.HAKIKAT NIKAH MENURUT ISLAM


MAKALAH
Tentang Tiga Permasalah Sebagai Tugas Mitem Ujian
Semester Pertenganhan

JUDUL
1.HAKIKAT NIKAH MENURUT ISLAM
2,HAJI DAN UMRAH SERTA  KURBAN
3.HAKIKAT QURBAN

Untuk memenuhi persyaratan lulus mata kuliah filsafat  hukum islam

Di susun oleh;
Waled Blang Jruen
NIM: 0020540573



Pembimbing :
Dr.H Mahli. MM.,M.Ag


Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Pascasarjana, Lhokseumawe
Periode 2018-2019

DAFTAR ISI

1.HAJI DAN UMRAH SERTAKURBAN………………………………………. ........................ 1
2.DALAM PERSPEKTIF ISLAM…………………………… .…………………....................... 5
3.HAKIKAT QURBAN…………………………………………………………………………..9



Pendahuluan

A.Hakikat nikah
Pernikahan secara etimologi[1] (bahasa) adalah perkumpulan, sedangkan secara terminologi (istilah) adalah satu akad untuk membolehkan persetubuhan,  dengan lafadh إنكاح أو تزويج. (menikahkan atay- mengawinkan) atau terjemahan dari lafadh tersebut. Pernikahan adalah satu pekerjaan yang dianjurkan oleh Syara’. Syariat pernikahan sudah dimulai sejak masa nabi Adam as hingga hari akhirat kelak (surga).  Salah satu perbedaanya, jika di dunia kita tidak bisa menikahi Mahram, tapi dalam Surga hal itu dibolehkan kecuali Asal dan Furu' (Ayah hingga seterusnya tidak bisa menikah dengan anak perempuan, Ibu hingga ke atas tidak bisa menikah dengan anak laki-laki).[2]

B. Beberapa Hikmah Pernikahan:
1.       Memelihara keturunan
2.       Mengeluarkan air yang memudharatkan badan  jika tidak dikeluarkan
3.       Menemukan  kelezatan dalam bersetubuh.

C.Hukum asal dari menikah adalah boleh, hukum tersebut tidak baku dan bisa berubah kapan saja tergantung individu dan kondisi. Berikut Rinciannya:

1.             Sunat. Nikah disunatkan bagi orang yang berhajat untuk bersetubuh, dengan catatan sanggup untuk memenuhi kebutuhan berupa Mahar, pakaian, tempat tinggal, dan nafakah sehari-hari. Ini berlaku kepada setiap orang, sekalipun orang tersebut sedang menyibukkan diri dengan ibadah.

2.       Khilaf aula (lebih baik tidak menikah). Ini berlaku bagi orang yang telah berhajat untuk bersetubuh, tetapi mereka tidak sanggup memenuhi kebutuhan berupa Mahar, pakaian, tempat tinggal, dan nafakah sehari-hari. Kepada orang ini dianjurkan untuk tidak menikah dulu, karena keterbatasan biaya. Sedangkan metode menghilangkan keinginan untuk bersetubuh adalah dengan berpuasa karena dengan berpuasa seseorang bisa menghilangkan atau menurangi syahwat/keinginan bersetubuh.
3.       Makruh. Pernikahan yang di makruhkan berlaku bagi orang yang tidak berhajat untuk bersetubuh dan juga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan berupa Mahar, pakaian, tempat tinggal, dan nafakah sehari-hari.

4.       Wajib. Pernikahan yang wajib berlaku jika seseorang bernazar kepada Allah berupa pernikahan. Kasus lainnya berlaku bagi seseorang yang sudah berhajat kepada persetubuhan, memiliki kesanggupan dari seri materi dan ditakutkan terjadi zina jika tidak segera menikah. Pada dua kasus tersebut hukum nikah yang semula Boleh, telah berubah status menjadi wajib.

