepentingan masyarakat di negeri sendiri serta kepentingan negara dan bangsa lain. Politik luar negeri islam menurut Ali Abdul Halim Mahmud (1998) terdiri atas dasar-dasar kuat yang mempunyai tujuan yang sudah jelas. Antara lain: 

Muhammad Taqi Misbah, 1996. Monoteisme, Tauhid sebagai Sistem
Nilai dan Akidah Islam, Jakarta : Lentera
Hasan Langgulung, 1989. 

1. Menyebarkan dakwah atau ceramah di seluruh wilayah dan keseluruh dunia.
2. Mengamankan batas-batas territorial
ataupun terorisme di wilayah atau negara
    dan umat islam terhidar dari dugaan fitnah dan gangguan-gangguan musuh.
3. Mengaplikasikan system jihad fi sabilillah untuk menegakkan kalimat Allah
    SWT.

    Politik luar negeri islam yang mengatur hubungan negara dengan rakyatnya serta instansi yang ada dibawahnya dengan organisasi kenegaraan lainnya.
Adapun prinsip-prisip yang digunakan dalam politik luar negeri islam:
1.      Pokok dalam hubungan negara adalah perdamaian.
2.      Tidak memutuskan hubungan damai antar negara kecuali karena alasan  yang mendesak atau darurat.
3.       Membuat kaidah-kaidah hubungan luar negeri tetap dalam keadaan damai dan    menjamin kedamaian itu.
4.      Membuat kaidah-kaidah hubungan luar negeri perang dengan tujuan mengurangi penderitaan.
5.      Membuat syarat-syarat bila negara mau diakuai negara lain.
6.      Megumumkan ketentuan-ketentuan perang bila sampai itu terjadi agar tetap pada tujuan yang benar.
Politik luar negeri islam berlangsung dalam keadaan damai dan perang. Dalam hubungan politik damai antar negara harus mampu menjaga keamanan, kepercayaan dan perdamaian. Sedangkan dalam politik luar negeri islam dalam keadan perang adalah hanya boleh terjadi apabila dalam hubungan politik tersebut ada upaya memerangi islam, menghalangi dakwah dan mereka yang menyerukan untuk tidak mendengarkan dakwah. Berikut merupakan prinsip politik luar negeri islam yang berlangsung damai.

Muhammad Taqi Misbah, 1996. Monoteisme,
Jakarta : Lentera  Hasan Langgulung, 1989. 
menjaga berdamaian, menegakkan keadilan, memenuhi janji, menjaga hak-hak dan kebebasan no muslim, serta melakukan tolong menolong kemanusiaan dan saling toleransi.
     Sementara islam membenci peperangan. Perang hanya akan menimbulkan kesedihan, keruskan, penghancuran dan pembunuhan. Adapun prinsip-prinsip luar negeri islam dalam keadaan perang adalah:
1.      Menentukan tujuan perang. Perang dalam islam bukan semata-mata adanya keinginan untuk perang namun dikarenakan oleh sebab karena ingin mencapai tujuan tertentu. Dalam islam tujuan perang itu antar lain: menahan serangan musuh dan melawan kedzaliman dan mengamankan dakwah yang membawa kebajikan untuk seluruh umat.
2.      Melakukan persiapan. Suatu negara harus selalu berada dalam kekuatan dan persiapan dalam menahan perang dan mencegah perang itu terjadi.
3.      Tidak meminta bantuan musuh untuk mengalahkan musuh. Umat islam harus berhati-hati agar tidak tertipu oleh musuh yang menampakkan senang dengan landasan-landasan islam, padahal sejatinya dia ingin menghancurkan landasan islam itu sendiri. Jika hal demikian terjadi maka akan berakibat lebih fatal lagi terhadap umat islam.
4.      Menepati perjanjian dan persetujuan. Menepati perjanjian atau persetujuan dalam perang adalah sama dalam keadaan damai. Tidak boleh makukan pelanggaran dalam perjanjian kecuali dalam keadaan yang darurat.
5.      Menjalankan hukum dan adab islam dalam perang. Islam membuat hukum-hukum, syarat serta etika yang tidak boleh dilanggar oleh umat islam dan pemimpin.

Abdul Syauni (Cetakan ke 3). 2007 Sosiologi Sistematika,Teori dan T

Ade Dedi Rohayana, 2008. Ilmu Qawa’id Fiqhiyyah, Kaidah-Kaidah Hukum Islam,
 Jakarta : Gaya Media Pratama

Diantaranya:
a.       Dilarang membunuh wanita, anak kecil dan ornag tua kecuali orang tersebut turut memerangi islam dengan tipu muslihatnya,
b.      Dilarang membunuh seseorang atau musuh yang telah dengan segaja khianat dalam peperangan tanpa mengumumkannya terlebih dahulu sikap perang,
c.       Dilarang merusak jenazah musuh yang sudah meninggal sekalipun hal yang sama dilakukan terhadap jeazah orang muslim,
d.      Adapun mengubur mayat-mayak musuh sebagai penghormatan terhadap kemanusiaan,
e.       Memperlakukan tawanan yang tertangkap dan di tahan  dengan baik dan bijaksana.
Dengan demikian jelaslah sudah islam sangat membenci adanya   peperangan.
dengan siapapun itu kelompoknya.
Karena peperangan hanya akan menimbulakan adanya kerusakan, kehancuran dan pendritaan. Namun islam juga memperbolehkan adanya perang namun dengan sebab yang sudah pasti sesuai dengan aturannya. Walaupun demikan perang yang dilakukan oleh umat muslim tetap harus berpegang terguh dengan prinsip serta hukum-hukum islam yang berlaku. Sehingga bilaman perang tersebut terpaksa harus dilakakukan aka memberikan kemaslahatan bagi umat muslim itu sendiri.

