filsafat dan tujuan hukum islam
MAKALAH
FALSAFAT DAN TUJUAN HUKUM ISLAM, ASAS
DAN PRINSIP PENERAPAN HUKUM ISLAM
Melengkapi tugas Mata Kuliah
Pranata Hukum Islam
Oleh
Abdillah
NPM:
2018540573
Pembimbing
:
Dr.Sapriadi.,M.A
Institut Agama Islam
Negeri (IAIN)
Pascasarjana,
Lhokseumawe
Periode
2017-2018
KATA PENGANTAR
Untaian kata terindah adalah kata
mutiara yang terangkai dalam kata Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah SWT,
yang maha pemberi hidayah, petunjuk, dan pertolongan kepada siapa pun hambanya
yang dikehendaki. Dan telah menjadikan kita sebagai kholifahnya dengan menjadi
lebih bermanfaat dari yang lain. Sungguh besar rahmatMu ya Allah, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah ”Pranata Hukum Islam”
Shalawat serta salam semoga tetap
terlimpahkan kepada baginda Rasullah SAW sebanyak daun yang berguguran dan
sebanyak tetesan embun di pagi hari. Sanjungan hanya milik suri tauladan
terbaik umat sebanyak butiran pasir dibibir pantainya. Semoga kelak kita dapat
memperoleh syafaatnya saat dahaga tak tertahankan lagi di hamparan padang yang
luas. Besar harapan kami semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan
dapat menjadi sebuah pengetahuan baru bagi kita. Amin Ya Rabbal A’lamin
i
DAFTAR
ISI
KATAPENGANTAR………………………………………………........................i
DAFTARISI……………………………………………………..............................ii
A.. PENDAHULUAN..........................................................................................1
B. RumusanMasalah...………………………………………..………………....2
C. Tujuan
dan mamfaat Tulisan………………………………………………....2
BAB II........................................................................................................................3
A.Pengertian
Filsafat Hukum………………………………………….….......3
1.Fengertian
Filsafat………………………………………………………..……...3
2.Pengertian Hukum………………………………………………………….…...4
3.Pengertian Islam…………………………………………………………….…..4
4.pengertian Filsafat Hukum
Islam………………………………………....….....4
B.Objek Kajian Filsafat Hukum Islam…………………………...……….....5
1. Tentang Pembuat Hukum
Islam……………………………………..…….….5
2.Tentang
sumber ajaran hukum Islam………………………………..……..…,5
3. Tentang
orang yang menjadi subjek atau objek……………………..……......5
.
4. Tentang Tujuan Hukum Islam
sebagai landasan……………………………....4
5.
Tentang metode yang digunakan para ulama……………………………….....6
C.Mamfaat Kajian Filsafat Hukum Islam…………………………..……....6
1.
Menjadi tahu mengenai pengertian tentang filsafat hukum islam………........6
2.
Menjadikan filsafat sebagai pendekatan dalam menggali hakikat……......….6
3.
Dapat membedakan kajian ushul fiqih dengan filsafat………………......…..6
4.
Mendudukan filsafat hukum islam…………………………………….....…..6
5.
Menemukan rahasia-rahaisa syariat diluar maksud lahiriahnya………......…7
6.
Memahami ilat hukum sebagai bagian dari pendekatan analitis………..........7
7.
Membantu mengenali unsur-unsur yang mesti dipertahankan…………........7
D.Prinsip-prinsip Hukum
Islam........................................................................7
1. Syari’at Islam adalah pedoman
hidup .........................................................7
2. Adapun Abu Zahrah mengemukakan pandangannya………......... 8
3. Hasbi Ash-Shiddiqie
mendefinisikan hukum secara lughawi……..8
E.Adapun prinsipprinsip khusus ialah.............................................................8
1.
Prinsip Tauhid………………………………………………………….…...…8
2.
Prinsip Keadilan……………………………………………………….……....9
3. Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar…………………………………..…...12
4. Prin5. Prinsip
Persamaan/Egalite………………………………………….....13
5.
Prisip Kebebasan/Kemerdekaan…………………………………………..….13
6.
Prinsip At-Ta‟awun…………………………………………………….…..…13
7.
Prinsip Toleransi………………………………………………………….…...14
F.Asasasashukum islam..................................................................................14
1. Asas Nafyul Haraji yang berarti
meniadakan kepicikan............................14
2. Asas Qillatu Taklif yang berarti
tidak membahayakan taklifi...................14
3. Asas Tadarruj (bertahap)…………………………………………...…….14
4. Asas Kemaslahatan Manusia.....................................................................14
5. Asas Keadilan……....................................................................................15
6. Asas Menetapkan Hukum Berdasar Uruf……………………………......15
7. Asas Syara Menjadi Dzatiyah…………….……………………………...15
BAB
III PENUTUP................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................16
iii
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tidak sedikit orang yang merasa
kebingungan dan kejenuhan ketika berkutat dengan dunia filsafat. Banyak di antara mereka
yang beranggapan bahwa berpikir secara filosofis hanya buang-buang waktu saja
dan pasti berakhir dengan sia-sia. Sebenarnya, opini tersebut tidaklah salah
namun juga tidak sepenuhnya benar. Dikarenakan pendapat tersebut hanya bersifat
subjektif.
Bagi tiap individu yang terbiasa berpikir dengan filosofis, maka menjelajahi
segala fenomena alam ini dengan filsafat adalah yang mengasyikkan. Segala hal
dapat terurai penjelasannya dan dapat ditangkap secara logis oleh akal manusia.
Itu bagi para filsuf.
Adapun bagi orang yang gemar
mengutak-ngatik angka, maka matematika adalah pelajaran favoritnya padahal
mungkin momok bagi orang lain. Begitu pula seseorang yang diberi kelebihan
dalam menganalisa linguistic, maka menguasai berbagai macam bahasa dari
seantero dunia ini bukanlah hal yang sulit bagi dia.
Demikian uraian yang proporsional
untuk menghakimi ilmu filsafat agar dapat dipahami oleh seluruh kalangan.
Bagi para filsuf, segala sesuatu memiliki hakikat dan hakikat segala sesuatu
adalah sesuatu itu sendiri. Singkat bahasa, jika kita ingin mengetahui dan
mempelajari suato objek di alam semesta ini, maka cukup dengan menganalisa
objek tersebut dengan mengerahkan seluruh potensi akal kita dan hasil akhir
interpretasi tersebut merupakan kesimpulan yang dapat kita petik.
Berdasarkan latar balakang diatas,
penulis akan mengemas masalah ini dalam sebuah karya ilmiyah yang berjudul ”
Falsafah Dan Tujuan Hukum Islam, Asas Dan Prinsip
Penerapan Hukum Islam”
B. Rumusan
Masalah
a.
Apa pengertian Filsafat Hukum Islam
b.
Apa saja objek kajian Filsafat Hukum Islam
c.
Apa manfaat kajian Filsafat Hukum Islam
C.Tujuan
dan Manfaat Penulisan
1. Untuk
mengetahui apa pengertian Filsafat Hukum Islam
2. Untuk
mengetahui apa saja objek kajian Filsafat Hukum Islam
3. Untuk
mengetahui apa manfaat kajian Filsafat Hukum Islam
BAB.
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Filsafat Hukum Islam
Filsafat Hukum Islam terdiri atas 3 kata,
yaitu Filsafat, Hukum dan Islam. Masing-masing dari 3 kata tersebut memiliki
definisi tersendiri. Maka sebelum mengetahui pengertian Filsafat Hukum Islam,
mari kita ketahui terlebih dahulu masing-masing arti dari 3 kata tersebut.
1. Pengertian
Filsafat
Dalam
Dictionary of Philosophy, filsafat berasal dari dua kata, yakni philos dan sophi.