D. Haji Dan Umrah Serta  Kurban Dalam Perspektif Islam 
a.       Pengertian tentang Ibadah Haji.
Menunaikan ibadah haji adalah rukun Islam yang kelima. Ibadah haji juga diwajibkan oleh Allah atas umat yang terdahulu, bahkan tidak ada seorang Nabi pun yang diangkat oleh Alloh kecuali telah menunaikan Ibadah Haji. Orang yang pertama yang menunaikan ibadah Haji adalah Sayyidana Adam As. Beliau telah menunaikannya sebanyak 40 kali dengan berjalan kaki. Kewajiban Haji menurut Madzhab Syafii diwajibkan pada tahun ke-6 Hijriyah. Oleh karenanya Ibadah Haji dalam Mazhab Syafii kewajibannya adalah _'Ala at-Tarokhi_ (tidak wajib dengan segera) karena Nabi Muhammad SAW tidak menunaikannya setelah _Fathu Makkah_ pada tahun ke-8 Hijriyah, akan tetapi diakhirkan sampai ke tahun 10 Hijriyah . Ini menunjukkan bahwa kewajiban Haji adalah kewajiban _'Ala at-Tarokhi_, walaupun demikian jika seseorang sudah memenuhi syarat untuk menunaikan Ibadah Haji ,maka dia wajib berniat untuk menunaikannya di waktu yang akan datang, dan jika tidak berniat maka dia berdosa, tetapi jika dia meninggalkan sebelum menunaikannya (setelah memenuhi syarat ), maka dia meninggal dalam keadaan maksiat, walaupun dia telah berniat menunaikannya dan wajib atas ahli warisnya menyewa orang untuk melakukan Haji Badal.
   b.   Kewajiban Haji menjadi _'Ala al-Faur_ (wajib dengan segera) dalam 4 perkara:
1.            Apabila dia takut kehilangan hartanya.
2.            Apabila takut binasa karena penyakit.
3.            Apabila dia yakin akan mati tidak lama lagi .
4.            Apabila dia bernadzar.

c.       Kewajiban Ibadah Haji dan Umroh Kewajiban Haji dan Umroh atas orang Islam hanya sekali dalam hidupnya, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim:
 : عن أبي هُرَيْرَة رَضِيَ اللَّهُ عَنْه قَالَ: خَطَبنَا رَسُول الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسلم فَقَالَ: يَا أَيهَا النَّاس، قد فرض الله عَلَيْكُم الْحَج فحجوا. فَقَالَ بعض الصحابة : يَا رَسُول الله، أفي كل عَام يا رسول الله ؟ سكت. ثم قال: أفي كل عام يا رسول الله؟سكت، ثم قال مرة، قَالَ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسلم: لَو قلت نعم لَوَجَبَتْ، لو وجبت لما اسْتَطَعْتُم
Nabi SAW berkhutbah seraya berkata :
_” Wahai manusia , Alloh telah mewajibkan atas kalian ibadah Haji, maka kerjakanlah”. Maka bangun salah satu sahabat dan berkata: Apakah setiap tahun wahai Rasululloh? Rasulullah diam tak menjawab , begitu pula yang kedua kalinya sampai ketiga kalinya Rasulullah bersabda : “Apabila aku katakan Ya, maka akan menjadi wajib, dan jika sudah wajib pasti kamu tidak akan bisa”_.

       d.   Keistimewaan Ibadah Haji dan Umrah
Hadits-hadits yang menerangkan keistimewaan Ibadah Haji banyak sekali, diantaranya Hadits-hadits dibawah ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ فَقَالَ إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ الحَجّ المَبْرُور
   Nabi SAW ditanya tentang pekerjaan apa yang paling afdhal? Beliau bersabda : Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dikatakan: kemudian apa? Rasulullah bersabda : Haji yang mabrur_.( HR Bukhari & Muslim).
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه : مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
   Rasulullah SAW bersabda: _Barang siapa menunaikan Ibadah Haji sedangkan dia tidak melakukan  persetubuhan dan tidak berbuat kefasikan ,maka dia kembali seperti hari dilahirkan oleh ibunya._ (HR Bukhari & Muslim).

