“BIOGRAFI IMAM SYAFI’I”
Tuesday, January 5, 2016
MAKALAH
SEJARAH HUKUM ISLAM
“BIOGRAFI IMAM
SYAFI’I”
Dibuat Oleh :
Tgk.Abdillah SE, M.A
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
INTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
LHOKSEUMAWE
TAHUN 2018
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah……!
Puji syukur atas
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Biografi Imam Syafi’i
”. Dalam meyelesaikan makalah ini saya telah berusaha untuk mencapai hasil yang
maksimum, tetapi dengan keterbatasan wawasan pengetahuan, pengalaman dan
kemampuan yang saya miliki, saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna.
Terselesaikannya
makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan kali ini saya ingin menyampaikan terima kasih kepada dosen
pembimbing mata kuliah sejarah hukum islam dan teman-teman.
Saya menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini masih butuh banyak perbaikan dan bimbingan. Oleh
karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan sempurnanya
makalah ini sehingga dapat bermanfaat bagi para pembaca, amin.
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................................
DAFTAR
ISI............................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................
i
B.
Masalah................................................................................................................
ii
C. Rumusan
Masalah................................................................................................
ii
D.
Tujuan..................................................................................................................
ii
BAB II: PEMBAHASAN
A. Asal
Usul Imam Syafi’i dan Nasabnya................................................................
1
B. Kelahiran
dan Pertumbuhan Imam syafi’i Dalam Menuntut Ilmu....................... 1
C. Perjalanan Imam
Syafi’i Dalam Menuntut Ilmu...................................................
4
D. Guru dan Murid
Imam
Syafi’i..............................................................................
9
E. Kitab-Kitab
Karangan Imam Syafi’i yang
Terkenal.............................................. 10
F. Wafatnya Imam
Syafi’i.........................................................................................
11
BAB III: PENUTUP
Kesimpulan................................................................................................................
13
Saran..........................................................................................................................
13
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................................
14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Imam empat serangkai adalah imam-imam mazhab fikih dalam islam.
Mereka imam-imam bagi mazhab empat yang berkembang dalam islam. Meeka terkenal
sampai kepada seluruh umat di zaman yang silam dan sampai sekarang. Mereka itu
adalah :
Abu Hanifah Annu’man
Malik Bin Anas
Muhammad Idris Asy-syafi’i
Ahmad Bin Muhammad Bin Hambal
Karena pengorbana dan bakti mereka yang besar terhadap agama islam
yang maha suci, khususnya dalam bidang ilmu fikih mereka telah sampai ke
peringkat atau kedudukan yang baik dan tinggi dalam islam. Peninggalan mereka
merupakan amalan ilmu fikih yang besar dan abadi yang menjadi kemegahan bagi
agama islam dan kaum muslimin umumnya.
Karena kesuburan dan kemasyhurannya dalam ilmu fikih di samping
usaha mereka yang bermacam-macam terhadap agama islam nama-nama mereka sangat
dikenal pada zaman kejayaannya islam. Mereka bekerja keras untuk menjaga dan
menyuburkan ajaran-ajaran islam kepada seluruh umat lebih-lebih dalam ilmu
fikih sejak terbitnya nur islam.
Namun pada makalah ini akan dibahas lebih spesifik tentang biografi
muhammad idris syafi’i atau lebih dikenal dengan imam syafi’i. Imam syafi’i
adalah imam yang ketiga menurut susunan tarikh kelahiran. Beliau adalah
pendukung terhadap ilmu hadist dan pembaharu dalam agama (mujaddid) dalam abad
kedua hijrah.
B.Masalah
Imam syafi’i adalah salah satu dari 4 imam mazhab yang terkenal
saat ini. Apalagi di indonesia banyak orang menggunakan fatwa/fiqih dari imam
syafi’i. Akan tetapi yang menjadi problem adalah diantara beberapa buku banyak
terjadi perbedaan tentang penjelasan perjalanan hidup imam syafi’i,
mulai dari sejak lahir hingga perjalanan imam syafi’i menuntut ilmu
bahkan sampai ia wafat. Maka dari itu penulis mencoba untuk memberikan sedikit
pencerahan mengenai biografi imam syafi’i berdasarkan sumber-sumber yang telah
di didapatkan. Oleh sebab itu, dalam menjawab persoalannya, akan dijelaskan
dengan memberikan batasan-batasan berdasarkan rumusan masalah.
C.
Rumusan Masalah
1.
Dimanakah imam syafi’i dilahirkan ?
2.
beberapa tempat sajakah imam syafi’i pergi mencari ilmu ?
3.
Bagaimana cara imam syafi’i mengeluarkan istinbath ?
D.TUJUAN
Untuk
mengetahui biografi imam syafi’i
BAB II
PEMBAHASAN
BIOGRAFI
SINGKAT IMAM SYAFI’I
A.Asal
Usul Imam Syafi’i Dan Nasabnya
Nama lengkap dari Imam Asy-Syafi’i adalah Muhammad bin Idris bin
al-‘Abbas bin ‘Utsman bin Syafi’i bin as-Saib bin ‘Ubaid bin ‘Abdu Yazid bin
Hasyim bin al-Muthalib bin ‘Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin
Ka’ab bin Luay bin Ghalib, abu ‘Abdillah al-Qurasyi Asy-Syafi’i al-Maliki,
keluarga dekat rasulullah dan putra pamannya
Al-Muthalib adalah saudara Hasyim, ayah dari ‘Abdul Muthalib. Kakek
Rasulullah SAW. Dan kakek imam asy-Syafi’i berkumpul (bertemu nasabnya) pada
‘abdul Manaf bin Qushay, kakek Rasulullah SAW. Yang ketiga.
Idris, ayah asy-syafi’i tinggal di tanah hijaz, ia adalah keturunan
arab dari kabilah qurasy. Kemudian ibunya yang bernama fathimah al-azdiyyah
adalah berasal dari salah satu kabilah di yaman, yang hidup dan menetap
di hijaz. Semenjak kecil fathimah merupakan perempuan yang banyak beribadah
memegang agamanya dengan kuat dan sangat taat dengan Rabbul alamin. Dia dikenal
cerdas dan mengetahui seluk beluk al-quran dan as-sunah, baik Ushul(Azas). maupun furu’ (Cabang).
Imam an-nawawi berkata : imam asy-syafi’i adalah berasal dari Bani
qurasy dan Bani muthalib keturunan muthalib berdasarkan ijma’ para ahli riwayat
dari semua golongan, sementara ibunya berasal dari suku azdiyah. Imam
asy-syafi’i dinisbahkan kepada kakeknya yang bernama syafi’i bin as-saib,
seorang sahabat kecil yang sempat bertemu dengan rasulullah SAW. Ketika masih
muda.
B.Kelahiran
dan Masa Pertumbuhan Imam asy-Syafi’i dalam menuntut ilmu
1. kelahiran imam asy-syafi’i
Idris bin al-abbas
menyertai istrinya dalam sebuah perjalanan yang cukup jauh, yaitu menuju
kampung gazzah di palestina, dimana saat itu umat islam sedang berperang
membela negeri islam di kota asqalan, sebuah kota pesisir. Lalu mereka tinggal
di kampung gazah yang sudah dekat dengan ‘asqalan. pada saat itu fathimah
sedang mengandung, idris sangat gembira dengan hal ini, sehingga ia berkata
:”jika engkau melahirkan seorang putra, maka akan kunamakan muhammad, dan akan
kupanggil dengan nama salah seorang kakeknya yaitu syafi’i bin asy-syaib.”
Akhirnya fatimah melahirkan di gazah tersebut, dan terbuktilah apa yang
dicita-citakan oleh ayahnya. Anak itu dinamai muhammad, dan dipanggil dengan
nama asy-syafi’i.
Para sejarawan sepakat
bahwa imam asy-syafi’i lahir pada tahun 150 H, yang merupakan tahun
wafatnya imam abu hanifah. Kemudian ada banyak riwayat yang menyebutkan tentang
tempat imam asy-syafi’i lahir. Tempat yang paling populer adalah beliau
dilahirkan di kota ghazzah, dan pendapat lain mengatakan di kota ‘asqalan, dan
pendapat yang lain lagi mengatakan bahwa beliau dilahirkan di yaman.
Tidak lama setelah
asy-syafi’i lahir, ayahnya meninggal, saat itu umur asy-syafi’i belum menginjak
dua tahun. Keudian ia dibesarkan dan dididik oleh ibunya. Dia melihat bahwa
jika tetap tinggal di ghazzah maka sambungan nasabnya kepada qurasy akan
hilang, disamping itu akan terhalangi untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Maka ibunya memutuskan membawa asy-syafi’i ke makkah al-mukaramah, dan tinggal
disebuah kampung disana dekat masjid al-haram, yang disebut kampung al-khaif.
Asy-syafi’i dibesarkan
dalam kondisi yatim dan fakir, hidup atas bantuan keluarganya dari kabilah
qurasy, namun bantuan keluarganya sangat minim, tidak cukup untuk membayar guru
yang bisa mengajarkan tahfidz al-quran serta dasar-dasar membaca dan menulis.
Namun karena sang guru melihat kecerdasan asy-syafi’i serta kecepatan
hafalannya, ini dibebaskan dari bayaran.
Asy-syafi’i pernah
berkata : saat aku di kuttab, aku mendengar guruku mengajar murid-murid tentang
ayat-ayat al-quran, maka aku langsung menghafalkan, apabila ia mendiktekan
sesuatu, belum sampai guruku selesai membacakannya kepada kami, aku telah
menghafal seluruh apa yang didektekannya, maka dia berkata kepadaku suatu hari
”Demi Allah. Aku tidak pantas mengambil bayaran dari kamu sesen pun.”
Pendapat tentang tempat kelahiran asy-syafi’i :
Disebutkan dalam riwayat ibnu abi hatim dari ‘amr bin sawad, ia
berkata : “imam syafi’i berkata kepadaku: ‘aku dilahirkan di negeri ‘asqalan.
Ketika aku berusia dua tahun, ibuku membawaku ke makkah.’ ”
Sementara imam al-baihaqi
menyebutkan dengan sanadnya, dari muhammad bin ‘abdillah bin ‘abdul hakim, ia
berkata : aku dilahirkan di negeri ghazzah. Kemudian, aku dibawa ibuku ke
‘asqalan.
Kemudian yakut
menceritakan bahwa imam asy-syafi’i pernah menceritakan: aku dilahirkan di
negeri yaman, ibuku bimbang aku tidak terurus, lalu aku dibawa bersamanya ke
mekah, umurku pada waktu itu kurang lebih 10 tahun.
Selanjutnya al-baihaqi berkata : ada kemungkinan yang dimaksud dari
beberapa pendapat tentang kelahiran imam syafi’i adalah tempat yang dihuni oleh
sebagian keturunan yaman di kota ghazzah, seluruh riwayat menunjukkan bahwa
imam asy-syafi’i dilahirkan di kota ghazzah kemudian ia dibawa ke ‘asqalan lalu
ke mekkah. Wallahu a’lam.
2. Masa pertumbuhan Imam syafi’i dalam menuntut ilmu
Ketika imam asy-syafi’i
dibawa ibunya ke tanah hijaz, yakni kota makkah, ada juga yang menyebutkan
tempat dekat makkah, mulailah imam syafi’i menghafal al-quran sehingga ia
berhasil merampungkan hafalannya pada usia tujuh tahun dan juga hafal kitab
al-muwatta’ (karya imam malik) dalam usia 10 tahun. Pada usia 15 tahun (ada
yang mengatakan 18 tahun), imam syafi’i berfatwa setelah mendapat izin dari
syaikhnya yang bernama muslim bin khalid az-zanji.
Imam syafi’i menaruh
perhatian yang besar kepada syair dan bahasa dan juga adat istiadat mereka.
sehingga ia hafal syair dari suku hudzail, . Bahkan, ia hidup bergaul bersama
mereka selama 10 atau 20 tahun menurut satu riwayat. Kepada merekalah imam
asy-syafi’i belajar bahsa arab dan balaghah.
Kabilah hudzail adalah kabilah yang terkenal sebagai suatu kabilah
yang paling baik bahasa arabnya. Sehingga imam syafi’i banyak menghafal
syair-syair dan qasidah dari kabilah hudzail. Sebagai bukti, al-asmai’ pernah
berkata : bahwa beliau pernah membetulkan atau memperbaiki syair-syair hudzail
dengan seorang pemuda dari keturunan bangsa qurasy yang disebut dengan namanya
muhammad bin idris, maksudnya adalah imam syafi’i.
Di samping mempelajari
ilmu pengetahuan beliau mempunyai kesempatan pula mempelajari memanah, sehingga
beliau dapat memanah sepuluh batang panah tanpa melakukan satu kesilapan.
Beliau pernah berkata : cita-citaku dua perkara : panah dan ilmu, aku berdaya
mengenakan target sepuluh dari sepuluh. Mendengar percakapan itu orang yang
bersamanya berkata : Demi Allah bahwa ilmumu lebih baik dari memanah.
Imam asy-syafi’i belajar
banyak hadist kepada para syaikh dan imam. Dia membaca sendiri kitab
al-muwatta’ di hadapan imam malik bin anas dengan hafalan sehingga imam malik
pun kagum terhadap bacaan dan kemauannya. Imam asy-syafi’i juga menimba dari
imam malik, ilmu para ulama hijaz setelah ia mengambil banyak ilmu dari syaikh
muslim bin khalid az-zanji. Selain itu, imam syafi’i juga banyak mengambil riwayat
dari banyak ulama, juga belajar al-quran kepada isma’il bin qasthanthin dari
syibl, dari ibnu katsir al-maliki, dari mujahid, dari ibnu ‘abbas, dari ubay
bin ka’ab, dari rasulullah.
C.
Perjalanan imam syafi’i dalam menuntut ilmu
1.
Perjalanan imam syafi’i ke madinah
Pada usia 20 tahun, imam syafi’i yang saat itu tinggal di kota makkah, sedang
menuntut ilmu dan mengajarkan ilmu yang dia peroleh, ia begitu rindu untuk
melihat madinah al-munawwarah, dan masjidnya yang agung, serta mengunjungi
makam rasulullah beserta dua sahabatnya, yaitu abu bakar dan umar. Akan tetapi
sebelum pergi ke madinah selain melihat kota madinah, imam syafi’i sebenarnya
pergi untuk menemui imam malik, imam syafi’i sebelumnya sudah mempersiapkan
diri dengan menghafal kitab al-muwatta’. Yang mana kitab muwatta’ tersebut
sudah ia hafal sejak umur 10 tahun atau ada juga yang menyebutkan dalam usia 13
tahun.
Dalam perjalanannya Imam syafi’i pernah bercerita : “aku keluar dari makkah
untuk hidup dan bergaul dengan suku hudzail di pedusunan. Aku mengambil bahasa
mereka dan mempelajari ucapannya. Mereka adalah suku arab yang paling fasih.
Setelah beberapa tahun tinggal bersama mereka aku pun kembali ke makkah.
Kemudian aku membaca syair-syair mereka, menyebut peristiwa dan peperangan
bangsa arab. Ketika itu lewat seoranng dari suku az-zuhri ia berkata : hai, abu
abdillah, sayang sekali jika keindahan bahasa yang engkau kuasai tidak di
imbangi dengan ilmu dan fiqih. “Siapakah yang patut aku temui ?” tanya imam syafi’i,
lalu orang itu menjawab : “malik bin anas,” pemimpin umat islam. Imam syafi’i
berkata : maka timbullah minatku untuk mempelajari kitab al-muwatta’. Untuk itu
aku meminjam kitab tersebut pada seorang laki-laki di makkah. Setelah
menghafalnya, aku pergi menjumpai gubernur makkah dan mengambil surataku
berikan kepada gubernur madinah dan imam malik bin anas.
Sampainya di madinah,
gubernur madinah sudah membaca surat tersebut. Dan gubernur madinah sangat
senang dengan kehadiran imam syafi’i, akan tetapi imam syafi’i yang minta
tolong kepada gubernur madinah untuk mendatangkan imam malik sangatlah susah.
Pada saat gubernur dan imam syafi’i berada di depan pintu rumah imam malik,
gubernur menyerahkan surat dari gubernur makkah, kemudian imam malik membacanya
sampai selesai lalu imam malik mencampakkan surat itu, dan imam syafi’i berkata
: semoga allah memperbaikimu dan semoga allah menjadikan tuan sebagai orang
yang shalih. Kemudian imam malik memandang imam syafi’i dan bertanya : siapakah
namamu ? nama saya adalah muhammad, ia berkata : hai muhammad bertaqwalah
kepada allah, tinggalkanlah maksiat, maka engkau akan menjadi orang besar.
Sesungguhnya aku melihat cahaya dalam dirmu dan janganlah kamu padamkan dengan
maksiat. Lalu imam malik berkata lagi : datanglah besok, ada oorang yang akan
membacakan kitab al-muwatta; untukmu. Dan imam syafi’i berkata sesungguhnya aku
sudah menghafalnya.
Besoknya imam syafi’i
melanjutkan : datang pagi-pagi dan mulai membaca kitab itu, namun, imam syafi’i
agak segan kepada imam malik dan ingin memberhentikan bacaannya, akan tetapi
imam malik menyuruhnya membaca terus karena imam malik tertarik dengan bacaan
i’rab imam syafi’i. Begitu setiap hari yang dilakukan imam syafi’i. Dan
setelah itu, imam syafi’i tinggal di madinah hingga imam malik wafat.
Ia pergi ke madinah
dalam usia 10 atau 13 tahun yakni tahun 163 H. Kemudian, ia pulang pergi ke
madinah dan makkah dan perkampungan hudzail meskipun ia sering mendampingi imam
malik di madinah hingga imam malik wafat pada tahun 179 H.
2.Perjalanan
imam syafi’i ke iraq
Saat masih di madinah,
imam syafi’i mengetahui bahwa imam abu hanifah dulu berada di iraq. Dia
bertekad ingin dengannya dan para ulama yang lain. Kemudian imam syafi’i pergi
menemui imam malik dan berkata : saya berkeinginan pergi ke iraq untuk menambah
ilmu. Imam malik berkata : rasulullah bersabda : “sesungguhnya para
malaikat meletakkan sayapnya untuk penuntut ilmu, karena ridha dengan apa yang
mereka cari” kemudian imam malik menyodorkan 64 dinar sebagai bekal
menuntut ilmu.
Sesampainya di kufah
dia melihat seorang anak sedang shalat, karena merasa shalatnya kurang
sempurna, lalu imam syafi’i menasehatinya dan anak ini tidak terima dan anak
itu berkata : saya sudah 15 tahun dihadapan abu yusuf fan ibn al hasan dan dia
tidak pernah mengkritikku. Kemudian anak itu langsung melapor kepada abu yusuf
dan ibnu hasan bahwa ada orang yang mengkritik shalatnya. Kemudian ibnu hasan
menyuruh anak itu untuk menanyakan, bagaimana anda shalat ? lalu imam syafi’i
menjawab dengan dengan dua fardhu dan satu sunat yaitu dua fardhu adalah niat
dan takbiratul ihram sementara sunnah adalah mengangkat tangan sampai
ketelinga. Mendengar jawaban itu abu yusuf dan ibnu hasan langsung berkenalan
dengan imam syafi’i. Dan ibnu hasan seringkali bertanya, dan semua pertanyaan
dijawab dengan jawaban yang cukup lengkap.
Imam syafi’i tinggal
di kufah bersama ibn hasan. Selama itu dia sudah menulis sebuah buku. Dan ibn
hasan sangat senang dengan kedatangan imam syafi’i , serta mengizinkan imam
syafi’i untuk menulis buku-buku yang dia miliki di perpustakaan pribadinya
sesuka hatinya. Ketika ia hendak meninggalkan iraq, ia ingin keliling beberapa
kota di iraq.
3. Perjalanan imam syafi’i ke yaman
Walaupun imam asy-syafi’i sudah sangat terkenal di makkah dan
madinah, dan dikalangan pelajar, yang aktif mengikuti pelajarannya namun ia
tidak pernah mengambil upah baik dimadinah maupun di makkah, lain halnya dengan
yaman. Disana mereka mencarikan syafi’i pekerjaan, dimana dia bisa mengambil
upah dari pekerjaannya tersebut, yaitu pekerjaan dalam bidang peradilan, yang
sesuai dengan pemahamankeahlian dan bidangnya.
Kemasyhuran imam
syafi’i sampai ke kota makkah sehingga ketika orang-orang yaman pergi ke makkah
bersamanya, untuk melakukan umrah di bulan rajab, pujian dan sanjungan
seringkali di ucapkan dari mulut mereka (penduduk makkah) sehingga seorang
syaikh sofyan bin uyainah, seorang ahli hadist makkah, turut menyambut ketika
bertemu dengannya dan berkata : kebaikan yang engkau perbuat di yaman telah
sampai beritanya kepadaku, apapun yang engkau kerjakan untuk allah akan kembali
kepadamu. Aku berharap tidak kembali lagi ke yaman.
Namun imam syafi’i
tidak memenuhi saran gurunya dan tetap kembali ke yaman, disana mereka telah
menyediakan satu jabatan yang tinggi yaitu mengangkatnya menjadi hakim di
najran. Penduduk najran mencoba untuk mendekati dan mengambil perhatian imam
syafi’i, seperti yang mereka lakukan kepada hakim-hakim sebelumnya, namu mereka
gagal. Imam syafi’i tetap istiqamah dalam menegakkan keadilan dan menumbang
kebatilan. Untuk itu mereka mulai merancangkan sebuah kejahatan untuk menghasut
amirul mukminin bahwa syafi’i melawan pemerintah pusat.
Dia meninggalkan yaman dan kembali ke makkah, dia tidak banyak
melakukan hal-hal di yaman kecuali dia telah menikah dan mempunyai anak.
4. Kembalinya imam syafi’i ke makkah
Imam syafi’i kembali ke makkah al-mukarramah. Pada
perjalanannya yang sebelumnya dia telah menyerap ilmu-ilmu dari hijaz dan iraq.
Dia kembali dengan membawa ilmu ra’yi yang diperoleh dari pertemuannya dengan
seorang fakih iraq yaitu muhammad bin hasan, teman abu hanifah. Ilmu ini dia
sinergikan dengan ilmu ahli hijaz, yang diperolehnya dari imam malikdi masjid
nabawi dan syaikh muslim khalid az-zanji, syaikh masjidil haram, dan sofyan bin
uyainah seorang alim makkah.
Kepulangan imam syafi’i
bukan untuk bergabung dengan halaqah yang telah ada di masjidil haram, akan
tetapi membuat halaqah yang baaru, halaqah yang dibentuknya banyak menarik
banyak kalangan ulama, mereka turut mendengarkan metode-metode yang diterapkan
dalam mengambil hukum. Diantara ulama ini adalah imam ahmad bin hanbal. Ketika
beliau ke makkah untuk menunaikan ibadah haji. Beliau bertemu dengan ulama
besar dan para perawi hadist terutama sofyan bin syafi’i.
Seorang alim dari iraq
yang datang bersama imam ahmad bin hanbal ke makkah untuk haji dan ilmu, dan
belum mengetahui asy-syafi’i, berkata kepada imam ahmad : hai abdullah ! anda
meninggalkan abu uyainah untuk datang kemari ? beliau berkata; diam ! jika
engkau ketinggalan sebuah hadist dari atas, engkau bisa dapatkan dari bawah,
jika engkau ketinggalan akal ini, aku takut engkau tidak akan mendapatkan lagi,
sungguh, aku belum pernah melihat seorang fakih tentang kitab allah kecuali
pemuda ini. Aku bertanya ; siapakah dia ? dia adalah muhammad bin idris.
5. Perjalanan imam syafi’i ke baghdad
Perjalanan ke baghada
yang kedua kalinya, terjadi pada tahun 195 H, setalah imam syafi’i mendapatkan
kemasyhuran yang cukup besar, leawat ulama-ulama besar hadist dan fiqih ;
seperti ; ahmad bin hanbal, ishaq bin rahawaih, dan abdurrahman bin mahdi,
ulama terakhir inilah meminta syafi’i untuk menulis bukunya yang
terkenal “ar risalah “ buku yang memuat gagasan fiqih
asy-syafi’i.
Asy-syafi’i memasuki
baghdad seraya mengumumkan ijtihadnya, dengan bekal ilmu, argumen yang kuat,
serta kemampuan untuk menjelaskan ide-idenya. Di baghdad ia tinggal dirumah az-
za’ fani, seorang sastrawan yng kaya dan memiliki kedekatan dengan para
penguasa iraq.
Disana imam syafi’i mendatangi masjid al-jami’ yang biasanya
diadakan halaqah ilmu, dia mulai menyampaikan pelajaran dalam bidang usul fiqih
sehingga para pelajar dan ulama-ulama berbondong- bondong dalam menimba ilmu.
Para ahli hadist dan
fiqih iraq berlomba mendatangi asy-syafi’i, mereka sangat mencintainya dimana
ulama yang lain tidak merasakan hal yang sama. Ilmu yang dimiliki oleh imam
asy-syafi’i ini sungguh memberikan manfaat kepada umat. Mereka juga sering melontarkan
pujian kepada imam syafi’i. Para faqih dan ahli ijtihad serta ahli bahasa
sepakat mengatakan “mereka belum pernah melihat alim seperi asy-syafi’i.”
6. Perjalanan asy-syafi’i ke mesir
Ketika khalifah
abbasiyah al-ma’mun bin harun ar-rasyid ingin mengangkat wali mesir, yaitu
al-abbas bin musa. Dan syafi’i memiliki hubungan yang baik dengan al-abbas bin
musa, sehingga timbul keinginan untuk mengunjunginya di mesir. Ketika penduduk
baghdad mengetahui rencana ini, maka mereka bersedia melepas kepergiannya,
termasuk ibn hanbal.
Dalam kepergiannya
imam syafi’i ditemani oleh sejumlah murid-muridnya.diantaranya : ar-rabi’
al-mirawi, abdullah bin az-zubair al-humaidi dan yang lainnya. Tiba di mesir
bulan syawwal tahun 199 H. Al-abbas bin musa penguasa baru mesir meminta
asy-syafi’i tinggal dirumahnya, namun ia menolak dan memilih untuk tinggal
bersama bani azdi.
Pagi harinya, seorang
alim bernama abdullah bin abdul hakam datang menemui imam syafi’i, ia adalah
salah seorang ulama besar mesir saat itu dan salah seorang yang didektekan
al-muwatta’ oleh asy-syafi’i ketika berada di madinah. Ternyata ia sudah
mendapati imam syafi’i telah memasuki masa tua, rambutnya dipenuhi oleh warna
kemerah-merahan, badannya tinggi, suaranya sangat lantang, perkataannya menjadi
hujjah dalam masalah bahasa, tercermin tanda-tanda keberanian, wajahnya tidak
dipenuhi oleh daging, pipinya persegi panjang serta lehernya panjang demikian
pula tangan dan lengannya.
D.Guru dan Murid Imam Syafi’i
1.Guru-guru
imam syafi’i
Guru imam syafi’i yang
pertama adalah muslim khalid az-zinji dan lain-lainnya dari makkah.
Ketika umur belia 13 tahun beliau mengembara ke madinah. Di madinah beliau
belajar dengan imam malik sampai imam malik meninggal dunia
1.Gurunya
di makkah : muslim bin khalid az-zinji, sufyan bin uyainah, said bin al-kudah,
daud bin abdur rahman, al-attar dan abdul hamid bin abdul aziz bin abi daud.
2.Gurunya
di madinah : malik bin anas, ibrahim bin sa’ad al-ansari, abdul ‘aziz bin
muhammad ad-dawardi, ibrahim bin yahya, al usami, muhammad said bin abi fudaik
dan abdullah bin nafi’ as-saigh.
3.Gurunya
di yaman : matraf bin mazin, hisyam bin yusuf kadhi bagi kota san’a, umar bin
abi maslamah, dan al-laith bin sa’ad.
4.Gurunya
di iraq : muhammad bin al hasan, waki’bin al-jarrah al-kufi, abu usamah hamad
bin usamah al-kufi, ismail bin attiah al-basri dan abdul wahab bin abdul majid
al-basri.
5.Gurunya
di baghdad : muhammad bin al-hasan.
2.Murid-murid
imam syafi’i Dimakkah :
abu bakar al-humaidi,
ibrahim bin muhammad al-abbas,
abu bakar muhammad bin idris,
musa bin abi al-jarud
Di baghdad :
al-hasan as-sabah az-za’farani,
al-husin bin ali al karabisi,
abu thur al-kulbi dan
ahmad bin muhammad al-asy’ari al-abasri
Di mesir :
hurmalah bin yahya,
yusuf bin yahya al-buwaiti,
ismail bin yahya al-mizani,
muhammad bin abdullah bin abdul hakam dan ar-rabi’bin sulaiman
al-jizi.
Diantara para muridnya yang termasyhur sekali
adalah ahmad bin hanbal, yang mana beliau telah memberi jawaban kepada
pertanyaan tentang imam syafi’i dengan katanya : allah ta’ala telah memberi
kesenangan dan kemudahan kepada kami melalui imam syafi’i.
Para
pembaca yang budiman , jika anda dihidangkan makanan ataupun minuman oleh
seseorang ketika berkunjung atau silaturahmi, maka makanlah dan minumlah,
bismillah…meskipun kau sudah kenyang sebelumnya, rezekimu akan luas dari situ
karena kamu sudah membuat hati tuan rumah senang dan bahagia, terutama jika
orang yang kau kunjungi adalah orang yang dermawan, maka makanannya akan menjadi
obat bagimu.
Dikisahkan
bahwasanya imam Syafi’i suatu hari menziarahi imam Ahmad bin Hanbal di
rumahnya, beliau berdua makan malam bersama, kemudian imam Syafi’i tidur di
kamar yang sudah disiapkan.
Di pagi harinya putri imam Ahmad bin Hanbal
bertanya kepada ayahnya, “ Wahai ayah, mohon maaf, apa beliau itu imam Syafi’i
yang ayah sering memujinya ? “, imam Ahmad menjawab, “ betul wahai putriku, ada
apa ? “. “ Maaf ayah, aku perhatikan darinya tiga perkara, pertama saat kami
hidangkan makan malam, beliau makan sangat banyak sekali. Ketika beliau masuk
kamar, beliau tidak bangun lagi untuk bangun malam. Ketika subuh tiba, beliau
tidak wudhu untuk sholat dan langsung sholat tanpa berwudhu dulu “.
Maka imam Ahmad mengutarakan tiga hal itu
kepada imam Syafi’i dan didengarkan juga oleh putri imam Ahmad. Maka imam
Syafi’i menjawab :
“
wahai Ahmad, aku makan banyak karena aku tahu makananmu dari yang halal, dan
engkau adalah orang yang dermawan, sedangkan makanan orang yang dermawan adalah
obat dan makanan orang pelit adalah penyakit, maka aku makan bukanlah untuk
kenyang, tapi untuk berobat dengan perantara makananmu itu. Dan semalam akuk
tidak bangun malam, karena ketika aku meletakkan kepalaku untuk tidur,
tampaklah di hadapanku lembaran- lembaran
al-Quran dan Sunnah (maksudnya secara hafalan, red) maka aku dianugerahi oleh
Allah dapat menyelesaikan masalah sebanyak 72 masalah dalam ilmu fiqih yang aku
berharap dapat membawa manfaat untuk kaum muslimin, maka aku tidak ada
kesempatan untuk sholat malam. Adapun aku tidak berwudhu dulu untuk sholat
subuh berjama’ah, maka sungguh kedua mataku tadi malam sama sekali tidak tidur,
semalaman penuh aku terjaga, maka aku sholat subuh dengan kalian masih
menggunakan wudhu isya’ “. ( kitab, Aniisul Mukminin : 80)
E.Kitab-Kitab Karangan Imam Syafi’i Yang Terkenal
Para ulama telah
menyebutkan karangan imam asy-syafi’i yang tidak sedikit diantara karangannya :
1. Kitab al-umm
Sebuah kitab tebal yang terdiri dari empat jilid dan berisi 128
masalah. Al-hafizh ibnu hajar berkata : jumlah kitab (masalah) dalam kitab
al-umm lebih dari 140 bab-wallahu a’lam. Dimlai dari kitab at-thaharah (maslah
bersuci) kemudian kitab (as-shalah) masalah shalat. Begitu seterusnya yang
beliau susun berdasarkan bab-bab fiqih. Kitabnya yang diringkas oleh al-muzani
yang kemudian dicetak bersama al-umm. Sebagian orang ada yang menyangka bahwa
kitab ini bukanlah pena dari imam asy-syafi’i, melainkan karangan al-buwaiti
yang disusun oleh ar-rabi’in bin sulaiman al-muradi.
Bersama dengan kitab al-umm, dicetak pula kitab-kitab lainnya,
yaitu :
a. Kitab jima’ul ‘ilmi sebagai pembela terhadap as-sunah dan
pengamalannya.
b.Kitab
ibthaalul istihsan, sebagai sanggahan terhadap para fuqaha (ahli fiqih) dari
mazhab hanafi
c. Kitab perbedaan antara imam malik dan imam syafi’i
d. Kitab ar-radd ‘alaa muhammad bi hasan (bantahan terhadap muhammad
bin hasan)
2. Kitab ar-risalah jadiidah
Sebuah kitab yang telah dicetak dan di tahqiq (diteliti) oleh
syaikh ahmad syakir, yang diambil dari riwayat ar-rabi’in bin sulaiman dari
imam asy-syafi’i. Kitab ini terdiri dari satu jilid besar. Didalam kitab ini
imam syafi’i berbicara tentang al-quran dan penjelasannya, beliau mengemukakan
bahwa banyak dalil mengenai keharusan berhujjah dan berargumentasi dengan as-sunah.
Beliau juga mengupas masalah nasikh dan mansukh dalam al-quran dan as-sunah,
menguraikan tentang ‘ilal (‘illat/cacat) yang terdapat pada bagian hadist dan
alasan dari keharusan mengambil hadist ahad sebagai hujjah dan dasar hukum,
serta apa yang boleh diperselisihkan dan tidak boleh diperselisihkan di
dalamnya.
Selain kedua kitab yang telah disebutkan, ada bebeerapa kitab lain
yang dinisbahkan kepada imam syafi’i, seperti kitab al-musnad,
as-sunanar-radd ‘alal baraahimah, mihnatusy syafi’i, ahkamul al-quran dan
lain-lain.
Dasar atau sumber hukun yang digunakan imam syafi’i dalam melakukan
ijtihad adalah :
1. Al-quran
2.Sunnah,
baik yang mutawatir maupun yang ahad
3.Ijmak
sahabatan
4.Qaul
sahabi, atau perkataan sahabat secara pribadi
5.Qiyas,
yaitu keharusan membawa furu’ (masala baru) kepada ashl (masalah yang sudah
ditetapkan hukumnya dalam nash).
6.Istishab,
menggunakan hukum yang sudah ada sampai ada hukum baru yang mengubahnya.
F.
Wafatnya Imam Asy-Syafi’i
Diakhir hayatnya,imam asy-syafi’i sibuk, berdakwah, menyebarkan
ilmu, dan mengarang di mesir, sampai hal itu memberikan mudharat bagi tubuhnya.
Akibatnya, ia terkena penyakit wasir yang menyebabkankeluarnya darah. Tetapi
karena kecintaannya terhadap ilmu. Imam syafi’i tetap melakukan pekerjaannya
itu dengan tidak memperdulikan sakitnya, sampai akhir beliau wafat pada akhir
bulan rajab tahun 204 H.