Philos artinya cinta, sedangkan Sophia artinya kebijaksanaan. Philosophy of
love as wisdom. Filsafat sebagai pemikiran mendalam melalui cinta dan
kebijaksanaan[[1]]
Juhaya S. Pradja mengatakan bahwa secara
terminologis [[2]] filsafat memiliki arti yang
bermacam-macam, sebanyak orang yang memberikan pengertian atau batasan. Beliau
memaparkan definisi filsafat sebagai berikut:
a. Menurut
Plato Filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang ada, ilmu yang berminat mencapai
kebenaran yang asli
[[3]]
b. Aristoteles
Filsafat adalah ilmu yang meliputi
kebenaran, yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu, metafisika, logika, etika,
ekonomi, politik, dan estetika
[[4]].
c. Al
Farabi ( wafat 950 M). Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud
yang bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.[[5]]
2. Pengertian Hukum
Tidak
ada pengertian yang sempurna mengenai hukum. Namun para pakar berusaha
memberikan jawaban yang mendekati kebenaran. Diantaranya: Sebagaimana yang
tertera dalam Oxford Englisd Dictionary: Hukum adalah Kumpulan aturan,
baik sebagai hasil pengundangan formal maupun dari kebiasaan, di mana suatu
Negara atau masyarakat tertentu mengaku terikat sebagai anggota atau subyeknya.
Hukum adalah peraturan-peraturan tentang perbuatan dan tingkah laku manusia di
dalam lalu lintas hidup.
3. Pengertian
Islam
Islam
secara etimologi (bahasa) berarti tunduk, patuh, atau berserah diri. Adapun
menurut syari’at (terminologi), apabila dimutlakkan berada pada dua pengertian:
Pertama:
Apabila disebutkan sendiri tanpa diiringi dengan kata iman, maka pengertian
Islam mencakup seluruh agama, baik ushul (pokok) maupun furu’ (cabang), juga
seluruh masalah ‘aqidah, ibadah, keyakinan, perkataan dan perbuatan
Kedua: Apabila kata Islam disebutkan
bersamaan dengan kata iman, maka yang dimaksud Islam adalah perkataan dan
amal-amal lahiriyah yang dengannya
terjaga diri dan harta-nya baik dia meyakini Islam atau tidak. Sedangkan
kata iman berkaitan dengan amal hati
4. Pengertian Filsafat hukum Islam
Hukum
islam adalah kajian filosofis tentang hakikat hukum Islam [[6]],
sumber asal-muasal hukum Islam dan prinsip penerapannya serta fungsi dan
manfaat hukum Islam bagi kehidupan masyarakat yang melaksanakannya.
Filsafat
hukum Islam pada dasrnya terdiri dari dua fasa yaitu filsafat dan hukum Islam.
Secara literal filsafat berasal dari kata Philo, philein yang artinya “cinta
(love)’ dan Sophia “kebijaksanaan (wisdom)”. Jadi philosophia secara etimologi
berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya.
Dalam khazanah ilmu, filsafat diartikan sebagai berfikir yang bebas, radikal
dan berada dalam dataran makna. Berfilsafat adalah berpikir radikal, radikal
artinya akar, sehingga berpikir radikal artinya sampai ke akar suatu masalah,
mendalam sampai ke akar-akarnya. Berfilsafat adalah berpikir dalam tahap makna,
ia mencari hakikat makna dari sesuatu atau keberadaan dan kehadiran makna dari
sesuatu. Sedangkan kata hukum Islam tidak ditemukan sama sekali di dalam
Al-Qur’an dan literatur hukum dalam Islam. Dalam Al-Qur’an yang ada hanya ada
kata syariah dan fiqh, hukum Allah dan yang seakar kata dengannya. Kata-kata hukum
Islam merupakan terjemahan dari term Islamic low dari literatur Barat. Hasbi
Asy Syiddiqy memberikan definisi hukum Islam dengan ‘koleksi daya upaya fuqaha
dalam menerapkan syariat Islam sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pengertian
hukum Islam dalam definisi ini mendekati kepada pemaknaan fiqh.[[7]]
B. Objek
Kajian Filsafat Hukum Islam
Objek Kajian Filsafat Hukum Islam ada
lima, yaitu:
1. Tentang
Pembuat Hukum Islam (al-Hakim) yakni Allah SWT. Yang telah menjadikan para nabi
dan Rosul terutama nabi terakhir Muhammad SAW yang menerima risalah-Nya berupa
sumber ajaran islam yang tertuang di dalam kitab suci al-Quran. Dan keberadaan
Muhammad SAW yang eksistensinya yang mungkin ada (mumkinah al-Maujudah)
2. Tentang sumber ajaran hukum Islam, berkaitan
dengan kalamullah yang tertulis atau quraniyah dan yang tidak tertulis berupa
semua karya cipta-Nya atau ayat-ayat Kauniyah.