عَنْ أبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ الله عَنْهُ: أنَّ رَسُولَ صلى الله عليه وسلم قال: " العُمْرَةُ إلى العُمْرَةِ كفّارةٌ لِمَا بيْنَهُما، والحجُّ المبْرورُ لَيْسَ له جَزَاءٌ إلا الجنّةُ 

Nabi SAW bersabda : _
“Dosa yang berlalu diantara dua umroh adalah dihapus dan tidak ada balasan bagi Haji Mabrur kecuali sorga”._ (HR Bukhori & Muslim)

E.Syarat-syarat kewajiban Haji dan Umroh,antara lain:
(1).Islam.
(2). Baligh ( _cukup umur_ ) ;

a.).     maka tidak wajib bagi anak yang belum baligh, jika dia menunaikannya maka sahlah Hajinya,namun tidak menggugurkan Haji Fardlunya.
(3).    Berakal,maka tidak wajib atas orang gila.
(4).    Merdeka, maka tidak wajib atas hamba sahaya, jika dia mengerjakannya akan mendapatkan pahala, namun tidak menggugurkan Haji Fardlunya.
(5).    Istita’ah _(mampu untuk menunaikannya)_,

b.Mampu menunaikan Ibadah Haji sendiri tanpa bantuan orang lain ,dengan syarat:
1.       Mampu membayar uang belanja orang yang ditinggalkan di rumah yang menjadi kewajibannya. Jika tidak punya uang untuk membekali mereka, maka tidak wajib atasnya.
2.       Mempunyai uang yang cukup untuk membekali dirinya selama di perjalanan haji sampai kembali ke tempatnya semula.
3.       Tersedianya kendaraan pulang pergi, baik perjalanan darat, laut maupun udara .
4.       Merasa aman dalam perjalanan pulang pergi, seperti tidak ada peperangan, perampokan atau musuh dan penyakit yang akan membahayakan dirinya.
5.       Sehat jasmani, jika sakit-sakitan atau terjangkit penyakit yang membahayakan, maka tidak wajib atasnya berhaji.
6.       Ada kesempatan untuk menunaikan Ibadah Haji, lain halnya jika dia mampu setelah pendaftaran ditutup, atau sarana transportasi sudah tidak ada lagi, maka tidak wajib atasnya berhaji.

c.Mampu menunaikan Ibadah Haji dengan pertolongan orang lain , terbagi 2 macam:
1        Bagi mereka yang sudah memenuhi syarat dari segi keuangan dan lain-lain, akan tetapi tidak mampu menunaikannya sendiri dikarenakan suatu udzur atau sakit yang tiada harapan sembuh atau terlalu tua umurnya dan lemah badannya sehingga tidak memungkinkan untuk menunaikannya ,maka boleh baginya untuk menggantikan _(mewakilkan)_ Ibadah Hajinya kepada orang lain.
2        Bagi orang yang meninggal setelah dia sanggup atau memenuhi syarat haji di masa hidupnya, namun dia belum sempat untuk melaksanakannya dikarenakan suatu udzur atau bukan, maka orang tersebut berhutang kewajiban Ibadah Haji dan wajib bagi ahli warisnya atau orang yang mendapatkan wasiat ,untuk menunaikan ibadah hajinya dengan membayar ongkos haji badal dari harta warisnya.

