MARI MENGENAL FARDHU WUDHUK, SYARAT WUDHUK

MARI MENGENAL FARDHU WUDHUK, SYARAT WUDHUK ,DANG YANG MEMBATALKAN NYA SERTA MEMAHAMI TATA CARA 
BERWUDHUK DENGAN BENAR 
  •  Universitas Islam Dunia
  • Ditulis 0leh Walid Blang Jruen
  • 18 Pebruary 2021 seputar masalah Fiqh  Ibadah 

A. PENDAHULUAN 

Latar belakang

Dalam memahami pengertian wudhu, diperlukan pemahaman terhadap beberapa elemen internal wudhu itu sendiri dimulai dari yang terkecil yaitu kosa kata yang digunakan sampai dengan tata cara wudhu itu sendiri. Oleh karena itu makalah ini kami susun berdasarkan beberapa aspek penilaian disebabkan karena banyaknya pendapat para ulama tentang tata cara berwudhu' Sebelum melaksanakan ibadah, setiap manusia diwajibkan untuk berwudhu  agar mereka suci dan bersih dari hadats kecil.

B.PEMBAHASAN

Pengertian Wudhu’

Menurut bahasa wudhu’ berarti bersih dan indah. Sedangkan menurut syara’, wudhu berarti membersihkan anggota tubuh tertentu (muka, kedua tangan, kepala dan kedua kaki) dari najis dan mensucikan diri dari hadats kecil sebelum melaksanakan ibadah kepada Allah SWT.Wudhu’ adalah suatu syarat untuk sahnya shalat yang dikerjakan sebelum orang mengerjakan shalat.

Kata wudhu merupakan kata serapan dari Bahas Arab yang sudah lazim diucapkan dengan fasih oleh kaum muslim Indonesia. Adapun artinya, dalam kamus bahasa Indonesia tertulis : menyucikan diri (sebelum sembahyang) dengan membasuh muka, tangan, kepala, dan kaki. Sedangkan dalam bahasa Arab kata wudhu’ merupakan turunan dari kata kerja (fi;il) wadhu’ayadha’u yang artinya: bersih. Kemudian, ketika kata ini menjadi istilah dalam fikih (hukum islam), arti kata wudhu’ adalah: perbuatan mengambil wudhu, yaitu menggunakan air yang suci lagi menyucikan untuk meratakannya pada anggota-anggota tubuh tettentu sebagaimana yang di jelaskan dan di syari’atkan (ditetapkan) oleh Allah s.w.t serta diajarkan oleh Rasulullah s.a.w 

 1. Ayat dan Hadist tentang Wudhu

 Ayat Al-Qur’an tentang melakukan wudhu adalah sebagai berikut :

ياأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

Artinya : "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki". (Al-Maidah :6)

2. Hadist tentang melakukan wudhu’ adalah sebagai berikut :

Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,:

لَا تُقْبَلُ صَلَاةُ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأ

Artinya: “Tidak akan diterima shalat seorang diantara kalian jika ia berhadats hingga dia berwudhu” [Muttafaqun alaihi, Bukhari (135), Muslim (225)]

Hadits dari Abdullah Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

إِنَّمَا أُمِرْتُ بِالْوُضُوءِ إِذَا قُمْتُ إِلَى الصَّلَاة

Artinya: “Hanyasanya aku diperintah untuk berwudhu apabila hendak melakukan shalat” [HR. Abu Dawud (3760), Tirmidzi (1848)]

Ini juga hadis yang menunjukkan bahwa bersuci adalah syarat diterimanya shalat. Sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diperintahkan untuk berwudhu ketika hendak melaksanakan shalat. Karena shalat tanpa berwudhu, maka akan sia-sia dan tidak diterima

Dari Abu Sa’id radhiyallahu Anhu Dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda،

مِفْتَاحُ الصَّلَاةِ الطُّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيم

Artinya: “Kunci shalat adalah bersuci, pengharamannya adalah takbir, penutupnya adalah salam” [HR. Abu Dawud (60), Tirmidzi, Ibnu Majah (275), dan yang lainnya. Syeikh Albani menshahihkan hadits ini dalam Shahihul Jami’ (5761)

3. Adapun keistimewaan wudhu’ yaitu :

Terdapat hadis yang panjang, Rasulullah saw. bersabda, yang artinya sebagai berikut :