3. Tentang
orang yang menjadi subjek atau objek dari kalam ilahi yakni orang Mukallaf,
yang diperintah atau dilarang atau memiliki
kebebasan memilih
4. Tentang
Tujuan Hukum Islam sebagai landasan amaliyah para mukallaf dan balasan-balasan
berupa pahala dari pembawa perintah.
5. Tentang
metode yang digunakan para ulama dalam mengeluarkan dalil-dalil dari sumber
ajaran hukum Islam, yakni al-Quran dan al-Hadits serta pendapat para sahabat
yang dijadikan acuan dalam pengamalan.
C. Manfaat
Kajian Filsafat Hukum Islam
Diantara manfaat memempelajari filsafat
hukum islam:
1. Menjadi tahu mengenai pengertian tentang
filsafat hukum islam dan kajiannya
2. Menjadikan filsafat sebagai pendekatan dalam
menggali hakikat, sumber dan tujuan hukum islam
3. Dapat membedakan kajian ushul fiqih dengan
filsafat terhadap hukum islam
4. Mendudukan filsafat hukum islam sebagai
salah satu bidang kajian yang penting dalam memahami sumber hukum islam yang
bersal dari wahyu maupun hasil ijtihad para ulama
5. Menemukan rahasia-rahaisa syariat diluar
maksud lahiriahnya
6. Memahami ilat hukum sebagai bagian dari
pendekatan analitis tentang berbagai hal yang membutuhkan jawaban hukumiyahnya
sehingga pelaksanaan hukum islam merupakan jawaban dari situasi dan kondisi
yang terus berubah dinamis
7. Membantu mengenali unsur-unsur yang mesti
dipertahankan sebagai kemapanan dan unsure-unsur
yang menerima perubahan sesuai dengan tuntunaan situasional lihat pula dalam
pengantar filsafat hukum, Muhammad radjab.[[8]].Menurut
Juhaya S. pradja. studi filsafat filsafalat hukum islam berguna untuk
menjadikan hukum islam sebagai [[9]]
Juhaya
S. pradja 1997:halaman 32 sumber hukum yang tidak kering bagi
perundang-undangan dunia.[10] Selain
itu, studi filsafat hukum islam akan memberikan landasan bagi politik hukum.
Maksudnya adalah penerapan hukum islam agar mencapai tujuannya yang paling
mendekati kemaslahatan umat manusia dan
menjauhkan dari kerusakan
D. Prinsip-prinsip
Hukum Islam
1. Syari’at Islam adalah pedoman hidup
yang ditetapkan Allah SWT untuk mengatur kehidupan manusia agar sesuai dengan
keinginan Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam kajian ilmu ushul fiqh, yang dimaksud
dengan hukum Islam ialah kitab (firman) Allah SWT yang berkaitan dengan
perbuatan mukallaf, atau dengan kata lain, hukum Islam ialah seperangkat aturan
yang ditetapkan secara langsung dan lugas oleh Allah atau ditetapkan
pokok-pokonya untuk mengatur hubungan antara manusia dan tuhannya, manusia
dengan sesamanya dan manusia dengan alam semesta. Sebagaimana hukum-hukum yang
lain, hukum Islam memiliki prinsip-prinsip dan asas-asas sebagai tiang pokok,
kuat atau lemahnya sebuah undang-undang, mudah atau sukarnya, ditolak atau
diterimanya oleh masyarakat, tergantung kepada asas dan tiang pokonya.
2. Adapun
Abu Zahrah mengemukakan pandangannya, bahwa hukum adalah ketetapan Allah yang
berhubungan dengan perbuatan orang-orang mukallaf baik berupa iqtida (tuntutan
perintah atau larangan), takhyir(pilihan) maupun berupa wadh’i (sebab akibat) .
Ketetapan Allah dimaksudkan pada sifat
yang telah diberikan oleh Allah terhadap sesuatu yang berhubungan dengan
perbuatan mukalaf. [[11]]
3. Hasbi Ash-Shiddiqie mendefinisikan hukum
secara lughawi adalah “menetapkan sesuatu atas sesuatu[12].
Adapun
Secara etimologi (tata bahasa) prinsip adalah dasar, permulaan, aturan pokok. Juhaya
S. Praja memberikan pengertian prinsip sebagai berikut: permulaan; tempat
pemberangkatan; Titik tolak; atau al-mabda.[[13]]
secara terminologi Prinsip adalah kebeneran universal yang inheren didalam
hukum Islam dan menjadi titik tolak pembinaannya; prinsip yang membentuk hukum
dan setiap cabang-cabangnya. Prinsip hukum Islam meliputi prinsip umum dan
prinsip umum ialah prinsip keseluruhan hukum Islam yang bersifat unuversal.
E.
Adapun prinsip-prinsip khusus Hukum ialah:
Prinsip-prinsip setiap
cabang hukum Islam Prinsip-prinsip hukum Islam menurut Juhaya S. Praja sebagai
berikut :[[14]]
1. Prinsip Tauhid
Tauhid adalah
prinsip umum hukum Islam. Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia ada
dibawah satu ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dalam
kalimat La’ilaha Illa Allah (Tidak ada tuhan selain Allah). Prinsip ini ditarik
dari firman Allah QS. Ali Imran Ayat 64. Berdasarkan atas prinsip tauhid ini,
maka pelaksanaan hukum Islam merupakan ibadah. Dalam arti perhambaan manusia
dan penyerahan dirinya kepada Allah sebagai manipestasikesyukuran kepada-Nya.
Dengan demikian tidak boleh terjadi setiap mentuhankan sesama manusia dan atau
sesama makhluk lainnya. Pelaksanaan hukum Islam adalah ibadah dan penyerahan
diri manusia kepada keseluruhan kehendak-Nya. Prinsip tauhid inipun menghendaki
dan memposisikan untuk menetapkan hukum sesuai dengan apa yang diturunkan Allah
(Al-Qur’an dan As-Sunah). Barang siapa yang tidak menghukumi dengan hukum
Allah, maka orang tersebut dapat dikateegorikan kedalam kelompok orang-orang
yang kafir, dzalim dan fasiq (Q.S. ke 5 Al-Maidah : 44, 45 dan 47). Dari prinsip
umum tauhid ini, maka lahirlah prinsip khusus yang merupakan kelanjutan dari
prinsip tauhid ini, umpamanya yang berlaku dalam fiqih ibadah sebagai berikut :
a.
Prinsip Pertama : Berhubungan langsung
dengan Allah tanpa perantara, artinya
bahwa tak seorang pun manusia dapat menjadikan dirinya sebagai zat yang
wajib di sembah.
b. Prinsip Kedua : Beban hukum (takli’f)
ditujukan untuk memelihara akidah dan iman, penyucian jiwa (tajkiyat al-nafs)
dan pembentukan pribadi yang luhur, artinya hamba Allah dibebani ibadah sebagai
bentuk/aktualisasi dari rasa syukur atas nikmat Allah. Berdasarkan prinsip
tauhid ini melahirkan azas hukum Ibadah, yaitu asas kemudahan/meniadakan
kesulitan. Dari asas hukum tersebut terumuskan kaidah-kaidah hukum ibadah
sebagai berikut :
a.
Al-ashlu fii al-ibadati tuqifu wal
ittiba’, yaitu pada pokoknya ibadah itu tidak wajib dilaksanakan, dan
pelaksanaan ibadah itu hanya mengikuti apa saja yang diperintahkan Allah dan
Rasul-Nya
b.
Al–masaqqah tujlibu at-taysiir,
kesulitan dalam melaksanakan ibadah akan mendatangkan kemudahan
2.