A.           Hakikat Ibadah Kurban
Ibadah kurban merupakan ibadah berupa penyembelihan hewan yang dilakukan pada hari raya Idul Adha _(10 Dzulhijjah)_ dan 3 hari Tasyrik _(11, 12, dan 13 Dzulhijjah)_ dengan tatacara tertentu. Hari-hari tersebut dikenal juga dengan istilah hari _Nahr_.
Dalam fikih, ibadah ini dikenal dengan istilah _al-udhhiyyah_ yang berarti hewan yang disembelih pada hari _Nahr_ dari jenis unta, sapi atau kambing dengan syarat tertentu.
Dalil diperintahkannya ibadah ini adalah firman Allah SWT:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
_Artinya;
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.”_ (Al-Kautsar: 2)
Diriwayatkan dari Anas bin Malik RA, bahwa: _“Rasulullah SAW berkurban dengan dua domba jantan.”_ Dalam riwayat lain: _“Rasulullah SAW berkurban dengan dua domba jantan bewarna putih dan bertanduk besar. Beliau membaca basmalah dan bertakbir. Beliau meletakkan kaki di leher kedua kambing tersebut.”_ (HR. Bukhari dan Muslim).
Ibadah kurban merupakan bentuk perhatian kaum muslimin yang mampu terhadap saudara-saudara mereka yang tidak punya agar mereka bisa merayakan Idul Adha dengan penuh kebahagiaan.

B.    Ke utamaan Qurban
عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ اَحَبَّ اِلَى اللهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمٍ اِنَّهَا لَتَأْتِيْ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ بِقُرُوْنِهَا وأَشْعَارِهَا وَاَظْلاَفِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللهِ قَبْلَ اَنْ يَقَعَ مِنَ اْلاَرْضِ فَطِيْبُوْا بِهَا نَفْسًا

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: _“Tidak beramal anak Adam pada hari Nahr ('Iedul Adha) yang paling disukai Allah selain daripada mengalirkan darah (menyembelih qurban). Qurban itu akan datang kepada orang-orang yang melakukannya pada hari qiyamat dengan tanduk, rambut dan kukunya. Darah qurban itu lebih dahulu jatuh ke Allah sebelum jatuh ke atas tanah. Oleh sebab itu, berqurbanlah dengan senang hati.”_( HR Turmudzi)
.
عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قُلْنَا : يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا هَذِهِ الأَضَاحِيُّ؟ قَالَ :« سُنَّةُ أَبِيْكُمْ إِبْرَاهِيْمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ ». قَالَ قُلْنَا : فَمَا لَنَا فِيْهَا؟ قَالَ :« بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ ». قَالَ قُلْنَا : يَا رَسُوْلَ اللهِ فَالصُّوْفُ قَالَ :« بِكُلِّ شَعَرَةٍ مِنَ الصُّوْفِ حَسَنَةٌ ».
Sahabat Zaid bin Arqam ra berkata: _kami bertanya : Wahai Rasulullah Apakah qurban-qurban ini? Beliau menjawab : “Sunnah (tuntunan) bapak kalian, Ibrahim”._
Zaid bin Arqam berkata: Kami bertanya : _“Pahala apa yang kami dapatkan darinya?_ Rasulullah menjawab : _“Setiap rambutnya adalah satu kebaikan._
Zaid bin Arqam berkata: Kami bertanya : _“Wahai Rasulullah, bagaimana dengan bulunya?” Beliau menjawab: “Setiap rambut dari bulunya adalah kebaikan”._(HR.Baihaqi)

C. Hukum Sekitar Kurban
1.Jumlah & Atas Nama Kurban
Kurban sunnah kifayah dalam satu keluarga yang dalam satu nafakah. Apabila salah satunya berkurban maka yang lain tidak dituntut dalam kesunnahannya. Akan tetapi tetap dianjurkan setiap orangnya berkurban bagi yang mampu,karena pahalanya tetap untuk yang berkurban saja.
Untuk satu ekor kambing hanya boleh untuk satu orang, dan tidak sah apabila satu ekor kambing untuk beberapa orang, berbeda dengan sapi dan unta yang mana satu ekornya boleh untuk 7 orang.
Untuk orang tua atau siapapun yang sudah meninggal, boleh kita kurban untuk mereka apabila mereka berwasiat membolehkan siapapun untuk berkurban untuk mereka setelah mereka meninggal.
Adapun bagi mereka tidak berwasiat seperti itu, maka hanya boleh kita hadiahkan pahala kurban kita untuk mereka.
2.Makan Daging Kurban.
Bagi mereka yang berkurban sunnah, maka afdhol membagi daging kurban menjadi 3 bagian, 1/3 untuk dimakan sendiri, 1/3 untuk disedekahkan kepada faqir miskin dan 1/3 lagi untuk dihadiahkan. Namun kalau ada yang berkurban wajib, seperti kurban karena nazar. maka orang yang berkurban tidak boleh memakan daging kurbannya sedikitpun.
3.Pembayaran dengan kulit dan kepala
Kulit binatang kurban boleh diambil manfaatnya, namun tidak boleh dijual. dan afdhol disedekahkan. Juga tidak boleh dijadikan ongkos/upah untuk tukang sembelih



TAMMAT


DAFTAR PUSTAKA


Al Ali, Syaikh Aziz, Manasik Haji Dan Rahasia Meraih Haji Mabrur, Surabaya: Terbit Terang.
Al- Quran Al-Karim dan terjemahan bahasa Indonesia, Kudus: Menara Kudus. Arikunto,  Suharsimi,  Prosedur  Penelitian  Suatu  Pendekatan  Praktek,  Jakarta:
Rineka Cipta, 1990.
Arsyad, Aslam, Pokok-Pokok Manajemen, Semarang: Rafi Sarana Perkasa (RSP),
2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta,
1983.
Azwar, Saifuddin, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1998. CholiqManajeme
Choliq, Abdul, Pengantar Manajemen, Yogyakarta: Mitra Cendika, 2011. Departemen  Agama  Direktorat  Jenderal,  Undang-undang  RI Nomer  13  Tahun
2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, Jakarta: 2009.
Departemen   Agama   Direktorat   Jenderal,   Pedoman   Pembinaan   Kelompok
Bimbingan Ibadah Haji, Jakarta: 2003.
Departemen Agama Direktorat Jenderal, Pola Pembinaan Jamaah Haji, 2007.
Departemen  Agama  Direktorat  Jenderal,  Pedoman  Peragaan  Manasik   Haji, Jakarta: 2007.
Departemen  Agama  Direktorat  Jenderal,  Modul  Pembelajaran  Manasik  Haji, Jakarta: 2006.
Departemen Agama Direktorat Jenderal, Fiqih Haji, Jakarta: 2009.
 Syaukani,  Imam,  Kepuasan  Jamaah  Haji  Terhadap  Kualitas  Penyelenggaraan
Ibadah Haji Tahun 1430 H/2009 M, Jakarta: Hak Cipta, 2011.
 Syarif,  Reza  M,  The  Wisdom  of  Hajj  (Haji  dan  Umrah),  Jakarta:  Prestasi
Kelompok Gema Insani, 2008.
 Shiddieqy, Hasbi, Pedoman Haji, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1994. Stoner, James A. F., Manajemen, Prentice-Hall, 1996.Terry, George, dkk, Dasar-Dasar Manajemen, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2000.
 Usman, Husaini, Manajemen (Teori,, Praktik dan Pendidikan), Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2009.
 Widjaja,  A.  W.,  Perencanaan  Sebagai  Fungsi  Manajemen,  Jakarta:  PT  Bina
Aksara, 1987..
 Winardi, Asas-Asas Manajemen, Bandung: Offset Alumni, 1990.
 Widjaja,  A.W.,  Perencanaan  Sebagai  Fungsi  Manajemen,  Jakarta:  PT  Bina
Aksara, 1987.
 Yusuf, Nasir A, Problematika Manasik Haji, Bandung: Pustaka, 1994.



[1] Departemen Agama, 2006, Al Qur’an dan Terjemahnya, Yogjakarta: Diponegoro
[2] I’anatut Thalibin  juz 3, hal 253-256, cet. Toha Putra.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah mengenai Hari Raya Idul Fitri

MAKALAH TENTANG SISTIM EKONOMI ISLAM

POTRET IMAGENASI DIKISAHKAN OLEH APAYUS ALUE GAMPOENG TENTANG Kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah