journal
Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial
Politik, 2 (2)
(2016):
141-150
Jurnal Ilmu Pemerintahan dan
Sosial Politik UMA
Faktor-faktor yang Mengakibatkan Perceraian dalam Perkawinan
Review journal dengan
judul
TENTANG PERCERAIAN
Oleh ; ABDILLAH
NIM:201854057
PENDAHULUAN
Setiap manusia yang hidup bersama dalam suatu ikatan perkawinan pasti
mendambakan agar keluarga yang
dibinanya dapat berjalan secara harmonis dan selalu diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hal senada
sebagaimana
ditegaskan Sulistyo,[1] dalam Undang-Undang No.1 Tahun
1974, bahwa:
“Perkawinan ialah
ikatan lahir
bathin antara
seorang pria
dan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.” Dalam
mencapai keluarga yang
bahagia
ditempuh upaya
menurut
kemampuan masing-masing keluarga.
Namun demikian, banyak
juga keluarga yang gagal dalam mengupayakan
keharmonisannya, impian buruk
akan terjadi yaitu
timbulnya suatu benturan “perceraian”
yang tidak pernah
mereka harapkan.
Dampak
perceraian mengakibatkan timbul berbagai
masalah antara lain
pecahnya
keluarga tersebut
dari ikatan tali
perkawinan,
hubungan kekeluargaan menjadi renggang
dan
dampak yang paling berat yang nyata akan dialami
oleh
anak yang merupakan buah
hati
dari perkawinan itu sendiri. Hal senada sebagaimana
dikemukakan Rukmana
:[2]
PEMBAHASAN
Setiap
pasangan
menginginkan keutuhan dalam membangun
rumah tangga. Namun
realitas menunjukkan angka
perceraian kian meningkat. Adanya tekanan sosial di masyarakat (social
pressure) bahwa bercerai bukan merupakan hal yang
tabu atau aib di masyarakat, bercerai
sudah
menjadi halyang biasa. Kamus Bahasa Indonesia,
(2000:435)[3], menjelaskan hakikat dari
perceraian adalah
sebagai berikut: Perceraian adalah berakhirnya
suatu
pernikahan. Saat kedua pasangan tak inginmelanjutkan kehidupan
pernikahannya,
mereka bisa
meminta pemerintah untuk dipisahkan. Selama perceraian, pasangan
tersebut harus memutuskan bagaimana
membagi harta mereka yang diperoleh selama
pernikahan (seperti rumah, mobil, perabotan atau kontrak),
dan
bagaimana mereka menerima biaya dan kewajiban
merawat anak-anak mereka. Banyak negara yang memiliki
hukum dan aturan tentang
perceraian, dan
pasangan itu dapat
diminta maju
ke pengadilan. Subekti (1998: 43) memberikan
batasan tentang perceraian yakni “Penghapusan
perkawinan
dengan putusan hakim, atas tuntutan salah
satu pihak dalam perkawinan itu.” Razak (2001:34) mengatakan bahwa perceraian adalah “putusnya hubungan perkawinan”. Sedangkan
dalam
UU No.
1
Tahun1974, ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan perceraian adalah: "Terlepasnya
ikatan perkawinan antara
kedua
belah pihak, setelah putusan pengadilan
mempunyai
kekuatan hukum yang tetap
berlaku sejak
berlangsungnya perkawinan".Masalah perceraian dalam Undang-
Undang No.
1
Thn 1974, diatur dalam
pasal-pasal berikut: Pasal 38
bahwa Perkawinan dapat putus karena:
Kematian; Perceraian; Atas putusan pengadilan. Pasal39,
Perceraian
hanya dapat
dilakukan
didepan sidang pengadilan yang bersangkutan berusaha
dan
tidak berhasil
mendamaikan
kedua belah pihak; Untuk melakukan perceraian harus
ada alasan, bahwa antara
suami/istri itu tidak dapat
hidup rukun sebagai suami istri;
Tata cara perceraian di
depan sidang pengadilan di
atur dalam
peraturan
perundang-
undangan sendiri; Pasal
40,
Gugatan perceraian diajukan kepada
pengadilan; Tata cara mengajukan gugatan
tersebut
pada
ayat (1) Pasal ini diatur dalam
perundang-undangan tersendiri. Dari pendapat
di atas dapatlah
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perceraian adalah
putusnya ikatan perkawinan
KESIMPULAN
Kesimpulan
Dari
apa yang sudah penulis coba
uraikan
diatas bahwa
jurnal ini baik dan bagus untuk di kaji , maka pada
kesimpulan yang
intinya sebagai berikut : Manusia sebagai individu bebas dalam tatanan
sosialnya, tetapi juga diatur oleh simbol-simbol meskipun ia bebas dalam menggunakan simbol-simbol tersebut; Keluarga adalah seni, dimana
masing-masing aktomya harus mampu
melaksanakan peranannya sebaik mungkin ; Stigma adalah
merupakan salah
satu
penyebab terjadinya perubahan
atau bahkan menjadi penyebab hancumya/gagalnya suatu skenario. Di dalam
kasus ini, stigma
berwujud penyimpangan prilaku sex
yang dilakukan oleh
suami
menyebabkan gagalnya peran yang dilakukan oleh si suami Faktor
usia
muda sangat menentukan dalam hidup
berumah tangga,
ketika
menemukan
problema dalam
rumah tangga,
mereka tidak
mampu
mengatasinya, sehingga solusi
tercepat
dan dianggap dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi adalah dengan mengakhiri perkawinan.
Faktor ekonomi,
yang menyebabkan sering timbul pertengkaran di
rumah
tangga. Masalah ekonomi adalah masalah
yang kompleks pada saat
sekarang ini,
karena kebutuhan terus meningkat dan
penghasilan sedikit, sedangkan
penghasilan hanya
pas-pasan, sering menjadi pemicu perceraian dalam rumah tangga. Faktor
belum memiliki keturunan. Salah satu
penyebab
terjadinya perceraian di Desa Harapan karena pasangan suami istri belum memiliki
keturunan. Memiliki
keturunan merupakan
dambaan setiap pasangan suami
istri, karena
rumah tangga serasa sudah lengkap
dengan hadirnya anak. Anak bisa
menjadi pengobat hati.
Pertengkaran sering
disebabkan
karena pasangan belum memiliki keturunan,
mereka
sering kali saling
tuduh bahwa
salah satunya mandul tidak bisa
mendapatkan anak. Jika
pertengkaran ini sering terjadi, yang paling
sering kena
dampaknya adalah sang
istri, yang selalu dituduh tidak mampu memberi keturunan.
Faktor
suami sering berlaku
kasar
menjadi penyebab terjadinya perceraian di Desa Harapan. Akibat yang Terjadi
dari Perceraian di
Desa Harapan Kecamatan Tanah
Pinem Kabupaten Dairi
adalah hilangnya
kasih
sayang anak
dan renggangnya
hubungan
keluarga antara
pihak
istri dan suami.
Sulistyo (1998:13), DAFTAR PUSTAKA
Agoes, A.Y. 1996. Masalah-Masalah Dalam Perkawinan dan Keluarga Dalam apa dan Bagaimana
Mengatasi Problema
Keluarga. Jakarta: Pustaka Antara
Ali, M. 1982. Penelitian Pendidikan Prosedur
dan Strategi. Bandung: Angkasa
Arikunto, S. 1996. Prosedur Penelitian.
Jakarta: Rineka Cipta
Aznin, A.
1995. Kesehatan Dalam
Keluarga:
Dalam
Nasehat Perkawinan dan
Keluarga. Yogyakarta: Kanisius
Cark,
P.J., 1991. Wanita
dan
Keluarga.
Kepenuhan Jati Diri Dalam Perkawinan dan Keluarga. Yogyakarta: Kanisius
Daradjat, Z. 1991. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang
…
Sumardi, M. 1985. Kemiskinan dan Kebutuhan
Pokok. Jakarta: Rajawali
Undang-Undang Perkawinan. UU No. I Tahun
1974. Surabaya: Tinta Mas
Undang-Undang Perkawinan. PP No.9 Tahun
1975. Surabaya: Tinta Mas
Waskita.
Yulius. 1989. Membina Rumah
Tangga Bahagia. Jakarta: Bina Aksara
Burgerlijk, W. 1992. Kitab-Kitab Undang- Undang
Hukum Perdata.
Jakarta: Pradnya Paramita
Zuhdi, M. 1994. Masail Fiqhiyah. Jakarta. Haji
Masagung.
Komentar