Prinsip Keadilan
Keadilan dalam bahasa Salaf adalah
sinonim al-mi’za’n (keseimbangan/ moderasi). Kata keadilan dalam al-Qur’an
kadang diekuifalensikan dengan al-qist. Al-mizan yang berarti keadilan di
dalam QS. Al-Syura : 17 dan Al-Hadid: 25
“Allah-lah yang menurunkan Kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan)
neraca (keadilan). dan tahukah kamu, boleh jadi hari kiamat itu dekat ?[7]”(
QS. Al-Syura : 17) “Sesungguhnya kami Telah mengutus rasul-rasul kami dengan
membawa bukti-bukti yang nyata dan Telah kami turunkan bersama mereka Al Kitab
dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan kami
ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat
bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah
mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah
tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa”.(QS. Al-Hadid:
25) Termasuk „keadilan‟ pada umumnya berkonotasi dalam penetapan hukum atau
kebijaksanaan raja. Akan tetapi, keadilan dalam hukum Islam meliputi berbagai
aspek. Prinsip keadilan ketika dimaknai sebagai prinsip moderasi, menurut
Wahbah Az-Zuhaili bahwa perintah Allah ditujukan bukan karena esensinya, seba
Allah tidak mendapat keuntungan dari ketaatan dan tidak pula mendapatkan
kemadaratan dari perbuatan maksiat manusia. Namun ketaatan tersebut hanyalah
sebagai jalan untuk memperluas prilaku dan cara pendidikan yang dapat membawa kebaikan
bagi individu dan masyarakat.
[11]
Penggunaan termasuk “adil/keadilan” dalam Al-Quran diantaranya sebagai berikut
:
a).QS.
Al-Maidah : 8
“Hai
orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” Manusia
yang memiliki kecenderungan mengikuti hawa nafsu, adanya kecintan dan kebencian
memungkinkan manusia tidak bertindak adil dan mendahulukan kebatilan daripada
kebenaran (dalam bersaksi) ;
b).QS. Al-An‟am : 152,
”Dan
janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih
bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan
dengan adil. kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar
kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu berlaku adil,
kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. yang demikian itu
diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat”.
Perintah kepada manusia agar berlaku adil dalam segala hal terutama
kepada mereka yang mempunyai kekuasaan atau yang berhubungan dengan kekuasaan dan
dalam bermuamalah/berdagang
c).Berlaku adil kepada sesama
isteri QS. An-Nisa : 128,
“Dan
jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya,
Maka tidak Mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya,
dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut
tabiatnya kikir. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan
memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah
adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” [[15]]
d).Keadilan
sesama muslim, QS. Al-Hujrat : 9
”Dan kalau ada dua
golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara
keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah
yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah
Allah. kalau dia Telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan
hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
berlaku adil”.[[16]]
e).QS.
Al-An’am :52,
“Dan janganlah kamu
mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya
di pagi dan petang
hari, sedang mereka menghendaki keridhaanNya. kamu tidak memikul tanggung jawab
sedikitpun terhadap perbuatan mereka dan merekapun tidak memikul tanggung jawab
sedikitpun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka,
(sehingga kamu termasuk orang-orang yang zalim)” Keadilan yang berarti
keseimbangan antara kewajiban yang harus dipenuhi manusia (mukalaf) dengan
kemampuan manusia untuk menunaikan kewajiban tersebut. Dari prinsip keadilan
ini lahir kaidah yang menyatakan hukum Islam dalam praktiknya dapat berbuat
sesuai dengan ruang dan waktu, yakni suatu kaidah yang menyatakan elastisitas
hukum Islam dan kemudahan dalam melaksanakannya sebagai kelanjutan dari prinsip
keadilan, yaitu : Perkara-perkara dalam hukum Islam apabila telah menyempit
maka menjadi luas; apabila perkara-perkara itu telah meluas maka kembali
menyempit. Teori „keadilan‟ teologi Mu‟tazilah melahirkan dua terori turunan,
yaitu :(1) al-sala’h wa al-aslah dan (2) al-Husna wa al-qubh. Dari kedua teori
ini dikembangkan menjadi pernyataan sebagai berikut :
a.
Pernyataan Pertama : Allah tidaklah berbuat sesuatu tanpa hikmah dan tujuan”
perbuatan tanpa tujuan dan hikmah adalah sia-sia
b.
Pernyataan Kedua : Segala sesuatu dan perbuatan itu mempunyai nilai subjektif
sehingga dalam perbuatan baik terdapat sifat-sifat yang menjadi perbuatan baik.
Demikian halnya dalam perbuatan buruk. Sifat-sifat itu dapat diketahui oleh
akal sehingga masalah baik dan buruk adalah masalah akal.
3.
Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar
Hukum Islam digerakkan untuk merekayasa
umat manusia untuk menuju tujuan yang baik dan benar yang dikehendaki dan
ridloi Allah dalam filsafat hukum Barat diartikan sebagai fungsi social
engineering hukum. Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar didasarkan pada QS.
Al-Imran : 110, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik”[[17]].Pengkategorian
Amar Makruf Nahi Mungkar dinyatakan berdasarkan wahyu dan akal.
4.
Prinsip Kebebasan/Kemerdekaan
Prinsip
kebebasan dalam hukum Islam menghendaki agar agama/hukum Islam disiarkan tidak
berdasarkan paksaan, tetapi berdasarkan penjelasan, demontrasi, argumentasi.
Kebebasan yang menjadi prinsip hukum Islam adalah kebebasan dl arti luasyg
mencakup berbagai macamnya, baik kebebasan individu maupun kebebasan komunal.
Keberagaman dalam Islam dijamin berdasarkan prinsip tidak ada paksaan dalam
beragama, hal ini berdasarkan QS. Al-Baqarah dan Al-Kafirun “Tidak ada paksaan
untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar
daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan
beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali
yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui.[[18]] “Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah
Tuhan yang Aku sembah”[[19]]
5.
Prinsip Persamaan/Egalite
Prinsip persamaan yang paling nyata
terdapat dalam Konstitusi Madinah (al-Shahifah), yakni prinsip Islam menentang
perbudakan dan penghisapan darah manusia atas manusia. Prinsip persamaan ini
merupakan bagian penting dalam pembinaan dan pengembangan hukum Islam dalam
menggerakkan dan mengontrol sosial, tapi bukan berarti tidak pula mengenal
stratifikasi sosial seperti komunis.
6.
Prinsip At-Ta‟awun
Prinsip ini memiliki makna saling
membantu antar sesama manusia yang diarahkan sesuai prinsip tauhid, terutama
dalam peningkatan ketakwaan
7.
Prinsip Toleransi
Prinsip toleransi yang
dikehendaki Islam adalah toleransi yang menjamin tidak terlanggarnya hak-hak
Islam dan ummatnya, tegasnya toleransi hanya dapat diterima apabila tidak
merugikan agama Islam. Wahbah Az-Zuhaili, memaknai prinsip toleransi tersebut
pada tataran penerapan ketentuan Al-Qur‟an dan Hadits yang menghindari
kesempitan dan kesulitan, sehingga seseorang tidak mempunyai alasan dan jalan
untuk meninggalkan syari‟at ketentuan hukum Islam. Dan lingkup toleransi
tersebut tidak hanya pada persoalan ibadah saja tetapi mencakup seluruh
ketentuan hukum Islam, baik muamalah sipil, hukum pidana, ketetapan peradilan
dan lain sebagainya [[20]].
F.Asas
asas hukum islam
Asas secara etimologi memiliki makna adalah
dasar, alas, pondamen. Adapun secara terminology Hasbi Ash-Shiddiqie
mengungkapkan bahwa hukum Islam sebagai hukum yang lain mempunyai azas dan
tiang pokok sebagai berikut :
1
Asas Nafyul Haraji yang berarti
meniadakan kepicikan, artinya hukum Islam dibuat dan diciptakan itu berada
dalam batas-batas kemampuan para mukallaf. Namun bukan berarti tidak ada
kesukaran sedikitpun sehingga tidak ada tantangan, sehingga tatkala ada
kesukaran yang muncul bukan hukum Islam itu digugurkan melainkan melahirkan
hukum Rukhsah.
2
Asas Qillatu Taklif yang berarti tidak
membahayakan taklifi, artinya hukum Islam itu tidak memberatkan pundak mukallaf
dan tidak menyukarkan.
3
Asas Tadarruj (bertahap), artinya
pembinaan hukum Islam berjalan setahap demi setahap disesuaikan dengan tahapan
perkembangan manusia.
4
Asas Kemaslahatan Manusia yang artinya
bahwa hukum Islam seiring dengan dan mereduksi sesuatu yang ada dilingkungannya.