“Bila seorang hamba berwudhu lalu berkumur-kumur, maka keluarlah dosa-dosa dari mulutnya ; jika ia membersihkan hidung, maka dosa-dosanya akan keluar dari hidungnya, begitu juga tatkala ia membasuh muka, maka dosa-dosanya akan keluar dari mukanya sampai-sampai dari bawah pinggir kelopak matanya. Jika ia membasuh kedua tangan, maka dosa-dosanya akan keluar dari kedua tangan ia sampai-sampai dari bawah kukunya, demikian pula halnya dengan ia menyapu kepala, maka dosa-dosanya akan keluar dari kepala bahkan dari kedua telinganya. Begitupun tatkala ia membasuh kedua kaki, maka keluarlah dosa-dosa tersebut dari dalamnya, sampai-sampai bawah kuku  jari-jari kakinya. Kemudian tinggallah perjalanannya ke masjid dan shalatnya menjadi pahala yang bersih baginya “(HR. Malik, Nasa’i, Ibnu Majah dan Hakim).

Dalam pembahasan ini Walid Menulis dua sesi penjelasan pertama dengan bahasa arab dan kedua dengan bahasa Melayu dalam pembahasan ini Walid juga mengambil dari kitab Albajuri berupa syarah dan matan kemudian Walid menyajikan dalam bentuk syarah ringkas disertai bahasa melayu agar mudah di fahami oleh muptadi dan orang orang yang tidak mengerti bahasa kitab kuning (Arab) demi untuk kemeslahatan dan tercapainya syiar islam pada tujuan hakekatnya mari kita menyimak dan membaca atas apa yang telah ditulis 0leh Ibrahim bajuri semoga kita selalu dalam lindungan dan pentunjuk AllahSWT 

(Fashal) menjelaskan wardlu-wardlu wudlu’ Lafadz “al wudlu’”dengan terbaca zammah huruf waunya, menurut pendapat yang paling masyhur adalah nama pekerjaannya. Dan dengan dibaca fathah huruf wa’unya “al wadhu’” adalah nama barang yang digunakan untuk melakukan wudlu’. Dengannya barang

FARDHUNYA WUDLU’

Lafadz yang pertama (al wudhu’) mencakup beberapa fardhu dan beberapa kesunnahan.

Mushannif menyebutkan fardlu-fardlunya wudlu’ di dalam perkatan beliau, “fardlunya wudlu’ ada enam perkara.”           

NIAT WUDLU’

Pertama adalah niat. Hakikat niat secara syara’ adalah menyengaja sesuatu besertaan dengan melakukannya. Jika melakukannya lebih akhir dari pada kesengajaannya, maka disebut ‘azm.

Niat dilakukan saat membasuh awal bagian dari wajah. Maksudnya bersamaan dengan basuhan bagian tersebut, bukan sebelumnya dan bukan setelahnya.

Sehingga, saat membasuh anggota tersebut, maka orang yang wudlu’ melakukan niat menghilang kan hadats dari hadats-hadats yang berada pada dirinya.

Atau niat agar diperkenankan melakukan sesuatu yang membutuhkan wudlu’. Atau niat fardlunya wudlu’ atau niat wudlu’ saja.

Atau niat bersuci dari hadats. Jika tidak menyebutkan kata “dari hadats” (hanya niat bersuci saja), maka wudlu’nya tidak syah.

Ketika dia sudah melakukan niat yang dianggap syah dari niat-niat di atas, dan dia menyertakan niat membersihkan badan atau niat menyegarkan badan, maka hukum wudlu’nya tetap syah.

MEMBASUH MUKA(WAJAH)

Fardhu kedua adalah membasuh seluruh wajah.

Batasan panjang wajah adalah anggota di antara tempat-tempat yang umumnya tumbuh rambut kepala dan pangkalnya lahyaini (dua rahang) Lahyaini adalah dua tulang tempat tumbuhnya gigi bawah. Ujungnya bertemu di janggut dan pangkalnya berada di telinga.

Dan batasan lebar wajah adalah anggota diantara kedua telinga. Ketika di wajah terdapat bulu yang tipis atau lebat, maka wajib mengalirkan air pada bulu tersebut beserta kulit yang berada di baliknya / di bawahnya.

Namun untuk jenggotnya laki-laki yang lebat, dengan gambaran orang yang diajak bicara tidak bisa melihat kulit yang berada di balik jenggot tersebut dari sela-selanya, maka cukup dengan membasuh bagian luarnya saja. Berbeda dengan jenggot yang tipis, yaitu jenggot yang mana kulit yang berada di baliknya bisa terlihat Ketika Berhadapan diajak bicara, maka wajib mengalirkan air hingga ke bagian kulit di baliknya.

Dan berbeda lagi dengan jenggotnya perempuan dan khuntsa, maka wajib mengalirkan air ke bagian kulit yang berada di balik jenggot keduanya, walaupun jenggotnya lebat.

Di samping membasuh seluruh wajah, juga harus membasuh sebagian dari kepala, leher dan anggota di bawah janggut

MEMBASUH KEDUA TANGAN

Fardhu yang ketiga adalah membasuh kedua tangan hingga kedua siku.

Jika seseorang tidak memiliki kedua siku, maka yang dipertimbangkan adalah kira-kiranya.

Dan wajib membasuh perkara-perkara yang berada di kedua tangan, yaitu bulu, uci-uci, jari tambahan dan kuku.

Dan wajib menghilangkan perkara yang berada di bawah kuku, yaitu kotoran-kotoran yang bisa mencegah masuknya air.

MENGUSAP KEPALA

Fardhu yang ke empat adalah mengusap sebagian kepala, baik laki-laki atau perempuan. Atau mengusap sebagian rambut yang masih berada di batas kepala. Tidak harus menggunakan tangan untuk mengusap kepala, bahkan bisa dengan kain atau yang lainnya. Seandainya dia membasuh kepala sebagai ganti dari mengusapnya, maka diperkenan kan.

Dan seandainya dia meletakkan (di atas kepala) tangannya yang telah di basahi dan tidak mengerakkannya, maka diperkenankan.    

MEMBASUH KEDUA KAKI

Fardlu yang ke lima adalah membasuh kedua kaki hingga kedua mata kaki, jika orang yang melaksanakan wudlu’ tersebut tidak mengenakan dua muza.

Jika dia mengenakan dua muza, maka wajib bagi dia untuk mengusap kedua muza atau memba -suh kedua kaki

Dan wajib membasuh perkara-perkara yang berada di kedua kaki, yaitu bulu, daging tambahan, dan jari tambahan sebagaimana keterangan yang telah dijelaskan di dalam permasalahan kedua tangan

TERTIB

Fardhu yang ke enam adalah tertib di dalam pelaksana an wudhu’ sesuai dengan cara yang telah saya jelaskan di dalam urutan fardhu-fardhunya wudhu’. Sehingga, kalau lupa tidak tertib, maka wudhu’ yang dilaksanakan tidak mencukupi. Seandainya ada empat orang yang membasuh seluruh anggota wudhu’nya seseorang sekaligus dengan seizinnya, maka yang hilang hanya hadats wajahnya saja.

فَصْلٌ) فَيْ فُرُوْضِ الْوُضُوْء وَهُوَ بِضَمِّ الْوَاوِ فِي الْأْشْهَرِ اسْمٌ لِلْفِعْلِ, وَهُوَ الْمُرَادُ هُنَّا, وَبِفَتْحِ الْوَاوِ اسْمٌ لِمَا يُتَوَضَّأُ بِه

 

FARDHUNYA WUDLU’

وَيَشْتَمِلُ الْأَوَّلُ عَلَى فُرُوْضٍ وَسُنَنٍ


وَذَكَرَ الْمُصَنِّفُ الْفُرُوْضَ فِيْ قَوْلِهِ (وَفُرُوْضُ الْوُضُوْءِ سِتَّةُ أَشْيَاءَ) 

NIAT WUDLU’

أَحَدُهَا (النِّيَّةُ) وَحَقِيْقَتُهَا شَرْعًا قَصْدُ الشَّيْئِ مُقْتَرِنًا بِفِعْلِهِ. فَإِنْ تَرَاخَى عَنْهُ سُمِّيَ عَزْمًا. 

وَتَكُوْنُ النِّيَّةُ (عِنْدَ غَسْلِ) أَوَّلِ جُزْءٍ مِنَ (الْوَجْهِ) أَيْ مُقْتَرِنَةً بِذَلِكَ الْجُزْءِ لَابِجَمِيْعِهِ وَلَا بِمَا قَبْلَهُ وَلَا بِمَا بَعْدَهُ 

فَيَنْوِي الْمُتَوَضِّئُ عِنْدَ غَسْلِ مَا ذُكِرَ رَفْعَ حَدَثٍ مِنْ أَحْدَاثِهِ 

أَوْ يَنْوِي اسْتِبَاحَةَ مُفْتَقِرٍ إِلَى وُضُوْءٍ أَوْ يَنْوِيْ فَرْضَ الْوُضُوْءِ أَوِ الْوُضُوْءَ فَقَطْ. 

أَوِ الطَّهَارَةَ عَنِ الْحَدَثِ فَإِنْ لَمْ يَقُلْ عَنِ الْحَدَثِ لَمْ يَصِحَّ

  

وَإَذَا نَوَى مَا يُعْتَبَرُ مِنْ هَذِهِ النِّيَّاتِ وَشَرَّكَ مَعَهُ نِيَّةَ تَنَظُّفٍ أَوْ تَبَرُّدٍ صَحَّ وُضُوْؤُهُ.


 (وَ) الثَّانِيْ (غَسْلُ) جَمِيْعِ (الْوَجْهِ)

وَحَدُّهُ طُوَلًا مَا بَيْنَ مَنَابِتِ شَعْرِ الرَّأْسِ غَالِبًا وَآخِرُ اللَّحْيَيْنِ وَهُمَا الْعَظَمَانِ اللَّذَانِ يَنْبُتُ عَلَيْهِمَا الْأَسْنَانُ السُّفْلَى يَجْتَمِعُ مُقَدِّمُهُمَا فِي الذَّقَنِ وَمُؤَخِّرُهُمَا فِي الْأُذُنِ


وَحَدُّهُ عَرْضًا مَا بَيْنَ الْأُذُنَيْنِ وَإِذَا كَانَ عَلَى الْوَجْهِ شَعْرٌ خَفِيْفٌ أَوْ كَثِيْفٌ وَجَبَ إِيْصَالُ الَمَاءِ إِلَيْهِ مَعَ الْبَشَرَةِ الَّتِيْ تَحْتَهُ. 

وَأَمَّا لِحْيَةُ الرَّجُلِ الْكَثِيْفَةُ بِأَنْ لَمْ يَرَ الْمُخَاطَبُ بَشَرَتَهَا مِنْ خِلَالِهَا فَيَكْفِيْ غَسْلُ ظَاهِرِهَا 

بِخِلَافِ الْخَفِيْفَةِ وَهِيَ مَا يَرَى الْمُخَاطَبُ بَشَرَتَهَا فَيَجِبُ إِيْصَالُ الْمَاءِ لِبَشَرِتِهَا

وَبِخِلَافِ لِحْيَةِ امْرَأَةٍ وَخُنْثَى فَيَجِبُ إِيْصَالُ الْمَاءِ لِبَشَرِتِهَمَا وَلَوْ كَثُفَا

  

وَلَابُدَّ مَعَ غَسْلِ الْوَجْهِ مِنْ غَسْلِ جُزْءٍ مِنَ الرَّأْسِ وَالرَّقَبَةِ وَمَا تَحْتَ الذَّقَنِ

         

وَ) الثَّالِثُ (غَسْلُ الْيَدَّيْنِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ) 

فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ مِرْفَقَانِ اعْتُبِرَ قَدْرُهُمَا 

وَيَجِبُ غَسْلُ مَا عَلَى الْيَدَّيْنِ مِنْ شَعْرٍ وَسِلْعَةٍ وَأُصْبُعٍ زَائِدَةٍ وَأَظَافِيْرَ

 

وَيَجِبُ إِزَالَةُ مَا تَحَتَهَا مِنْ وَسَخٍ يَمْنَعُ وُصُوْلَ الْمَاءِ

 

 

 (وَ) الرَّابِعُ (مَسْحُ بَعْضِ الرَّأْسِ) مِنْ ذَكَرْ أَوْ أُنْثَى أَوْ مَسْحُ بَعْضِ شَعْرٍ فِيْ حَدِّ الرَّأْسِ  وَلَاتَتَعَيَّنُ الْيَدُّ لِلْمَسْحِ بَلْ يَجُوْزُ بِخِرْقَةٍ وَغَيْرِهَا وَلَوْ غَسَلَ رَأْسَهُ بَدَلَ مَسْحِهَا جَازَ

  

وَلَوْ وَضَعَ يَدَّهُ الْمَبْلُوْلَةَ وَلَمْ يَحَرِّكْهَا جَازَ

 


 

 (وَ) الْخَامْسُ (غَسْلُ الرِّجْلَيْنِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ) إِنْ لَمْ يَكُنِ الْمُتَوَضِّئُ لَابِسًا لِلْخُفَّيْنِ

 

فَإِنْ كَانَ لَابِسَهُمَا وَجَبَ عَلَيْهِ مَسْحُ الْخُفَّيْنِ أَوْ غَسْلُ الرِّجْلَيْنِ

 

وَيَجِبُ غَسْلُ مَا عَلَيْهِمَا مِنْ شَعْرٍ وَسِلْعَةٍ وَأُصْبُعٍ زَائِدَةٍ كَمَا سَبَقَ فِي الْيِدَّيْنِ

 

 

وَ) السَّادِسُ (التَّرْتِيْبُ) فِي الْوُضُوْءِ (عَلَى مَا) أَيِ الْوَجْهِ الَّذِيْ (ذَكَرْنَاهُ) فِيْ عَدِّ الْفُرُوْضِ فَلَوْ نَسِيَ التَّرْتِيْبَ لَمْ يَكْفِ وَلَوْ غَسَلَ أَرْبَعَةٌ أَعْضَاءَهُ دَفْعَةً وَاحِدَةً بِإِذْنِهِ ارْتَفَعَ حَدَثُ وَجْهِهِ فَقَطْ

.

       


C. Fardu (Rukun) Wudhu
Tidaklah sah apabila seseorang yang meninggalkan salah satu rukun (fardunya) wudhu. Adapun rukun-rukun wudhu itu adalah :
1.Niat Untuk mengerjakan wudhu. Niat itu letaknya di dalam hati. Adapun niatnya yaitu :
نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَصْغَرِ فَرْضًا لِلّٰهِ تَعَالَى
Artinya: “Aku niat berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil, fardu karena Allah Ta’ala”

2.Membasuh seluruh muka, yakni antara tempat tumbuh rambut kepala yang wajar hingga ke bawah janggut dan secara melintang antara kedua belah daun telinga

3.Membasuh kedua tangan sampai siku-siku

4.Membasuh kepala

5.Membasuh kedua kaki sampai mata kaki

6.Tertib (berurutan) artinya mendahulukan anggota wudhu yang seharusnya didahulukan dan mengakhiri yang seharusnya diakhiri

D. Syarat Sah Wudhu
·Islam; orang yang tidak beragama islam tidak sah melaksanakan wudhu.
·Tamyiz, yakni dapat membedakan baik buruknya sesuatu pekerjaan
·Tidak berhadats besar
·Dengan air suci, lagi mensucikan (air mutlak)
·Tidak ada sesuatu yang menghalangi air, sampai ke anggota wudhu, misalnya getah, cat dan sebagainya
·Tidak ada najis pada tubuh, sehingga merubah salah satu sifat air yang suci lagi mensucikan.
Dan ada beberapa Syarat – Syarat Wudu’ diantaranya yaitu :
- Air yang digunakan untuk berwudu’ harus air yang mutlaq / suci.
- Air yang halal, bukan hasil ghasab (hasil curian)
- Suci anggota wudu’ dari najis
- Untuk sah nya wudu’, disyaratkan adanya waktu yang cukup untuk wudu’ dan salat, dalam arti bahwa setelah berwudu’ yang bersangkutan masih memungkinkan untuk melaksanakan shalat yang dimaksud pada waktunya yang telah ditentukan. Sedangkan jika waktunya sempit, dimana jika ia berwudu’ maka keseluruhan salatnya atau sebahagian salatnya berada diluar waktu salat yang telah ditentukan, sementara jika ia tayammum maka keseluruhan salatnya masih bias ia laksanakan, maka dalam hal ini ia wajib tayammum, maka apabila ia berwudu’, maka batallah wudu’nya.
- Melaksanakan wudu sendiri, tidak boleh diwakilkan oleh orang lain
- Diwajibkan adanya urutan di antara anggota – anggota wudu’.
- Wajib bersifat segera. Artinya, tidak ada tenggang waktu yang panjang dalam membasuh nggota wudu yang satu dengan yang lain, sebelum kering. Kecuali airnya kering karena terkena sinar matahari, ataupun panas badan.