Abdul Syauni (Cetakan ke 3). 2007 Sosiologi Sistematika,Teori
dan T.Ade Dedi Rohayana, 2008. Ilmu Qawa’id Fiqhiyyah,
Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Jakarta : Gaya Media Pratama

2.4.   Prinsip-Prinsip Dasar Politik Islam
Politik di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab itu, di dalam buku-buku para ulama salafush shalih dikenal istilah siyasah syar’iyyah, misalnya. Dalam Al Muhith, siyasah berakar kata sâsa – yasûsu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha siyasatan berarti Qama ‘alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra artinya dabbarahu (mengurusi/mengatur perkara).
Prinsip-prinsip politik yang tertuang dalam Al Qur’an dan Al Hadist merupakan dasar politik islam yang harus diaplikasikan kedalam system yang ada. Diantaranya prinsip-prinsip politik islam tersebut:
1.       Keharusam mewujudkan persatuan dan kesatuan umat (Al Mu’min:52).
2.       Keharusan menyelesaikan masalah ijtihadnya dengan damai (Al Syura:38 dan Ali Imran:159)
3.       Ketetapan menunaikan amanat dan melaksanakan hukum secara adil (Al Nisa:58)
4.      Kewajiban menaati Allah dan Rosulullah serta ulil amr (Al Nisa:59)
5.      Kewajiban mendamaikan konflik dalam masyarakat islam (Al Hujarat:9)
6.      Kewajiban mempertahankan kedaulatan negara dan larangan agresi (Al Baqarah:190)
7.       Kewajiban mementingkan perdamain dari pada permusuhan (Al Anfal:61)
8.      Keharusan meningkatkan kewaspadaan dalam pertahanan dan keamanan (Al Anfal:60)
9.       Keharusan menepati janji (An Nahl:91)
10.  Keharusan mengutamakan perdamaian diantara bangsa-bangsa (Al Hujarat:13)
Abdul Syauni (Cetakan ke 3). 2007 Sosiologi Sistematika,T
eori dan T1997.Dirasah Islamiyah 1 Pengantar Studi Al-Qur’an,
Al Qur’an dan Al Hadist Pranata Sosial. Jakarta : Raja Grafindo Persada halm.53

11.  Keharusan peredaran harta keseluruh masyarakat (Al Hasyr:7)
12.   Keharusan mengikuti pelaksanaan hukum


Abdul Syauni (Cetakan ke 3). 2007 Sosiologi Sistematika,T
eori dan T1997.Dirasah Islamiyah 1 Pengantar Studi Al-Qur’an,
Al-Hadits, Fiqh dan Pranata Sosial. Jakarta : Raja Grafindo Persada

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
      Pranata Politik  Islam ialah berbentuk kerajaan,atau politik Islam ditunjukkan dengan organisasi masyarakat komunitas muslim. Salah satu diantaranya adalah organisasi Nahdlatul Ulama yang berdakwah kepada kaum menengah ke bawah sebagai wujud peleburan diri terhadap masyarakat sekaligus memfungsikan continuity dan change terhadap kajian kemasyarakatan dan juga atas yaitu aturan-aturan atau norma-norma yang mengatur kehidupan sosial masyarakat dan juga berkaitan dengan ajaran islam. Jadi, pranata dalam ajaran islam adalah nilai-nilai yang mengatur kehidupan sosial masyarakat muslim berdasarkan syari’at Islam
Politik merupakan pemikiran yang mengurus kepentingan masyarakat. Pemikiran tersebut berupa pedoman, keyakinan hokum atau aktivitas dan informasi. Beberapa prinsip politik islam berisi: mewujudka persatuan dan kesatuan bermusyawarah, menjalankan amanah dan menetapkan hukum secara adil atau dapat dikatakan bertanggung jawab, mentaati Allah, Rasulullah dan Ulill Amr (pemegang kekuasaan) dan menepati janji. Korelasi pengertian politik islam dengan politik menghalalkan segala cara merupakan dua hal yang sangat bertentangan. Islam menolak dengan tegas mengenai politik yang menghalalkan segala cara. Pemerintahan yang otoriter adalah pemerintahan yang menekan dan memaksakn kehendaknya kepada rakyat. Setiap pemerintahan harus dapat melindungi, mengayomi masyarakat.

Ade Dedi Rohayana, 2008. Ilmu Qawa’id Fiqhiyyah,
Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Jakarta : Gaya Media Pratama
Sedangkan penyimpangan yang terjadi adalah pemerintahan yang tidak mengabdi pada rakyatnya; menekan rakyatnya. Sehingga pemerintahan yang terjadi adalah otoriter. Yaitu bentuk pemerintahan yang menyimpang dari prinsip-prinsip islam. Dalam politik luar negerinya islam menganjurakan dan menjaga adanya perdamain. Walaupun demikan islam juga memporbolehkan adanya perang, namun dengan sebab yang sudah jelas karena mengancam kelangsungan umat muslim itu sendiri. Dan perang inipun telah memiliki ketentuan-ketentuan hukum yang mengaturnya. Jadi tidak sembarangan perang dapat dilakukan. Politik islam menuju kemaslahatan dan kesejahteraan seluruh umat.

3.2.   Saran
           Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. 

Ade Dedi Rohayana, 2008. Ilmu Qawa’id Fiqhiyyah,

Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Jakarta : Gaya Media Pratama



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah mengenai Hari Raya Idul Fitri

MAKALAH TENTANG SISTIM EKONOMI ISLAM

POTRET IMAGENASI DIKISAHKAN OLEH APAYUS ALUE GAMPOENG TENTANG Kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah