IDDAH DAN RUJUK
1.
Jawaban
dari Tiga Soal Ujian Semester Pertengahan Masalah Bagaimana Hakikat Dan Tujuan Penetatapan Hukum Munakahat ‘Iddah Dan Ruju’
‘IDDAH
A.Pengertian Iddah
Kata iddah berasal dari bahasa Arab yang berarti
menghitung, menduga, mengira. Menurut istilah
Fuqaha’ Iddah berarti masa menunggu wanita sehingga halal bagi suami
lain. Para ulama memberikan pengertian iddah
Allah berfirman surat Albaqarah:
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ
ثَلاثَةَ قُرُوءٍ وَلا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي
أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلاحًا
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ
دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya
: “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru.
Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya,
jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak
merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki
ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut
cara yang makruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan
daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(Q.S. al
baqarah:228)
Nabi
Muhammad bersabda kepada Fatimah binti Qais:[1]
وقوله صلى الله
عليه وسلم لفاطنة بنت قيش : إعتدي في بيت ابن أم مكتوم
Artinya:
“Beriddahlah kamu di rumah Ibnu ummi maktum”
Dari
pengertian diatas kami dapat menyimpulkan bahwa Iddah adalah masa menanti atau menunggu yang
diwajibkan atas seorang perempuan yang diceraikan oleh suaminya (cerai hidup atau cerai mati), tujuannya
untuk mengetahui kandungan perempuan itu berisi (hamil) atau tidak serta untuk
menunaikan satu perintah dari Allah SWT.
.1 Syarbini Khatib dalam kitabnya Mugnil Muhtaj
mendifinisikan iddah adalah nama masa menunggu bagi seorang perempuan untuk mengetahui
kekosongan rahimnya atau karena sedih atas meninggal suaminya,
2. Drs. Abdul
Fatah Idris dan Drs. Abu Ahmadi memberikan pengertian iddah adalah masa yang
tertentu untuk menungu, hingga seorang perempuan diketahui kebersihan rahimnya
sesudah bercerai.
3. Prof.
Abdurrahman I Doi, Ph.D memberikan pengertian iddah adalah suatu masa penantian
seorang perempuan sebelum kawin lagi setelah kematian suaminya atau bercerai
darinya.
4. Sayyid Sabiq
memberikan pengertian iddah adalah masa lamanya bagi perempuan (istri) menunggu
dan tidak boleh kawin setelah kematian suaminya.
B.
Macam – macam Iddah
1. Iddah Talak,
Iddah
talak adalah terjadi karena perceraian, perempuan yang berada dalam iddahtalak
antara lain:[2]
a).
Perempuan yang telah di campuri dan ia belum putus dalam masa haid. Iddahnya 3
kali suci 3 kali haid atau 3 kali Quru’. Firman Allah SWT:
Q.S.
al baqarah seperti di atas tadi,
Mengenai
quru’ para ulama’ fiqih berbeda-beda pendapat:
1) Fuqaha berpendapat bahwa quru’ itu artinya
suci yaitu masa diantara haid.
2) Fuqaha lain berpendapat bahwa quru’ itu
haid, terdiri dari Imam Abu Hanifah, Ats-tsauri Al-Auzali, Ibnu Abi Laila.
Alasanya adalah untuk mengetahui kolongnya rahim, tidak hamil bagi wanita yang
di talak, sedangkan kekosongan rahim hanya di ketahui dengan haid.
3) Fuqaha Anshor berpendapat bahwa quru’
adalah suci terdiri dari Imam Mahit dan Syaf i’. alasanya adalah menjadi pedoman
bagi kosongnya rahim dimana masa suci pada haid bukan bukan berarti berpegang
pada haid terakhir maka tiga yang di syaratkan harus lengkap masa suci diantara
2 haid.
Nabi SAW bersabda :
مرة فليراجعها
حتى يحيض شمّ تطهر ثحيض حتى تطهر شمّ يطلقهاان شآء قبل ان يمسّها
Artinya
: “Suruhlah dia, hendaklah ia merujuk istrinya sehinggah iahaid, kemudian suci
kemudian haid lagi kemudian menceraikanya juga mau sebelum ia menyentuhnya.
Demikian itulah iddah yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk menceraikan istri”.
b). Perempuan yang dicampuri dan tidak haid baik
ia perempuan belum balig atau perempuan tua yang tidak haid, maka iddahnya
untuk 3 bulan menurut penggalan, jika tertalak dapat bertemu pada permulaan
bulan.
يَحِضْنَ ۚ
وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ۚ وَمَنْ يَتَّقِ
اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ
أَمْرِهِ يُسْرًا
Artinya;
Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa
iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang
tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah
sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada
Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.
c). Perempuan-perempuan yang tertalak dan belum
di setubuhi, perempuan ini, tidak ada iddahnya.
Firman Allah SWT :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ
طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ
عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا ۖ فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا
Artinya;“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka
sebelum kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah
bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan
lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya”.
Jika
perempuan belum pernah di setubuhi dan di tinggal mati maka iddahnya seperti
iddahnya orang i’lah di setubuhi’’ Firman Allah SWT :
وَ الَّذِیۡنَ یُتَوَفَّوۡنَ مِنۡکُمۡ وَ یَذَرُوۡنَ
اَزۡوَاجًا یَّتَرَبَّصۡنَ بِاَنۡفُسِہِنَّ اَرۡبَعَۃَ اَشۡہُرٍ وَّ عَشۡرًا ۚ
فَاِذَا بَلَغۡنَ اَجَلَہُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَیۡکُمۡ فِیۡمَا فَعَلۡنَ فِیۡۤ
اَنۡفُسِہِنَّ بِالۡمَعۡرُوۡفِ ؕ وَ اللّٰہُ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ خَبِیۡرٌ
Orang-orang yang meninggal dunia
di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu)
menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila
telah habis ‘iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka
berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu
perbuat".
Orang-orang
yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaknya para
istri itu) menangguhkan dirinya (عدة) untuk 4 bulan 10 hari”[3]
2. Iddah Hamil
Yaitu
iddah yang terjadi apabila perempuan-perempuan yangdiceraikan itu sedang hamil,
iddahnya samapai melahirkan. Firman
Allah SWT :[4]
Artinya
: “Dan perempuan yang hamil waktu iddah mereka itu ialah sampaimereka
melahirkan kandunganya . dan barang siapa yang bertaqwa kepada Alloh niscaya
Allah menjadikan baginya kemudian dalam urusnya”.
Apabila
ia hamil dengan anak kembar maka iddahnya belum habis sebelum anak kembarnya
lahir semua jika perempuan itu keguguran maka iddahnya ialah sesudah melahikan
baik baginya hidup, mati, sempurna badanya / cacat, ruhya telah ditiup /belum.
3.
Iddah Wafat
Iddah
wafat adalah iddah yang terjadi apabila seseorang (perempuan) di tinggal mati
suaminya dan masa iddahnya selama 4 bulan 10 hari. Firman Allah SWT :[5]
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ
أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا
Artinya
: “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri
(hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepuluh
hari”.
4.
Iddah Wanita yang Kehilangan Suami
Seseorang
perempuan yang kehilangan suaminya (tidak di ketahui keberadaan suami, apakah
dia telah mati atau hidup) maka wajiblah di menunggu selama 4 tahun lamanya
sesudah itu hendaknya dia beriddah 4 bulan 10 hari.[6]
عن عمر رضي الله عنه قال : أيما امرأة فقدت زوجها لم
ندر أين هو فإنها تنتظر أربعة سنين ثم تعتد أربعة أشهر وعشرا ثم تحل.
Artinya:
“Dari Umar R.A berkata: bagi perempuan yang kehilangan suaminya dan ia tidak
mengetahui dimana ia berada sesungguhnya perempuan itu wajib menunggu 4 tahun,
kemudian hendaknya ia beriddah 4 bulan 10 hari barulah ia boleh menikah.
5.
Iddah Wanita yang di Ila’
Bagi
perempuan yang di ila’ timbul perbedaan pendapat apakah ia harus menjalani
iddah atau tidak, diantaranya:
a) Jumhur Fuqoha’ mengatakan bahwa ia harus
menjalani Iddah.
b) Zabir bib Zaid berpendapat bahwa ia tidak
wajib iddah.
Perbedaan
pendapat ini di sebabkan iddah itu menghabungkan antara iddah dan maslahat
bersama-sama. Oleh karena itu bagi fuqaha’ yang lebih memperhatikan segi
kemaslahatan, mereka tidak memandang perlu adanya iddah, sedangkan fuqoha’ yang
lebih memperhatikan segi ibadah maka mereka mewajibkan iddah atasnya.
B.Tujuan Iddah
Sebagaimana
pertanyaan yang sering dipertanyakan, kenapa seorang perempuan yang bercerai
dengan suaminya baik karena cerai hidup atau karena suaminya meninggal dunia
diwajibkan beriddah, dan kenapa pula harus selama itu masa iddahnya.Adanya
iddah itu ada beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut.
Menurut
Drs. Sudarsono, SH. yaitu :
1. Bagi suami mempunyai kesempatansaat berfikir
untuk memilih antara rujuk dengan istri atau melanjutkan talak yang telah
dilakukan.
2. Bagi istri mempunyai kesempatan saat untuk
mengetahui keadaan sebenarnya yaitu sedang hamil atau tidak sedang hamil.
3.. Sebagai masa transisi.
Menurut
KH. Azhar Basyir, MA. iddah diadakan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Untuk menunjukkan betapa pentingnya masalah
perkawinan dalam ajaran Islam.
2. Peristiwa perkawinan yang demikian penting
dalam hidup manusia itu harus diusahakan agar kekal.
3. Dalam perceraian karena ditinggal mati, iddah
diadakan untuk menunjukkan rasa berkabung atas kematian suami bersama-sama
keluarga suami.
4. Bagi perceraian yang terjadi antara suami
istri yang pernah melakukan hubungan kelamin, iddah diadakan untuk meyakinkan
kekosongan rahim.”
C.
Hikmah Iddah
Sebagai
peraturan yang dibuat oleh Yang Maha Mengetahui, aturan tetntang ‘iddah
pastimempunyai rahasia serta manfaat tersendiri.Kadang kala manfaat itu dapat
langsung kita rasakan, namun acapkali baru kita rasakan setelah kejadian lama
berlalu. Al-Jurjawy mengatakan sebagai berikut:
1. Kita dapat mengetahui kebersihan rahim si
wanita yang telah ditalak atau karena kematian suami. Kalau tidak ada syari’at
tentang ‘iddah, si wanita dapat langsung menikah dengan laki-laki lain,
sehingga terjadi percampuran keturunan dan menghasilkan generasi yang samar.
Tujuan dharury Hukum Islam yitu hifdzun nasli atau memelihara keturunan tidak
akan tercapai.
2. Memperpanjang masa kembali bagi suami
pertama (untuk meruju’ mantan istri) dalam kasus talak raj’i. Menurut penulis
inilah yang menjadi yang menjadi esensi dari syari’ tentang ‘iddah ini, yaitu
dalam upaya menyelamatkan institusi perkawinan dari kehancuran yang lebih
fatal. Nasa tenggang waktu yang relative lama hendaknya dipergunakan untuk
instrokpeksi diri, menyadari kekeliruan, memaafkan kesalahan istri atau
suaminya dan harapan bersatuya mereka kembali melalui ruju’, menyambung kembali
silaturrahmi yang nyaris putus.
3. Masa berkabung bagi istri yang ditinggal
mati suami dan digunakan untuk sedikit mengenang kembali kenangan lama dengan
suaminya. Sangat tidak etis, seandainya sang istri dengan cepat melangsungkan
perkawinan dengan laki-laki lain, sementara sang suami baru saja meninggalkan
dirinya. Oleh karena itu, ‘iddah bagi wanita yang ditinggal suami adalah masa
berkabung.
4. Sutu masa yang harus dipergunakanan oleh
calon terutama suami yang akan menikahinya, untuk tidak cepat-cepat masuk ke
dalam kehidupan si wanita yang baru dicerai mantan suaminya. Ada kemungkinan si
wanita masih memiliki persoalan, mungkin masalah harta atau yang lainnya.
Biarkan mereka selesaikan pada masa ‘iddahnya sampai semua persoalan dengan
mantan suaminya telah selesai.
Seandainya kita (suami kedua) masuk disaat persoalan dengan suami
pertama belum selesai, hal itu dapat merunyamkan keadaan. Bahkan, mungkin terjadi
suami pertama tadi – karena cemburu – akan cepat meruju’nya kembali
walaupun itu hanya sekedar kesesalan
akibat ulah calon si suami kedua yang nekat dan terburu-buru tadi.
5. Iddah
sebagai ta’abbudi kepada Allah. Pelaksanaan beriddah juga merupakan gambaran
tingkat ketaatan makhluk kepada aturan Khaliknya yakni Allah. Terhadap
aturan-aturan Allah itu, merupakan kewajiban bagi wanita muslim untuk
mentaatinya. Apabila wanita muslim yang bercerai dari suaminya, apakah karena
cerai hidup atau mati. Disana ada tenggang waktu yang harus dilalui sebelum
menikah lagi dengan laki-laki lain. Kemauan untuk mentaati aturan beriddah
inilah yang merupakan gambaran ketaatan, dan kemauan untuk taat itulah yang
didalamnya terkandung nilai ta’abbudi itu. Pelaksanaan nilai ta’abbudi ini
selain akan mendapatkan manfaat beriddah sebagaimana digambarkan diatas, juga
akan bernilai pahala apabila ditaati dan berdosa bila dilangar dari Allah SWT.
6. Menjunjung
tinggi masalah perkawinan yaitu agar dapat menghimpunkan orang-orang yang arif
mengkaji masalahnya dan memberikan tempo berpikir panjang. Jika tidak diberikan
kesempatan demikian, maka tak ubahnya seperti anak-anak kecil bermain, sebentar
disusun, sebentar lagi dirusaknya.
D. Hak dan Kewajiban Suami Istri pada
Masa Iddah
1. Para fuqoha sepakat bahwa istri yang
berdara pada talak raj’i mempunyai hak nafkah dan tempat tinggal. Hak yang sama
juga diberikan kepada wanita yang hamil sampai melahirkan. Ketentuan ini
didasarkan Firman Allah SWT :[7]
اَسْكِنوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ
وَلاَتُضَاْرُوْهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ وَاِنْ كُنَّ اُولتِ حَملٍ
فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ
Artinya
:“Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut
kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan hati
mereka. Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu hamil, maka
berikanlah mereka nafkah hingga mereka melahirkan kendungan”
2. Bagi istri yang ditalak ba’in, terjadi
perbedaan pendapat. Sebagian mengharuskan nafkah dan tempat tinggal, sebagian
lagi meniadakan semua pemberian tersebut dan sebagian lainnya hanya memberikan
tempat tinggal saja tanpa nafkah. Mereka yang meniadakan nafkah dan tempat
tinggal bagi tertalak ba’in mendasar pendapatnya pada hadis dari Ibnu Abbas dan
Ali r.a sebagai berikut :
اِنَّمَا السُّكْنَى وَالنَّفَقَةُ لِمَنْ لِزَوْجِهَا
عَلَيْهَا الرَّجْعَةُ
Artinya
:“Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda ‘Sesungguhnya tempat tinggal dan nafkah
hanya bagi wanita yang ditalak raj’I’”
Mereka
yang memberikan tempat tinggal saha mendasarkan pendapatnya pada hadis Fatimah
yang diriwayatkan Imam Malik dalam Muwaththa :
لَيْسَ لَكِ عَلَيْهَا نَفَقَةٌ
Artinya : “Berkata
Rasulullah SAW, ‘ Tidak ada bagimu atasnya nafkah’
Dalam
hadist tersebut tidak disebutkan mengenai tempat tinggal.Mereka berpendapat
dengan tidak disebutnya berarti tempat tinggal tetap diberikan kepada mereka.Adapun
bagi mereka yang mewajibkan keduanya beralasan keumuman
3. Perempuan dalam iddah wafat, mereka tidak
mempunyai hak sama sekali meskipun ia mengandung, karna ia dan anak yang berada
dalam kandungannya telah mendapat pusaka dari suaminya yang meninggal dunia
itu. Seperti Sabda Rasulillah Saw:
“
Janda hamil yang kematian suaminya tidak berhak mendapat nafkah.”
(
Riwayat Daruqutni)
Polemik
para ulama bahwa kewajiban suami meberikan tempat tinggal dan nafkah bagi istri
yang ditalak, terutama yang ditalak raj’I disebabkan pada waktu ‘iddah istri
tersebut tidak menerima dari orang lain, apalagi paitu tidak boleh dipinang
orang lain sebab hak suami masih melekat pada kasus talak raj’i. Seperti kita
ketahui, wanita dalam talak raj’i itu tidak boleh dipinang orang lain sebab hak
suami masih melekat pada wanita tersebut. Karena itu, si istri tidak akan
menerima sesuatu, kecuali dari mantan suaminya. Hak yang dia miliki yang
melekat pada mantan suami dan pada saat yang sama menjadi .kewajiban istri
untuk menaati hak suami yang masih melekat pada dirinya. Dia harus menyadari
bahwa mantan suaminya dalam kasus talak raj’i mempunyai hak kembali kepadanya,
yang tidak dipunyai orang lain.
E.Larangan
Bagi Wanita Yang Menjalani Iddah
Di
antara yang tidak boleh dilakukan oleh wanita yang sedang ber`iddah adalah:
1. Tidak boleh menerima khitbah (lamaran) dari
laki-laki lain kecuali dalam bentuk sindiran.
2. Tidak boleh menikah.
3. Tidak boleh keluar rumah.
4. Tidak Berhias (Al-Hidad/Al-Ihtidad).
Seorang
wanita yang sedang dalam masa iddah dilarang untuk berhias atau
bercantik-cantik. Dan di antara kategori berhias itu antara lain adalah:
· Menggunakan alat perhiasan seperti emas,
perak atau sutera.
· Menggunakan parfum atau wewangian.
· Menggunakan
celak mata, kecuali ada sebagian ulama yang membolehkannya memakai untuk malam
hari karena darurat.
· Memakai pewarna kuku seperti pacar kuku
(hinna‘) dan bentuk-bentuk pewarna lainnya.
· Memakai
pakaian yang berparfum atau dicelup dengan warna-warna seperti merah dan
kuning.
Di
dalam kitab Fiqhus-Sunnah, As-Sayyid Sabiq mengatakan:“Isteri yang sedang
menjalani masa ‘iddah berkewajiban untuk menetap di rumahyang ia dahulu tinggal
bersama sang suami, hingga selesai masa ‘iddahnya. Dan tidak diperbolehkan
baginya keluar dan rumah tensebut.Sedangkan suaminya juga tidak diperbolehkan
untuk mengeluarkannya dari rumahnya.Seandainya terjadi perceraian di antara
mereka berdua, sedang isterlnya tidak berada di rumah di mana mereka berdua
menjalani kehidupan rumah tangga, maka si isteri wajib kembali kepada suaminya
untuk sekedar suaminya mengetahuinya di mana ia berada.” Sebagaimana disebutkan di dalam firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala pada surat Ath-Thalaq ayat pertama. Apabila isteri yang
dithalak itu melakukan perbuatan keji secara terang- terangan memperlihatkan
sesuatu yang tidak baik bagi keluarga suaminya, maka dibolehkan bagi suami
untuk mengusirnya dari rumah tersebut, demikian menurut Ibnu Abbas. Pendapat Sayyid Sabiq di atas juga ditentang
oleh Aisyah Radhiyallahu Anha, Ibnu Abbas, Jabir bin Zaid, Hasan, Atha’, dan
diriwayatkan dan Ali dan Jabir; di mana Aisyah sendiri pernah mengeluarkan
fatwa kepada isteri yang ditinggal mati suaminya untuk keluar dan rumah pada
saat menjalani masa ‘iddahnya. Lalu isteri tersebut keluar rumah bersama dengan
saudara perempuannya, Ummu Kultsum berangkat ke Makkah untuk menjalankan ibadah
umrah, yaitu ketika Thalhah bin Ubaid terbunuh.
F.Hukum
Iddah
Perempuan
yang bercerai dari suaminya dalam bentuk apapun, cerai hidup atau mati, sedang
hamil atau tidak, masih berhaid atau tidak, hukumnya wajib menjalani masa iddah
itu, sesuai dengan firman allah swt. :[8]
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ
ثَلاثَةَ قُرُوءٍ وَلا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِي
أَرْحَامِهِنَّ
Artinya
: “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru.
Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya.”
Diantara
hadis nabi yang menyuruh menjalani masa iddah tersebut adalah apa yang
disampaikan oleh aisyah menurut riwayah ibnu majah dengan sanad yang kuat yang
artinya : “nabi saw. Menyuruh baurairah untuk beriddah selama tiga kali
haid.Dari ijma’ para ulamak juga sepakat wajibnya iddah sejak masa Rasulullah
saw. Ampai sekarang.
G. Simpulan
Iddah
ialah satu masa dimana perempuan yang
telah di ceraikan, baik cerai hidup maupun cerai mati, harus menunggu untuk
meyakinkan apakah rahimnya kosong atau berisi kandungan. Perempuan yang
bercerai dari suaminya, cerai hidup atau mati, sedang hamil atau tidak, masih
berhaid atau tidak, hukumnya wajib menjalani masa iddah itu. Iddah terdiri dari
beberapa macam yaitu :
1. Iddah talak.
2. Iddah hamil.
3. Iddah wafat.
4. Iddah wanita yang kehilangan suaminya.
5. Iddah perempuan yang di-Ila’.
Adapun
Hikmah Iddah antara lain :
1. Kita dapat mengetahui kebersihan rahim si
wanita yang telah ditalak atau karena kematian suami.
2. Memperpanjang masa kembali bagi suami
pertama (untuk meruju’ mantan istri) dalam kasus talak raj’i
3. Masa berkabung bagi istri yang ditinggal
mati suami dan digunakan untuk sedikit mengenang kembali kenangan lama dengan
suaminya
4. Sutu masa yang harus dipergunakanan oleh
calon terutama suami yang akan menikahinya, untuk tidak cepat-cepat masuk ke
dalam kehidupan si wanita yang baru dicerai mantan suaminya.
5. Iddah sebagai ta’abbudi kepada Allah
6. Menjunjung tinggi masalah perkawinan yaitu
agar dapat menghimpunkan orang-orang yang arif mengkaji masalahnya dan
memberikan tempo berpikir panjang.
Hak
dan kewajiban suami istri pada masa Iddah
1. Para fuqoha sepakat bahwa istri yang
berdara pada talak raj’i mempunyai hak
nafkah dan tempat tinggal.
2. Bagi istri yang ditalak ba’in, terjadi
perbedaan pendapat. Sebagian mengharuskan nafkah dan tempat tinggal, sebagian
lagi meniadakan semua pemberian tersebut dan sebagian lainnya hanya memberikan
tempat tinggal saja tanpa nafkah.
3. Perempuan dalam iddah wafat, mereka tidak
mempunyai hak sama sekali meskipun ia mengandung.
Di
antara yang tidak boleh dilakukan oleh wanita yang sedang ber`iddah adalah:
1. Tidak boleh menerima khitbah (lamaran) dari
laki-laki lain kecuali dalam bentuk sindiran.
2. Tidak boleh menikah
3. Tidak boleh keluar rumah
4. Tidak Berhias (Al-Hidad/Al-Ihtidad)
Deskripsi
Masalah
A.
‘Iddah
Dalam islam, ihdad (‘Iddah )hanya berlaku dan diwajibkan
bagi istri sahaja sedangkan suami tidak, Karena kodratnya seorang perempuan
dalam pandangan agama adalah makhluk yang kurang akal dan lemah dalam berfikir
sehingga dalam situasi tertentu dia tidak bisa bersabar dengan keadaan yang
ada.
a). Surat
Al-Baqarah:[9]
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ
بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ ۚ وَلَا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا
خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الْآخِرِ ۚ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَٰلِكَ إِنْ أَرَادُوا
إِصْلَاحًا ۚ وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ
وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya:
“Wanita-wanita
yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh
mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka
beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya
dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para
wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang
ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada
isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. Surat Al-Baqarah 228
Hidup tak selamanya indah seperti yang diharapkan oleh
semua orang, cobaan menjadi bagian yang menghiasi hidup manusia di alam semesta
ini. Kematian atau perpisahan merupakan bagian yang menjadi proses kehidupan
yang harus dijalani oleh setiap orang, menjalani setiap garis takdir yang telah
ditetapkan jauh sebelum manusia lahir ke dunia, Meski meninggalkan luka dan
kesedihan yang mendalam bagi yang ditinggalkan,. Dalam tatanan hukum islam,
menjadi sebuah keharusan yang tidak boleh tidak untuk dijalani oleh seorang
istri yaitu ihdad ( masa berkabung ) selama masa iddah terhadap suaminya yang
meninggal atau berpisah. Iddah adalah keadaan seorang istri untuk mencegah
dirinya daripada berhias selama masa iddah. Memakai pakaian yang dicelup warna
yang dimaksudkan untuk perhiasan, menggunakan wewangian dan segala unsur
mempercantik diri dan juga keluar rumah tanpa ada kebutuhan menjadi patokan
hukum yang wajib dihindari oleh seorang istri. Dan boleh baginya untuk
melakukan ihdad terhadap kerabat/saudaranya yang meninggal atau bahkan ajnabi (
seperti meninggal ulama dan ahli ilmu ) dengan catatan tidak lebih dari tiga
hari.
b). Mughni muhtaj
maktabah syamela[10]
تنبيه كلام المصنف يفهم أن الرجل
ليس له الإحداد على قريبه ثلاثة أيام وهو كذلك وما قاله الإمام من أن التحزن في
المدة لا يختص بالنساء منعه ابن الرفعة فإنه شرع للنساء لنقص عقلهن المقتضي عدم
الصبر مع أن الشارع أوجب على النساء الإحداد دون الرجال
c). Hasyiyah Bujairimi ‘ala Al Khatib[11]
فلو تركت ذلك بلا قصد لم تأثم وخرج بالمرأة الرجل فلا
يجوز له الإحداد على قريبه ثلاثة أيام لأن الإحداد إنما شرع للنساء لنقص عقلهن،
المقتضي عدم الصبر
B.
Iddah istri saat suami murtad pada masa iddah raj'iah
Bila seorang istri tengah menjalani iddah raj`iyah.
Kemudian suaminya murtad pada saat ia sedang menjalani masa iddah, maka Wanita
tersebut wajib menjalani iddah murtad (sama dengan iddah thalaq) mulai dari
masa murtad suami. Sedangkan sisa iddah pertamanya masuk dalam iddah riddah.
Sedangkan pada masalah rujuk, suami hanya dapat rujuk selama sang istri belum
melewati masa iddah pertama.Misalnya ia baru menjalani iddah dua kali suci,
lantas suaminya murtad, maka semenjak itu ia harus menjalani masa iddah riddah.
Ketika masa sucinya yang ketiga (suci pertama untuk iddah riddah) telah berlalu
maka sang suami tidak boleh untuk rujuk kembali.
a). Hasyiah Asy
Syarqawy `ala Tahrir jilid dua[12]
العدة)...(اما لفرقة حياة) بطلاق او غيره
كفسخ بنحو عيب او انفساخ بنحو لعان كرضاع وردة لأنه فى
معنى الطلاق المنصوص عليه اهــ افاده م ر.
b). Di dalam Fathul Mu`in jilid empat[13]
تتمة) لو اجمتع عدتا شخص على امرأة بأن وطىء مطلقته
الرجعية مطلقا أو البائن بشبهة تكفي عدة أخيرة منهما فتعتد هي من فراغ الوطء
وتندرج فيها بقية الأولى فإن كرر الوطء استأنفت أيضا لكن لا رجعة حيث لم يبق من
الأولى بقية
( قوله لكن لا رجعة الخ ) استدراك من اندراج بقية الأولى
في عدة الثانية
وقوله حيث لم
يبق من الأولى أي عدة لطلاق الرجعي وذلك كأن وطئها بشبهة بعد قرءين من عدة الطلاق
ولم
D. Dalam pedoman perkawinan, disebutkan bahwa
hikmah iddah adalah:
a). Iddah adalah masa
berfikir kembali lagi atau berpisah
b). Waktu iddah baik bagi
pihak ketiga untuk usaha merujuk kembali
c). Masa penyelesaian segala
masalah bila masih ada masalah dan akan tetap berpisah
d). Masa pealihan untuk
menentukan hidup baru
e). Sebagai waktu berkabung
bila suaminya meninggal dunia
f). Masa untuk menentukan
kosong tidaknya istri dari suami
g). Sebagai hokum ta'abudy.
E. Rujuk Dan Pengertian Rujuk
Rujuk artinya kembali. Menurut syara' adalah kembalinya seorang suami
kepada mantan istrinya dengan perkawinan dalam masa iddah sesudah talak raj'i.[14]
....وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا
إِصْلَاحًا.....
Artinya:
"Dan
suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para
suami) itu menghendaki islah."
Bila seseorang telah
menceraikan istrinya, maka ia dibolehkan bahkan dianjurkan untuk rujuk kembali
dengan syarat bila keduanya betul-betul hendak kembali (islah). Dengan arti
bahwa mereka benar-benar sama-sama saling mengerti dan penuh rasa tanggung
jawab antara satu dengan yang lainnya. Akan tetapi, bila suami mempergunakan
kesempatan rujuk itu bukan untuk berbuat islah, bahkan sebaliknya untuk
mengniaya tanpa memberi nafkah, atau semata-mata untuk menahan istri agar
jangan menikah dengan orang lain, dan sebagainya. Maka suami tidak berhak untuk
merujuk istrinya itu, malah haram hukumnya.
F.
Macam Rujuk
Mengenai macamnya
rujuk, hanya dapat dilakukan dalam talak yang raj'i selama istri masih dalam
masa iddah. Nabi Muhammad SAW. Bersabda:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِىَ اللّهُ عَنْهُمَا
لَمَّاسَأَلَهُ سَائِلٌ قَالَ: اَمَا اَنْتَ طَلَقْتَ اِمْرَاَتَكَ مَرَّةً اَوْمَرَّتَيْنِ
فَاِنَّ رَسُوْلَ اللّهِ اَمَرَنِى اَنْ اُرَجِعُهَا: رواه مسلم
Artinya:
Dari Ibnu Umar r.a
waktu itu ia ditanya oleh seseorang, ia berkata,"Adapun engkau yang telah
mencerikan istri baru sekali atau dua kali, maka sesungguhnya Rasulullah SAW.
telah menyuruhku merujuk istriku kembali."(HR.Muslim)
Firman Allah SWT:
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ
أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ سَرِّحُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ....
Artinya:
"Apabila kamu
menalak istri-istrimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujuklah
mereka dengan cara yang baik, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf
pula."(Q.S. Al-Baqarah:231)[15]
G.
Syarat dan Rukun Rujuk
Syarat-syarat yang
harus dipenuhi, antara lain:
a). Saksi untuk rujuk
b). Rujuk dengan kata-kata atau penggaulan
istri
c). Kedua belah pihak yakin dapat hidup
bersama kembali dengan baik
d). Istri telah di campuri
e). Istri baru dicerai dua kali
f). Istri yang di cerai dalam masa iddah
raj'i
H. Rukun
rujuk antara lain:
a. Ada suami yang merujuk atau wakilnya
b. Ada istri yang dirujuk dan sudah
dicampurinya
c. Kedua belah pihak (suami dan istri)
sama-sama suka
d. Dengan pernyataan ijab qabul,seperti
mengucapkan kata-kata rujuk misalnya:"aku rujuk engkau pada hari
ini". Atau: "telah ku rujuk istriku yang bernama si pulan pada hari
ini".dan sebagainya.
I.Saran
Harapan kami semoga dengan selesainya
Pembahasan tiga topic dalam ujian pertengan smester ini dapat memenuhi
kebutuhan materi bacaan, terutama bagi para mahasiswa syariah. Namun, tidak
menutup kemungkinan makalah ini bisa terselesaikan dengan sempurna, maka dari
itu kritik dan saran dari para pembaca kami harapkan terutama dari Bapak dosen
Pembimbing
Daftar pustaka
1. Abdurrahman I Doi.Perkawinan dalam
Syari’at Islam. Jakarta: Renika Cipta. cet. I. 1992.
2.
Abdul Fatah, Abd. Ahmadi. Fiqh
Islam Lengkap. Jakarta: Rineka Cipta. 1994
3. Al Asqalani, Alhafidz Ibn Hajar. Bulughul
Maram. Semarang: Toha Putra. 1985.
4. Azhar Basyir. Hukum Perkawinan
Islam. Yogyakarta: UII Press. cet. 19. 1999.
5. Nasa’iy, Abu Abdur Rahman Ahmad An. Sunan
An Nasa’iy. Semarang: CV. Asy Syifa’. 1992
6. Hakim, Drs. H. Rahmat. 2000. Hukum
Perkawinan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.
7. Thalib, Sayuti. 1986. Hukum Kekeluargaan
Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).
8. Mardiana. 2011. Makalah iddah.
9. Hasanah, Mauizatul. 2013. Makalah tentang
iddah.
[1]Abdurrahman I Doi.Perkawinan dalam Syari’at Islam.
Jakarta: Renika Cipta. cet. I. 1992
[3].Tafsir Web.Com Q.S. Al-Baqoroh 2
: 234
[5] Tafsir Qurtuby Q.S. Al-Baqarah:
234)
[6] Hadits .Riwayat
Malik
[7] Qtafsir web.com
.QS Ath-Thalaq : 6)
\[9]
TafsirQ.com adalah sebuah search engine khusus tafsir Al-Quran dan Hadits, untuk
memudahkan umat islam mencari dan memahami tafsir ayat-ayat Al-Qur'an dan
Hadits. Hal, 228
[11] Di dalam
Hasyiyah Bujairimi ‘ala Al Khatib Juz 4 Hal 60
[13] Fathul Mu`in jilid 4, hal 53,
cet: Haramain
[14].TafsirQ.com
adalah sebuah search engine
khusus tafsir Al-Quran dan Hadits, untuk memudahkan umat islam mencari dan
memahami tafsir ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits. Hal, 228
Komentar