E. Yang membatalkan Wudhu menurut beberapa madzhab
Pendapat Madzhab Syafi’i 
Imam Syafi’i membagi penyebab batalnya wudhu seseorang menjadi 4 perkara. Empat perkara tersebut adalah sebagai berikut.
1.  Keluarnya sesuatu melewati satu dari dua jalan
Segala sesuatu yang keluar melalui salah satu jalan keluarnya najis (qubul dan dubur) merupakan penyebab batalnya wudhu seseorang. Akan tetapi, menurut Imam Syafi’i, air mani yang keluar dari tubuhnya sendiri (bukan air mani yang menempel) bukan penyebab batalnya wudhu. Ini karena jika seseorang mengeluarkan air mani maka dia wajib mandi. Air mani adalah air yang memancar keluar dari kemaluan, biasanya pada saat berhubungan intim.
2.  Hilang akal
Hilang akal merupakan salah satu penyebab wudhu seseorang batal. Hilang akal di sini dapat disebabkan oleh pingsan, gila, atau tidur. Namun, tidur yang dilakukan dalam posisi duduk tidak membatalkan wudhu.
3.  Bertemunya dua kemaluan antara laki-laki dan perempuan
Penyebab lain batalnya wudhu seseorang adalah bertemunya dua kemaluan laki-laki dan perempuan. Baik yang terjadi secara disengaja ataupun tidak.
4.  Menyentuh kemaluan
Hal terakhir yang membatalkan wudhu adalah menyentuh kemaluan dengan telapak tangan.

F. Pendapat Madzhab Hambali
1.  Semua yang keluar dari qubul dan dubur
Madzhab Hambali berpendapat bahwa semua yang keluar dari dua jalan, yaitu qubul dan dubur adalah penyebab batalnya wudhu. Hal ini dikecualikan bagi orang yang sedang berhadats. Dengan demikian, wudhu orang tersebut tidak batal. Hal tersebut merupakan keringanan baginya atas kesulitan yang dihadapi.
2.  Sesuatu yang keluar selain dari qubul dan dubur
Najis yang keluar dari badan (selain dari qubul dan dubur) tidak membatalkan wudhu, kecuali jika keluar dalam jumlah yang banyak.
3.  Hilang akal
Imam Ahmad berpendapat, hilang akal yang disebabkan oleh pingsan, gila, mabuk (ringan ataupun berat), serta tidur ringan dalam posisi rukuk, sujud, ataupun berbaring  adalah hal yang dapat membatalkan wudhu.
4.  Menyentuh kemaluan atau dubur
Menyentuh kemaluan atau dubur dengan menggunakan telapak tangan dalam ataupun luar dan tanpa alas dapat membatalkan wudhu. Baik itu disengaja ataupun tidak disengaja.
5.  Menyentuh kemaluan
Menyentuh kemaluan laki-laki atau perempuan dengan syahwat merupakan hal yang membatalkan wudhu. Kecuali, menyentuh kemaluan anak kecil di bawah usia 7 tahun tanpa adanya syahwat.
6.  Memandikan jenazah
Maksud memandikan jenazah di sini adalah orang yang turut serta memegang jenazah secara langsung. Bukan yang menyiramkan air ke tubuh jenazah.Hal tersebut dapat membatalkan wudhu karena orang yang memegang tubuh jenazah pada umumnya akan menyentuh bagian kemaluan si jenazah.
8.  Wajib wudhu dalam hal yang diwajibkan mandi
Menurut Imam Ahmad, hal-hal yang menyebabkan seseorang wajib mandi otomatis menyebabkan orang tersebut wajib berwudhu pula. Di antaranya:Berhubungan badan,Keluar mani,Islamnya orang kafir,Orang murtad yang kembali memeluk Islam

G. Pendapat Madzhab Maliki
Imam Malik membagi penyebab batalnya wudhu menjadi 3 garis besar. Tiga garis besar tersebut adalah ahdats, asbaab, dan ar- riddah wa asy-syak. Berikut ini penjelasannya.
1.  Al- Ahdats
Ahdats yaitu apapun yang dapat keluar dari dubur (lubang bagian belakang) dan qubul (kemaluan) adalah najis. Misalnya:Kotoran,Air seni,Angin (baik yang disertai dengan suara ataupun tidak),Wadi (air putih kental yang keluar ketika buang air kecil),Madzi (air yang keluar dari kemaluan karena syahwat),Mani (air yang memancar keluar dari kemaluan, biasanya pada saat berhubungan intim),Hadi (air yang keluar dari kemaluan seorang wanita pada saat melahirkan),Darah istihadhoh (darah yang keluar secara terus-menerus di luar darah haid, atau biasa disebut darah karena penyakit)
Apakah jika yang keluar dari dubur dan qubul merupakan sesuatu yang tidak umum dapat membatalkan wudhu juga? Imam Malik berpendapat, jika dari kedua lubang tersebut keluar sesuatu yang tidak umum – seperti cacing, kerikil, darah dan nanah – ini tidak membatalkan wudhu karena bukan merupakan najis.
2.  Al- Asbab
Dalam pandangan Madzhab Maliki, Al-Asbaab adalah batalnya wudhu seseorang yang disebabkan oleh faktor di luar badan. Al-Asbaab ini dibagi menjadi 3 golongan, di antaranya adalah sebagai berikut.(1) Hilang akal Hilang akal di sini, dapat disebabkan oleh pingsan, gila, ataupun mabuk yang disebabkan mengkonsumsi minuman keras. (2) Menyentuh kemaluan Menyentuh kemaluan dengan menggunakan telapak tangan atau ibu jari yang disertai dengan syahwat dan tanpa menggunakan alas menyebabkan wudhu seseorang batal. (3) Berciuman
Berciuman baik yang disertai dengan syahwat atau pun tidak akan membatalkan wudhu.
3.  Ar-Riddah wa Asy-Syak
Imam Malik berpendapat bahwa Ar-Riddah dan Asy-Syak merupakan perkara yang membatalkan wudhu seseorang. Apa yang dimaksud dengan Ar-Riddah dan Asy-Syak?  Ar-Riddah adalah orang yang keluar dari Islam (murtad). Asy-Syak adalah munculnya perasaan ragu-ragu pada seseorang apakah ia sedang dalam keadaan berwudhu atau sedang hadats. Jadi, jika Anda merasa ragu-ragu mengenai thaharoh badan Anda, menurut Madzhab Maliki ini diwajibkan untuk wudhu kembali. Hingga Anda merasa yakin.

H. PENUTUP
Kesimpulan
Berwudhu adalah tindakan yang harus dilakukan seorang Muslim sebelum melaksanakan shalat, karena wudhu sendiri merupakan salah satu syarat sah shalat.Pengertian wudhu sendiri menurut syara’ adalah, membersihkan anggota wudhu untuk menghilangkan hadats kecil.. 
Fardhu Wudu’ ada 6 yakni: 1.Niat: hendaknya berniat menghilangkan hadast kecil, dan cara melakukannya tepat pada waktu membasuh muka, sesuai dengan pengertian niat itu sendiri.2.Membasuh seluruh muka (mulai dari tumbuhnya rambut kepala hingga bawah dagu, dan dari telinga kanan hingga telinga kiri)3.Membasuh kedua tangan sampai siku-siku 4.Mengusap sebagian rambut kepala 5.Membasuh kedua belah kaki sampai mata kaki
6.Tertib(berturut-turut) mendahulukan mana yang harus didahulukan, dan mengakhirkan mana yang harus diakhirkan.
Syarat-syarat wudhu:1.Beragama IslamMumayiz 2.Tidak sedang berhadast besar 3.Menggunakan air yang suci dan mensucikan 4.Tidak ada yg menghalangi sampai air ke kulit
Yang Membatalkan Wudhu: Keluarnya sesuatu dari dua jalan, yaitu dari qubul dan dubur. seperti buang air kecil, buang air besar, keluar angin (kentut) dan lain lain.1.Hilang akal 2.Bersentuhannya kulit laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya tanpa memakai tutup atau penghalang. 3.Menyentuh kemaluan (qubur/dubur) meskipun kemaluannya sendiri tanpa memakai tutup. 4.Tidur nyenyak, kecuali tidur sambil duduk dengan tetap kedudukannya.

WALLAHU A'LAM BISSAWAB

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah mengenai Hari Raya Idul Fitri

MAKALAH TENTANG SISTIM EKONOMI ISLAM

POTRET IMAGENASI DIKISAHKAN OLEH APAYUS ALUE GAMPOENG TENTANG Kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah