MAZHAB ASYAFI’I



Mazhab Syafii
19,Hijjriyah 1439/2018
Disusun :Oleh Waled Blang Jruen    




KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Mazhab Imam Syafi’i ”. Dalam meyelesaikan makalah ini saya telah berusaha untuk mencapai hasil yang maksimum, tetapi dengan keterbatasan wawasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan yang saya miliki, saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.

Terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini saya ingin menyampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah sejarah hukum islam dan teman-teman.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih butuh banyak perbaikan dan bimbingan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan sempurnanya makalah ini sehingga dapat bermanfaat bagi para pembaca, amin.


Penulis
Waled Blang Jruen



BAB I
PENDAHULUAN

Adalah suatu “keharusan” bagi setiap penulis untuk “menjaga kebenaran ilmiah dalam arti : harus bertanggung jawab atas kebenaran dalam menukil pendapat seseorang, terutama dalam penulisan masalah-masalah fiqh. Dan dari sini, merupakan keharusan juga mengetahui istilah-istilah yang menjadi kesepakatan
dalam suatu madzhab.
Yang harus diperhatikan, bahwa sangat tidak dibenarkan seseorang menga takan “Ini adalah pendapat madzhab Syafi’i “ kecuali dia tahu betul bahwa ulama Syafi’i dengan jelas mengatakannya, dan itu hanya bisa diketahui dengan mengetahui ulama-ulama Syafi’i serta kedudukan dan peringkatnya, yang pada gilirannya juga harus mengetahui kitab-kitab pokok dan kitab-kitab pegangan, sebab dalam madzhab Syafi’i banyak ulama yang mengarang kitab-kitab dan banyak terjadi perbedaan pendapat, sehingga kita harus bisa memilah-milah mana yang merupakan pendapat madzhab, mana yang merupakan pendapat pribadi, serta mana yang kuat dan mana yang lemah.



BAB II
Mazhab Syafi’i.

Mazhab ini dibangun oleh Al Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i seorang keturunan Hasyim bin Abdul Muthalib. Beliau lahir di Guzah (Siria) tahun 150 H bersamaan dengan tahun wafatnya Imam Abu Hanifah yang menjadi Mazhab yang pertama.

Guru Imam Syafi’i yang pertama ialah Muslim bin Khalid az Zanji, seorang Mufti di Mekah. Imam Syafi’i sanggup hafal Al Qur-an pada usia sembilan tahun. Setelah beliau hafal Al Qur-an barulah mempelajari bahasa dan syi’ir ; kemudian beliau mempelajari hadits dan fiqh.
Mazhab Syafi’i terdiri dari dua macam ; berdasarkan atas masa dan tempat beliau mukim. Yang pertama ialah Qaul Qadim; yaitu mazhab yang dibentuk sewaktu hidupdi Irak. Dan yang kedua ialah Qul Jadid; yaitu mazhab yang dibentuk sewaktu beliau hidup di Mesir pindah dari Irak.

Keistimewaan Imam Syafi’i dibanding dengan Imam Mujtahidin yaitu bahwa beliau merupakan peletak batu pertama ilmu Ushul Fiqh dengan kitabnya Ar Risaalah. Dan kitabnya dalam bidang fiqh yang menjadi induk dari mazhabnya ialah : Al-Um.

Dasar-dasar Mazhab Syafi’i
Dasar-dasar atau sumber hukum yang dipakai Imam Syafi’i dalam mengistinbat hukum syara’ adalah :

Al Kitab.
Sunnah Mutawatirah.
Al Ijma’.
Khabar Ahad.
Al Qiyas.
Al Istishab.

Sahabat-sahabat beliau yang berasal dari Irak antara lain :

Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid bin Yaman al-Kalabi al-Bagdadi.
Ahmad bin Hanbal yang menjadi Imam Mazhab keeempat.
Hasan bin Muhammad bin Shabah Az Za’farani al-Bagdadi.
Abu Ali Al Husain bin Ali Al Karabisi.
Ahmad bin Yahya bin Abdul Aziz al Bagdadi.

Adapun sahabat beliau dari Mesir :

Yusuf bin Yahya al Buwaithi al Misri.
Abu Ibrahim Ismail bin Yahya al Muzani al Misri.
Rabi’ bin Abdul Jabbar al Muradi.
Harmalah bin Tahya bin Abdullah Attayibi
Yunus bin Abdul A’la Asshodafi al Misri.
Abu Bakar Muhammad bin Ahmad.