Al-muzani berkata :
tatkala aku menjenguk iam asy-syafi’i pada saat sakit yang membawa kepada
kematiaannya, aku bertanya kepadanya : bagaimanakah keadaanmu, wahai ustadz ?
imam syafi’i menjawab : aku akan meninggalkan dunia dan berpisah dengan para
sahabatku. Aku akan meneguk piala kematian dan akan menghadap allah serta akan
bertemu dengan amal jelekku. Demi allah, aku tidak tahu kemana ruhku akan
kembali : ke surga yang dengannya aku akan bahagia atau ke neraka yang
dengannya aku berduka.
Kemudian imam syafi’i
melihat di sekelilingnya seraya berkata kepada orang-orang di sekitar itu: jika
aku meninggal, pergilah kalian kepada penguasa, dan mintalah kepadanya agar
sudi memandikanku, lalu sepupunya berkata : kami akan turun sebentar untuk
shalat, imam syafi’i menjawab, pergilah dan setelah itu, duduklah disini
menunggu keluarnya ruhku. Lalu kami turun untuk shalat di masjid, ketika kami
kembali, kami berkata kepadanya :apakah engkau sudah shalat ? sudah jawab imam
syafi’i, lalu ia meminta segelas air, pada saat itu sedang musim dingin, kami
berkata : biar kami campurkan dengan air hangat, ia berkata : jangan, sebaiknya
dengan air safarjal. Lalu ia wafat. Ada yang mengatakan wafatnya pada akhir
isya (menjelang subuh) dan ada juga yang mengatakan sesudah maghrib.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sejarawan sepakat bahwa imam asy-syafi’i
lahir pada tahun 150 H. Nama lengkap dari Imam Asy-Syafi’i adalah
Muhammad bin Idris bin al-‘Abbas bin ‘Utsman bin Syafi’i bin as-Saib bin ‘Ubaid
bin ‘Abdu Yazid bin Hasyim bin al-Muthalib bin ‘Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab
bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib.
Diakhir hayatnya,imam
asy-syafi’i sibuk, berdakwah, menyebarkan ilmu, dan mengarang di mesir, sampai
hal itu memberikan mudharat bagi tubuhnya. Akibatnya, ia terkena penyakit wasir
yang menyebabkankeluarnya darah. Tetapi karena kecintaannya terhadap ilmu. Imam
syafi’i tetap melakukan pekerjaannya itu dengan tidak memperdulikan sakitnya,
sampai akhir beliau wafat pada akhir bulan rajab tahun 204 H.
B.Saran
Saran nya yaitu supaya umat Islam sering
membaca tentang tokoh Islam khusus nya (Anak Anak Remaja Islam). Agar
mengetahui perjuangan para tokoh-tokoh Islam dalam Islam. Agar lebih mantap
dengan Islam dan lebih mendekatkan diri kepada ALLAH SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Muhammad bin
A.W. AL-‘Aqil, manhaj ‘aqidah imam asy-syafi’i, pustaka imam syafi’i
Syaikh M. Hasan
al-jamal,biografi 10 imam besar, jakarta: pustaka al-kautsar
Dr. Ali sodiqin, dkk, fiqh ushul
fiqh, yogyakarta
Dr. Ahmad asy-syurbasi, sejarah dan
biografi empat imam mazhab, jakarta: PT.Bumi aksara
Abdullah bin Muhammad. 2006. Tafsir Ibnu Katsir, jilid 1, Bogor: Pustaka Imam
Asy-Syafi’i
Abidin, Ibn. 1966. Hasyisyah Radd al- Mukhtar, jilid IV, Mesir: Musthafa al-Babi
al-Halabi
Ahmad, Musnad Ahmad, XIX: Hadist No. 6424
Al-Alabij,
Adijani. 1989.
Perwakafan
Tanah di Indonesia dalam Teori dan
Praktek, Jakarta: Rajawali Pers
Al-Haritsi, Jaribah. 2003. Fikih Ekonomi Umar bin al-Khathab, Jakarta: Khalifa
Al-Mahalli, Jalaluddin. As-Suyuthi,
Jalaluddin,
1990.
Tafsir Al-Jalalain,
Bandung: Sinar baru
Al-Maraghi, A. Musthofa. Tafsir al-Maraghi, juz I – IV, Semarang: Toha Putra
Al-Mawardi. 1994. Al-Hawi al-Kabir,
juz VII, Dar al Fikr al-Arabi
Al-Quran dan Terjemahannya. 2000.
Departemen Agama RI, Bandung: IKAPI, Penerbit Diponegoro
Amaroh, Siti. 2010. “Filantropi
Islam Di Indonesia”, Jurnal Addin Vol. II, No.
1, Januari-Juni 2010
Antonio, Syafi’i. Bank
Syariah Sebagai Pengelola Dana
Wakaf. Workshop International Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Pengelolaan Wakaf Produktif, diselenggarakan oleh Depag- IIT, 7-8 Januari 2002.
Aziz, Abdul. Ulfah,
Mariyah. 2008. Investasi
Based Publik: Wakaf dan Hibah.
Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer, Jakarta: Alfabeta
Azizy, Qodri. 2004.
Membangun
Pondasi Ekonomi
Umat, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Azwar, Saifuddin.
1999. Analisis Data Deskriptif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Komentar