5
Asas Keadilan Merata, artinya bahwa hukum Islam sama keadaannya tidak lebih
melebihi bagi yang satu terhadap yang lainnya.
6
Asas Menetapkan Hukum Berdasar Urf yang
Berkembang Dalam Masyarakat Hukum Islam dalam penerapannya senantiasa
memperhatikan adat/kebiasaan suatu masyarakat.
7
Asas Syara Menjadi Dzatiyah Islam
artinya bahwa hukum yang diturunkan secara mujmal memberikan lapangan yang luas
kepada para filusuf untuk berijtihad dan guna memberikan bahan penyelidikan dan
pemikiran dengan bebas dan supaya hukum Islam menjadi elastis sesuai dengan
perkembangan peradaban manusia.
[12]Az-Zuhaili Wahbah, tth, Al-Dharuurah
Al-Syar’iyyah, Muasasah al-Risalah, Damaskus M. Hasbi Ash-Shiddiqieqy, Falsafah
Hukum Islam, -V, Jakarta, 1993 : 73
BAB
III.
PENUTUP
Kesimpulan
Filsafat
Hukum Islam ialah filsafat yang diterapkan pada hukum Islam. Ia merupakan
filsafat khusus dan obyeknya tertentu, yaitu hukum Islam. Maka, filsafat hukum
Islam adalah filsafat yang menganalisis hukum Islam secara metodis dan
sistematis sehingga mendapatkan keterangan yang mendasar, atau menganalisis
hukum Islam secara ilmiah dengan filsafat sebagai alatnya.
Dari
beberapa definisi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Filsafat Hukum
Islam merupakan hasil pemikiran manusia. Dengan kata lain, ia berangkat dari
akal pikiran manusia. Di sinilah letak perbedaan mendasar antara Filsafat Hukum
Islam dan Ilmu-ilmu Shari‘ah Metodologis seperti Usul al-Fiqh dan al-Qawa‘id
al-Fiqhiyah. Dimana kedua ilmu yang disebut terakhir ini berangkat dari wahyu.
Seluruh
kajian dalam Filsafat Hukum Islam tidak pernah meragukan substansi hukum yang
telah ditetapkan oleh Hukum Islam. Secara lebih gamblang, hal ini dibahas dalam
salah satu kajian Filsafat Hukum Islam, yaitu mengenai hakekat hukum Islam
sebagai Hukum Tuhan yang sudah tentu memenuhi tujuan-tujuan hukum.
Berdasarkan pembahasan diatas kita dapat
mengtahui bahwa prinsip-prinsip dan asas-asas hukum Islam dibuat(ada) untuk
mangaarahkan hukum-hukum islam yang dituntut harus sesuai dengan tuntutan zaman
tetap pada pada tujuan penyariatan syariat Islam itu sendiri dan apa yang akan
dibawa hukum Islam untuk mencapai tujuannya.
***
SEKIAN ***
DAFTAR PUSTAKA
1. Abu,
Zahrah. 1994.Ushul Fiqh, Jakarta:Pustaka Firdaus
2. Ash-Shiddiqie
,Hasbi, 1958.Pengantar Hukum Islam. Jakarta : Bulan Bintang
3. Az-Zuhaili,
Wahbah. Al-Dharuurah Al-Syar’iyyah, Muasasah al-Risalah. Damaskus
4. Az-Zuhaili,
Wahbah.1997. Konsep Darurat Dalam Hukum Islam. Jakarta:Gaya Media Pratama
5. DEPAG,
2006.Alqur’an dan terjemahnya.Surabaya:karya agung
6. Suryadi,
1980. Kamus Baru Bahasa Indonesia. Surabaya:Usaha Nasional
7, S.
Praja, Juhaya .1995.Filsafat Hukum Islam. Bandung : LPPM Unisba
Iklan
8. Isma’il Sunny, Tradisi dan Inovasi Keislamart
di IndonesIa dalam Bidang 9.Hukum Islam, dikutip dan Bunga Rampai Peradilan
Islam di Indonesia, Jilid I (Bandung: Ulul Albab Press, 1997),
10.
Teuku Mohammad Radhie, ‚Politik dan Pembaharuan Hukum‛, dalam Prisma No. 6
tahun II (Jakarta: LP3ES, 1973)
Komentar