Daerah-daerah yang Menganut Mazhab Syafi’i
Mazhab Syafi’i sampai sekarang dianut oleh umat Islam di : Libia, Mesir, Indonesia, Pilipina, Malaysia, Somalia, Arabia Selatan, Palestina, Yordania, Libanon, Siria, Irak, Hijaz, Pakistan, India, Jazirah Aceh, China, Sunni-Rusia dan Yaman

KEDUDUKAN QOUL-QODIM DAN QOUL-JADID DALAM MADZHAB.

Secara umum bisa di katakan bahwa yang dianggap pendapat Madzhab adalah ‘Qaul-Jadid’ seperti yang di katakan Imam Syafi’i : “tidak dibenarkan menganggap Qaul Qadim sebagai pendapat madzhab” , dan ini sesuai dengan Qoidah Usuliyah : Jika seorang mujtahid berpendapat, kemudian setelah itu dia berpendapat lain, maka yang kedua dianggap Ruju’/ralat bagi yang pertama.
Tetapi Ulama Syafi’iyah merinci lebih jelas lagi :

1. Qaul-Jadid yang harus di pakai, sedang Qaul-Qadim harus ditinggalkan, kecuali beberapa masalah yang berkisar antara 14 sampai dengan 30 masalah.

2. Qaul-Jadid tidak bisa dianggap pendapat madzhab kecuali dengan jelas Imam Syafi’i mengatakan bahwa dia sudah meralat Qaul-Qadim. Sedang bilamana tidak ada penjelasan dari Imam Syafi’i, maka dianggap ada 2 pendapat dalam madzhab.

3. Qaul Jadid secara mutlak dianggap sebagai pendapat madzhab.
Dan pendapat ketiga inilah yang lebih medekati kebenaran, mengingat ulama Syafi’iyah  setelah meneliti dengan seksama, menyimpulkan bahwa masalah-masalah yang tersebut dalam qaul-qadim ternyata semuanya tersebut dalam qaul-jadid , kalaupun ada ulama Syafi’iyah  yang memakai dan berfatwa dengan qaul qadim, pada hakikatnya beliau berijtihad dan ternyata sesuai dengan qaul qadim, seperti yang disampaikan Imam Nawawi( 676 H).

Sedangkan pendapat yang kedua, ditolak oleh mayoritas ulama, sebagaimana dikatakan Abu Ishaq Al-Syir'azi ( 476 H) dan Imam Nawawi : “Pendapat ini jelas salah, sebab antara Qaul Qadim dan Qaul Jadid seperti dua nash yang bertentangan, apabila tidak mungkin dipadukan, maka yang terakhir yang harus dipakai sedang yang pertama di buang.

Sementara itu ada yang membandingkan dengan madzhab Hanafi, yang bertentangan dengan madzhab Hanafi adalah dianggap sebagai pendapat madzhab bukan yang sejalan, sebab tidak mungkin Imam Syafi’i berbeda pendapat kecuali ada dalil yang lebih kuat, dan itu adalah pilihan Syech Abu Hamid Al-Ashfarooiniy ; tapi menurut Al-Qaffal Al-Syasyi ( 365 H ) justru sebaliknya.

 PHASE PERPINDAHAN / PANCAROBA.

Imam Syafi’i wafat tahun 204 H. dengan meninggalkan pemikiran yang tetap selalu dijadikan rujukan bagi generasi selanjutnya, dan dari tangan beliau lahir tokoh-tokoh terkenal yang melanjutkan pemikiran beliau dibawah komando Al-Buwaithi, dan beliau inilah ‘pewaris tahta’ madzhab syafi’i sebagaimana di sampaikan oleh Imam Syafi’i : “Tak seorangpun yang berhak menempati kedudukan saya selain Yusuf bin Yahya (yakni Al-Buwaithi), dan tak seorangpun dari murid-murid saya yang lebih alim darinya.

Dari murid-murid Imam Syafi’i –terutama 6 perawi- pemikiran Syafi’i di lanjutkan dan dikembangkan, dan pada kenyataannya murid-murid Imam Syafi’i tersebut bukan saja sekedar menyampaikan dan mengajarkan pendapat Imam Syafi’i pada generasi penerusnya, tapi kadang-kadang mereka juga berijtihad sendiri, dan kadang-kadang ijtihad mereka berlawanan/berbeda dengan apa yang ditetapkan oleh Imam Syafi’i.

