BIJAKSANALAH JADI PEMIMPIN
Oleh , Walid Blang Jruen,30,Juni,2020
Dayah Malikussaleh Panton Labu
Muhadharah rutinitas malam jum’at
Manusia diciptakan Allah di Bumi ini agar
menjadi seorang pemimpin, dan setiap pemimpin memang telah mendapatkan amanah
untuk mengatur segala urusan masyarakat baik kenegaraan atau ke agamaan, oleh
karena itu, pada diri seorang pemimpin melekat kuasa atau otoritas untuk
menentukan kebijakan dan keputusan. Namun demikian, semua harus dijalankan atas
dasar ilmu, iman, dan akal sehat untuk
kemaslahatan dunia maupun akhirat.[1]..
Masalah keadilan juga Allah tegaskan di
dalam Al-Qur’an.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ
بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰ أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ
وَالْأَقْرَبِينَ ۚ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَىٰ
بِهِمَا ۖ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَىٰ أَنْ تَعْدِلُوا ۚ وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا
فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
Artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar
penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri
atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih
tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau
enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa
yang kamu kerjakan.” QS. An-Nisa’ 4: 135.
Ketidakadilan seorang pemimpin hanya akan mengakibatkan
terjadinya kerusakan, dimana mana, orang yang salah diberi amanah, sedangkan
orang yang benar dituduh sebagai pembuat onar. Ketidakadilan akan semakin
mempercepat terjadinya kericuhan, kegaduhan bahkan kehancuran jika dilakukan
oleh seorang pemimpin atau penguasa,
Allah ta’ala telah berfirman” QS. Asy-Syuraa : 42 yang berbunyi :
إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ
وَيَبْغُونَ فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat dhalim
kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat
‘adzab yang pedih” QS. Asy-Syuraa : 42.
Allah ta’ala telah berfirman”QS. Al-Maaidah : 72 berbunyi.
كَانُوا لا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ
لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
“Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar
yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat
itu” QS. Al-Maaidah : 72.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ
رَعِيَّتِهِ...
Artinya:”Setiap orang di antara kalian adalah pemimpin, dan setiap
orang di antara kamu akan dimintai pertanggungan jawab atas apa yang
dipimpinnya...”.[2]
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا.
Artinya: ”Barangsiapa yang menipu kami, maka ia bukan termasuk golongan
kami”.[3]
الظُّلْمُ، ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
Artinya: "Kedhaliman itu merupakan kegelapan di hari kiamat”.[4]
أَيُّمَا
رَاعٍ غَشَّ رَعِيَّتَهُ فَهُوَ فِي النَّارِ.
Artinya: ”Pemimpin mana saja yang menipu rakyatnya, maka tempatnya di
neraka”.[5]
مَنِ
اسْتَرْعَاهُ اللهُ رَعِيَّةً ثُمَّ لَمْ يُحِطْهَا بِنُصْحٍ إِلَّا حَرَّمَ اللهُ
عَلَيْهِ الجَنَّةَ. متفق عليه. وفي لفظ : يَمُوتُ حِينَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاسِ
لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ.
”Barangsiapa yang diangkat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya,
kemudian ia tidak mencurahkan kesetiaannya, maka Allah haramkan baginya surga”
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim]. Dalam lafadh yang lain disebutkan :
”Ia mati dimana ketika matinya itu ia dalam keadaan menipu rakyatnya, maka
Allah haramkan baginya surga”.[5]
Tanggung jawab seorang pemimpin, Al-Qur’an
terus mengulang-ulang bagaimana kesewenang-wenangan menjadi gerbang kehancuran
dan kenistaan bagi seorang raja seperti Fir’aun. Fir’aun sosok pemimpin yang
gagal menjalankan amanah dengan baik, malah ia semakin kehilangan akal sehat
dalam menentukan beragam kebijakan dan keputusan bagi masyarakatnya.
Orang-orang bawahan yang dipilih oleh Raja
Fir’aun berada di sekelilingnya justru orang yang jauh dari kredibilitas,
kapabilitas dan keahlian. Mereka hanya orang-orang yang menyimpan pretensi dan
menghendaki kehancuran, Fira'un tidak mau dari kalangan kaum Muslimin masuk
kabinetnya ,
kita lihat dari kisah Sifat sombong
menjadi salah satu sifat yang dibenci oleh Allah SWT. Bahkan, karena sifat itu,
seorang raja yang hidup di masa Nabi Ibrahim,
yaitu Raja Namrud diazab oleh Allah. Raja Namrud dikenal karena memiliki
harta karun yang luar biasa. Cadangan makanannya berlimpah, bala tentaranya
banyak, serta istana yang megah bersama persenjataan lengkap ketika itu, Dengan
semua nikmat dan kekayaan tersebut, ia berperilaku sombong angkuh. Sifat
tersebut ternyata membuat ia lupa diri dan mengaku dirinya sebagai Tuhan. Ia
juga meminta pengakuan kepada seluruh rakyatnya. Setiap orang yang datang ke
istananya untuk meminta makanan akan ditanya "Siapakah Tuhanmu..?"
Maka, mereka semua menjawab "Engkau wahai rajaku..!." Raja Namrud pun
memberikan makanan kepada mereka. Suatu ketika Nabi Ibrahim datang ke hadapan
Raja Namrud, ditanya "Siapakah Tuhanmu..?" Nabi Ibrahim menjawab
"Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan."
Raja Namrud kembali mengatakan "Aku
pun dapat menghidupkan dan mematikan," Maka, Nabi Ibrahim meminta Raja
Namrud untuk menerbitkan matahari dari Barat seperti yang dilakukan oleh Allah
SWT. "Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkan lah ia dari
Barat."
Allah SWT telah mencerikan dalam Quran surat Al-Baqarah ayat 258 yang
berbunyi :
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ
فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ
الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ
فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ
الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Artinya:
"Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai
Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim
berkata, "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan," dia
berkata, "Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan." Ibrahim berkata,
"Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari
barat." Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang zalim".
Mendengar Nabi Ibrahim menjawab itu, Raja Namrud hanya terdiam
dan mengusirnya. Nabi Ibrahim pulang dengan membawa tangan kosong.
Namun, Allah SWT memberikan rezeki tak terduga kepada Nabi
Ibrahim. Ia mengubah sebuah kantong pasir menjadi makanan lezat dengan berbagai
macam pilihan. Setelah hari itu, Raja Namrud pun gelisah. Allah SWT pun
mengutus malaikat dan mengajaknya untuk beriman kepada Allah. akan tetapi raja
namrud tidak mau. Ia menyangkal kekuasaan Allah dengan berkata, "Memangnya
ada Tuhan selain diriku?" Malaikat utusan Allah pun datang hingga dua kali
tetapi Raja Namrud tetap tak mau beriman. Pada kali ketiga malaikat datang dan
ditolak oleh Raja Namrud. Malaikat pun berkata "Kumpulkan lah seluruh bala
tentaramu hingga tiga hari."
Ia pun mengumpulkan seluruh tentaranya, lalu Allah mengazabnya
dengan mengirim jutaan nyamuk menuju bala tentara Raja Namrud dan mengepung
kerajaan namrud dan tentaranya, Nyamuk tersebut menghisap seluruh darah bala
tentara Raja Namrud. Melihat itu, Raja Namrud
lari dan bersembunyi ke ruangan khusus tetapi satu nyamuk mengikutinya
dan masuk ke kepalanya melalui lubang hidungnya.
Ia menyiksa Raja Namrud selama 400 tahun atau selama ia
berkuasa dengan sifat sombongnya. Raja Namrud pun meninggal dunia dengan
keadaan dzalim.
Dengan kata lain, pemimpin mesti memiliki komitmen tinggi
terhadap keadilan. Jangan setiap bisikan dianggap kebenaran, sehingga jangankan
kemaslahatan, diri kita pun tanpa sadar telah menjadi alat yang mencemari dan
merusak kebaikan-kebaikan dalam kehidupan masyarakat atau rakyat sendiri.
Kemudian soal sikap bijaksana. Seorang pemimpin tidak boleh
bertindak tanpa pertimbangan iman, akal sehat, dan kemaslahatan hidup orang
banyak. Oleh karena itu, dalam mengemban amanah bukan soal cepat atau lambat,
tapi tepat dan maslahat.
Dalam konteks
ini kita bisa belajar dari Musa bin Nushair, orang yang kemudian bisa
mengembangkan dakwah di tanah Afrika, mendidik anak suku Berber bernama Thariq
bin Ziyad yang kemudian menjelma menjadi panglima perang yang sukses
mencerahkan tanah Andalusia, kemudian Musa bin Nushair? Beliau menjalankan
amanah kepemimpinan dengan prinsip ketepatan, dimana target dari dakwah ini
bukanlah cepatnya wilayah dalam hitungan luas yang ditaklukkan, tetapi
bagaimana wilayah yang telah mendapatkan pencerahan, bisa benar-benar kokoh
dalam iman dan perbuatan, sehingga ketika para pemimpin yang ada kembali kepada
Allah, ada generasi yang siap melanjutkan perjuangan.
Saran :
Jika kurang manfaat, sebaiknya tahan diri untuk tidak menyebar
apapun yang kita tidak tahu pasti manfaat dan kebenarannya. saat kita
berinteraksi di dunia maya, terutama sosial media, sikap bijaksana juga sangat
diperlukan. Jangan sampai asal share beragam informasi yang diterima. Cek lebih
dahulu, timbang-timbang dengan nalar; ini penting atau tidak, ini bermanfaat
atau tidak; baik bagi diiri sendiri maupun orang lain. Kemudian cek lagi lebih
dalam; “Kalau saya share ini apakah akan menguatkan iman sesama atau malah
sebaliknya.”
[1]..Walid Blang Jruen, Muhadharah rutinitas balai IPAU Dayah
Malikussaleh Panton Labu malam Jum'at pada tahun 1995,
[2].Perkataan tersebut merupakan penggalan
hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 2554, 5188, dan 5200), Muslim
(no. 1829), Abu Dawud (no. 2928), At-Tirmidzi (no. 1705), Ahmad (2/5, 2/54-55,
dan 2/111), dan Ibnu Hibban (no. 4489); yang semuanya merupakan hadits dari
‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma.
[3].Shahih. Diriwayatkan oleh Ahmad (2/242
dan 417), Muslim (no. 101), Abu Dawud (no. 3455), At-Tirmidzi (no. 1315), Ibnu
Majah (no. 2224), Abu ‘Awaanah (1/57), Ath-Thahawi dalam Musykilul-Aatsaar
(2/139), Ibnul-Jarud dalam Al-Muntaqaa (no. 564), Al-Haakim (2/8-9), dan
Al-Baihaqi (5/325); yang semuanya merupakan hadits dari Abu Hurairah
radliyallaahu ‘anhu. Dalam bab ini, terdapat banyak hadits yang dibawakan oleh
sejumlah shahabat. Silakan lihat takhrij hadits ini selengkapnya dalam
Al-Ihsaan fii Taqriibi Shahih Ibni Hibbaan (no. 567) dengan tahqiq : Asy-Syaikh
Syu’aib Al-Arna’uth.
[4].Shahih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari
(no. 2447), Muslim (no. 2579), Ahmad (2/92, 106, 136, 137, 156, dan 159), dan
At-Tirmidzi (no. 2030); dari hadits ‘Abdullah bin ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma.
[5].Shahih. Diriwayatkan dengan lafadh ini
oleh Ahmad (5/25), dan yang semisal dengannya oleh Ath-Thabarani dalam
Al-Kabiir (20/506, 513, 514, 515, 516, 517, 518, 519, 524, 533, dan 534); dari
hadits Ma’qil bin Yasaar, dimana asal hadits tersebut dalam Ash-Shahihain.
Komentar