Seperti Al-Muzani, Abu Tsur – juga generasi penerusnya (seperti ibn Mundzir (319 H) – tetap bermadzhab Syafi’i, sementara itu di sebagian masalah berijtihad sendiri yang berbeda dengan pendapat Imam Syafi’i, atau sesuai dengan Qaul-Qadim.

Karenanya Imam Al-Haramain (478 H) menjelaskan : “Apabila Muzani menyendiri (berpendapat yang berbeda dengan Imam Syafi’i ), maka beliau adalah bermadzhab sendiri, dan jika pendapatnya sesuai dengan Imam Syafi’i maka ijtihadnya lebih utama diikuti dari pada takhrijnya ulama Syafi’iyyah yang lainnya.

Yang perlu dicatat, bahwasanya yang paling berjasa dalam penyebaran madzhab Syafi’i di Baghdad adalah Al-Anmaathi – murid Robi’ dan Muzani, perowi qoul jadid-, kemudian muridnya (Ibnu Suraij /306 H.) yang meneruskan penyebaran madzhab Syafi’i kemana-mana.
Seperti juga Abu Zur’ah adalah orang yang paling berjasa bagi penyebaran madzhab syafi’i di Damaskus.

Sementara Al-Qoffaal Al-Kabiir Al-Syasyi –murid ibn Suraij- adalah perin tis madzhab Syafi’i di balik sungai Saihun dan Jaihun. Sedangkan tersebarnya madzhab Syafi’i di Maroo dan Khuroosaan adalah hasil kerja ‘Abdan bin Muhammad Al-Maruzi (293 H).

Dan yang pertama kali memperkenalkan madzhab Syafi’i di Isfiraayin adalah Abu Awaanah (316 H.) –salah seorang murid Rabek’ dan Muzani-.
Demikianlah mulai tersebarnya madzhab Syafi’i di segala penjuru dunia, sampai akhirnya muncullah syekh Abu Hamid Al-Isfiraani (406 H) yang diikuti oleh sejumlah ulama, diantaranya Al-Mawardi (450 H), Qadli Abu Thoyyib Al-Thobary (450 H), Qadli Abu Ali Al-Bandaniijy( 425 H), Al-Mahaamily (424 H) dan lain-lain yang membukukan masalah Furu’iyah dalam madzhab Syafi’i.

Dan kelompok ini disebut kelompok Al-Iroqiyin, kelompok inilah satu-satunya yang menjadi panutan bagi pendapat madzhab Syafi’i, sementara itu dibagian bumi yang lain muncullah Al-Qaffal Al-Shoghir Al-Maruzi (417H) yang diikuti oleh sejumlah ulama, diantaranya Abu Muhammad Al-Juwaini (430 H), Al-Furooti (461 H), Al-Qodhi Husain (462 H), Abu Ali Al-Sinji (427 H), Al-Mas’udy, Muhammad ibn Abdul-Malik (423 H) dan lain-lain yang juga membukukan Fiqh Syafi’i, dan kelompok ini disebut kelompok Al-Khurosaaniyyin, yang dikenal juga dengan sebutan kelompok Al-Maroowiz.
Sampai di sini, semua ilmu madzhab Syafi’i bersumber dari dua kelompok ini, dan apabila dua kelompok ini sepakat/ittifaq maka itulah madzhab Syafi’i yang paling mu’tamad.

Adapun kelebihan dan keistimewaan dua kelompok tersebut adalah sebagaimana yang digambarkan oleh imam Nawawi : “Ketahuilah bahwasanya riwayat kelompok Iraqiyyin secara umum lebih tepat, lebih akurat dan lebih bisa dipertanggung-jawabkan dalam menukil nash-nashnya Imam Syafi’i dan qaidah-qaidah madzhabnya di banding dengan riwayat kelompok Al-Khuraasaaniyin; sedang kelompok Al-Khurasaniyyin secara umum lebih baik dalam segi penjabaran, penganalisaan dan runtutannya.

Kemudian lahirlah sejumlah ulama yang tidak terikat pada ketentuan dua kelompok tersebut, seperti Al-Rowiyaani (502 H) –pengarang Al-Bahru- , Al-Syaasyi (505 H) –pengarang Al-Hilyah-, Ibn Al-Shabbagh (477 H) yang asalnya adalah kelompok Iraqiyyin; dan Al-Mutawally (448 H) – pengarang Al-Tatimmah-, Imam Al-Haramain, Al- Gozali (505H) dan lain-lain dari kelompok Al-Khurasaaniyyun yang keluar dari ketentuan dua kelompok tersebut diatas.
Kemudian muncul generasi berikutnya yang mencoba mempersatukan dua kelompok diatas –Al-Iraqiyun dan Al-Khurosaaniyun- yang di motori oleh dua ulama terkenal: Al-Rafi’i (623 H) dan An-Nawawi (676 H), yang sangat besar andilnya bagi penjernihan madzhab Syafi’i dan qaidah-qaidahnya.Dengan munculnya dua ulama tersebut, perkembangan madzhab Syafi’i memasuki babak baru, “Phase Pemurnian Madzhab”.

Peninggalan

Imam Syafi’i terkenal sebagai perumus pertama metodologi hukum Islam. Ushul fiqh (atau metodologi hukum Islam), yang tidak dikenal pada masa Nabi dan sahabat, baru lahir setelah Imam Syafi’i menulis Ar-Risalah. Mazhab Syafi’i umumnya dianggap sebagai mazhab yang paling konservatif di antara mazhab-mazhab fiqh Sunni lainnya. Dari mazhab ini berbagai ilmu keislaman telah bersemi berkat dorongan metodologi hukum Islam yang dikembangkan para pendukungnya.

Karena metodologinya yang sistematis dan tingginya tingkat ketelitian yang dituntut oleh Mazhab Syafi’i, terdapat banyak sekali ulama dan penguasa di dunia Islam yang menjadi pendukung setia mazhab ini. Di antara mereka bahkan ada pula yang menjadi pakar terhadap keseluruhan mazhab-mazhab Sunni di bidang mereka masing-masing. Saat ini, Mazhab Syafi’i diperkirakan diikuti oleh 28% umat Islam sedunia, dan merupakan mazhab terbesar kedua dalam hal jumlah pengikut setelah Mazhab Hanafi.


BAB III
PENUTUP

Penyebar-luasan pemikiran Mazhab Syafi’i berbeda dengan Mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki, yang banyak dipengaruhi oleh kekuasaan kekhalifahan. Pokok pikiran dan prinsip dasar Mazhab Syafi’i terutama disebar-luaskan dan dikembangkan oleh para muridnya. Murid-murid utama Imam Syafi’i di Mesir, yang menyebar-luaskan dan mengembangkan Mazhab Syafi’i pada awalnya adalah:

Yusuf bin Yahya al-Buwaiti (w. 846)
Abi Ibrahim Ismail bin Yahya al-Muzani (w. 878)
Ar-Rabi bin Sulaiman al-Marawi (w. 884)

Imam Ahmad bin Hanbal yang terkenal sebagai ulama hadits terkemuka dan pendiri fiqh Mazhab Hambali, juga pernah belajar kepada Imam Syafi’i. Selain itu, masih banyak ulama-ulama yang terkemudian yang mengikuti dan turut menyebarkan Mazhab Syafi’i, antara lain:
Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari
Imam Bukhari
Imam Muslim
Imam Nasa’i
Imam Baihaqi
Imam Turmudzi
Imam Ibnu Majah
Imam Tabari
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani


Daftar Pustaka/Referensi
Abu Zahrah, Muhammad, Imam Syafi’i: Biografi dan Pemikirannya dalam Masalah Akidah, Politik & Fiqih, Penerjamah: Syeih Abuya Mudawali Al Chalidy,
Al-Qaththan, Syaikh Manna’, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Penerjemah: H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc., MA., Penyunting: Abduh Zulfidar Akaha, Lc., Cet.1 (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006).
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Ed.1, Cet.12 (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001).
Imam Muslim, Terjemah Hadits Shahih Muslim, Penerjemah: Abu Ibrahim Bardan Dayah Malikussaleh, Cet ( 1998)
Al Imam Al Bukhari, Terjemah Hadits Shahih Bukhari, Penerjemah: syeh 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah mengenai Hari Raya Idul Fitri

MAKALAH TENTANG SISTIM EKONOMI ISLAM

POTRET IMAGENASI DIKISAHKAN OLEH APAYUS ALUE GAMPOENG TENTANG Kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah