Pembahasan Tentang WUDHU'

Universitas Islam Dunia 01 sep 2021

BAB WUDHU’

Mari bersama belajar fiqh agar dalam hidup selalu ter arah sesuai hukum syaria’ah

Di tulis 0leh walid blang jruen kutipan dari dalam kitab albajuri jilid 1 pengajian rutinitas dikelas IV.B

Yang di asuh 0leh Maha Guru Ayah Hajat (Tgk Ibnu Hajar )

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

(فَصْلٌ) 

فَيْ فُرُوْضِ الْوُضُوْءِ

(Fashal) menjelaskan wardlu-wardlu wudlu’.

وَهُوَ بِضَمِّ الْوَاوِ فِي الْأْشْهَرِ اسْمٌ لِلْفِعْلِ, وَهُوَ الْمُرَادُ هُنَّا, وَبِفَتْحِ الْوَاوِ اسْمٌ لِمَا يُتَوَضَّأُ بِهِ

Lafadz “al wudlu’”dengan terbaca zammah huruf waunya, menurut pendapat yang paling masyhur adalah nama pekerjaannya. Dan dengan dibaca fathah huruf wa’unya “al wadhu  ” adalah nama barang yang digunakan untuk melakukan wudlu’. Dengannya barang 

وَيَشْتَمِلُ الْأَوَّلُ عَلَى فُرُوْضٍ وَسُنَنٍ

Lafadz yang pertama (al wudhu’) mencakup beberapa fardhu dan beberapa kesunnahan.

Fardhunya Wudlu’

Mushannif menyebutkan fardlu-fardlunya wudlu’ di dalam perkatan beliau, “fardlunya wudlu’ ada enam perkara.”

وَذَكَرَ الْمُصَنِّفُ الْفُرُوْضَ فِيْ قَوْلِهِ (وَفُرُوْضُ الْوُضُوْءِ سِتَّةُ أَشْيَاءَ)

Niat Wudlu’

أَحَدُهَا (النِّيَّةُ) وَحَقِيْقَتُهَا شَرْعًا قَصْدُ الشَّيْئِ مُقْتَرِنًا بِفِعْلِهِ. فَإِنْ تَرَاخَى عَنْهُ سُمِّيَ عَزْمًا

Pertama adalah niat. Hakikat niat secara syara’ adalah menyengaja sesuatu besertaan dengan melakukannya. Jika melakukannya lebih akhir dari pada kesengajaannya, maka disebut ‘azm..

وَتَكُوْنُ النِّيَّةُ (عِنْدَ غَسْلِ) أَوَّلِ جُزْءٍ مِنَ (الْوَجْهِ) أَيْ مُقْتَرِنَةً بِذَلِكَ الْجُزْءِ لَابِجَمِيْعِهِ وَلَا بِمَا قَبْلَهُ وَلَا بِمَا بَعْدَهُ

Niat dilakukan saat membasuh awal bagian dari wajah. Maksudnya bersamaan dengan basuhan bagian tersebut, bukan sebelumnya dan bukan setelahnya.

فَيَنْوِي الْمُتَوَضِّئُ عِنْدَ غَسْلِ مَا ذُكِرَ رَفْعَ حَدَثٍ مِنْ أَحْدَاثِهِ

Sehingga, saat membasuh anggota tersebut, maka orang yang wudlu’ melakukan niat menghilang kan hadats dari hadats-hadats yang berada pada dirinya.

أَوْ يَنْوِي اسْتِبَاحَةَ مُفْتَقِرٍ إِلَى وُضُوْءٍ أَوْ يَنْوِيْ فَرْضَ الْوُضُوْءِ أَوِ الْوُضُوْءَ فَقَطْ

Atau niat agar diperkenankan melakukan sesuatu yang membutuhkan wudlu’. Atau niat fardlunya wudlu’ atau niat wudlu’ saja

أَوِ الطَّهَارَةَ عَنِ الْحَدَثِ فَإِنْ لَمْ يَقُلْ عَنِ الْحَدَثِ لَمْ يَصِحَّ

Atau niat bersuci dari hadats. Jika tidak menyebutkan kata “dari hadats” (hanya niat bersuci saja), maka wudlu’nya tidak syah.

وَإَذَا نَوَى مَا يُعْتَبَرُ مِنْ هَذِهِ النِّيَّاتِ وَشَرَّكَ مَعَهُ نِيَّةَ تَنَظُّفٍ أَوْ تَبَرُّدٍ صَحَّ وُضُوْؤُهُ

Ketika dia sudah melakukan niat yang dianggap syah dari niat-niat di atas, dan dia menyertakan niat membersihkan badan atau niat menyegarkan badan, maka hukum wudlu’nya tetap syah.

Membasuh Wajah

(وَ) الثَّانِيْ (غَسْلُ) جَمِيْعِ (الْوَجْهِ)

Fardhu kedua adalah membasuh seluruh wajah.

وَحَدُّهُ طُوَلًا مَا بَيْنَ مَنَابِتِ شَعْرِ الرَّأْسِ غَالِبًا وَآخِرُ اللَّحْيَيْنِ وَهُمَا الْعَظَمَانِ اللَّذَانِ يَنْبُتُ عَلَيْهِمَا الْأَسْنَانُ السُّفْلَى يَجْتَمِعُ مُقَدِّمُهُمَا فِي الذَّقَنِ وَمُؤَخِّرُهُمَا فِي الْأُذُنِ

Batasan panjang wajah adalah anggota di antara tempat-tempat yang umumnya tumbuh rambut kepala dan pangkalnya lahyaini (dua rahang) Lahyaini adalah dua tulang tempat tumbuhnya gigi bawah. Ujungnya bertemu di janggut dan pangkalnya berada di telinga.

وَحَدُّهُ عَرْضًا مَا بَيْنَ الْأُذُنَيْنِ

Dan batasan lebar wajah adalah anggota diantara kedua telinga.

وَإِذَا كَانَ عَلَى الْوَجْهِ شَعْرٌ خَفِيْفٌ أَوْ كَثِيْفٌ وَجَبَ إِيْصَالُ الَمَاءِ إِلَيْهِ مَعَ الْبَشَرَةِ الَّتِيْ تَحْتَهُ

Ketika di wajah terdapat bulu yang tipis atau lebat, maka wajib mengalirkan air pada bulu tersebut beserta kulit yang berada di baliknya / di bawahnya.

وَأَمَّا لِحْيَةُ الرَّجُلِ الْكَثِيْفَةُ بِأَنْ لَمْ يَرَ الْمُخَاطَبُ بَشَرَتَهَا مِنْ خِلَالِهَا فَيَكْفِيْ غَسْلُ ظَاهِرِهَا

Namun untuk jenggotnya laki-laki yang lebat, dengan gambaran orang yang diajak bicara tidak bisa melihat kulit yang berada di balik jenggot tersebut dari sela-selanya, maka cukup dengan membasuh bagian luarnya saja.

بِخِلَافِ الْخَفِيْفَةِ وَهِيَ مَا يَرَى الْمُخَاطَبُ بَشَرَتَهَا فَيَجِبُ إِيْصَالُ الْمَاءِ لِبَشَرِتِهَا

Berbeda dengan jenggot yang tipis, yaitu jenggot yang mana kulit yang berada di baliknya bisa terlihat Ketika Berhadapan diajak bicara, maka wajib mengalirkan air hingga ke bagian kulit di baliknya.

وَبِخِلَافِ لِحْيَةِ امْرَأَةٍ وَخُنْثَى فَيَجِبُ إِيْصَالُ الْمَاءِ لِبَشَرِتِهَمَا وَلَوْ كَثُفَا

Dan berbeda lagi dengan jenggotnya perempuan dan khuntsa, maka wajib mengalirkan air ke bagian kulit yang berada di balik jenggot keduanya, walaupun jenggotnya lebat.

وَلَابُدَّ مَعَ غَسْلِ الْوَجْهِ مِنْ غَسْلِ جُزْءٍ مِنَ الرَّأْسِ وَالرَّقَبَةِ وَمَا تَحْتَ الذَّقَنِ

Di samping membasuh seluruh wajah, juga harus membasuh sebagian dari kepala, leher dan anggota di bawah janggut 

Membasuh Kedua Tangan

الثَّالِثُ (غَسْلُ الْيَدَّيْنِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ)

Fardhu yang ketiga adalah membasuh kedua tangan hingga kedua siku.

فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ مِرْفَقَانِ اعْتُبِرَ قَدْرُهُمَا

Jika seseorang tidak memiliki kedua siku, maka yang dipertimbangkan adalah kira-kiranya.

وَيَجِبُ غَسْلُ مَا عَلَى الْيَدَّيْنِ مِنْ شَعْرٍ وَسِلْعَةٍ وَأُصْبُعٍ زَائِدَةٍ وَأَظَافِيْرَ

Dan wajib membasuh perkara-perkara yang berada di kedua tangan, yaitu bulu, uci-uci, jari tambahan dan kuku.\

وَيَجِبُ إِزَالَةُ مَا تَحَتَهَا مِنْ وَسَخٍ يَمْنَعُ وُصُوْلَ الْمَاءِ

Dan wajib menghilangkan perkara yang berada di bawah kuku, yaitu kotoran-kotoran yang bisa mencegah masuknya air.

Mengusap Kepala

الرَّابِعُ (مَسْحُ بَعْضِ الرَّأْسِ) مِنْ ذَكَرْ أَوْ أُنْثَى أَوْ مَسْحُ بَعْضِ شَعْرٍ فِيْ حَدِّ الرَّأْسِ  وَلَاتَتَعَيَّنُ الْيَدُّ لِلْمَسْحِ بَلْ يَجُوْزُ بِخِرْقَةٍ وَغَيْرِهَا 

Fardhu yang ke empat adalah mengusap sebagian kepala, baik laki-laki atau perempuan. Atau mengusap sebagian rambut yang masih berada di batas kepala. Tidak harus meng gunakan tangan untuk mengusap kepala, bahkan bisa dengan kain atau yang lainnya.

وَلَوْ غَسَلَ رَأْسَهُ بَدَلَ مَسْحِهَا جَازَ

Seandainya dia membasuh kepala sebagai ganti dari mengusapnya, maka diperkenankan.

وَلَوْ وَضَعَ يَدَّهُ الْمَبْلُوْلَةَ وَلَمْ يَحَرِّكْهَا جَازَ

Dan seandainya dia meletakkan (di atas kepala) tangannya yang telah di basahi dan tidak mengerakkannya, maka diperkenankan.

MEMBASUH KEDUA KAKI

الْخَامْسُ (غَسْلُ الرِّجْلَيْنِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ) إِنْ لَمْ يَكُنِ الْمُتَوَضِّئُ لَابِسًا لِلْخُفَّيْنِ

Fardlu yang ke lima adalah membasuh kedua kaki hingga kedua mata kaki, jika orang yang melaksanakan wudlu’ tersebut tidak mengenakan dua muza.

فَإِنْ كَانَ لَابِسَهُمَا وَجَبَ عَلَيْهِ مَسْحُ الْخُفَّيْنِ أَوْ غَسْلُ الرِّجْلَيْنِ

Jika dia mengenakan dua muza, maka wajib bagi dia untuk mengusap kedua muza atau memba -suh kedua kaki.

وَيَجِبُ غَسْلُ مَا عَلَيْهِمَا مِنْ شَعْرٍ وَسِلْعَةٍ وَأُصْبُعٍ زَائِدَةٍ كَمَا سَبَقَ فِي الْيِدَّيْنِ

Dan wajib membasuh perkara-perkara yang berada di kedua kaki, yaitu bulu, daging tambahan, dan jari tambahan sebagaimana keterangan yang telah dijelaskan di dalam permasalahan kedua tangan.

Tertib

السَّادِسُ (التَّرْتِيْبُ) فِي الْوُضُوْءِ (عَلَى مَا) أَيِ الْوَجْهِ الَّذِيْ (ذَكَرْنَاهُ) فِيْ عَدِّ الْفُرُوْضِ فَلَوْ نَسِيَ التَّرْتِيْبَ لَمْ يَكْفِ وَلَوْ غَسَلَ أَرْبَعَةٌ أَعْضَاءَهُ دَفْعَةً وَاحِدَةً بِإِذْنِهِ ارْتَفَعَ حَدَثُ وَجْهِهِ فَقَطْ

Fardhu yang ke enam adalah tertib di dalam pelaksanaan wudhu’ sesuai dengan cara yang telah saya jelaskan di dalam urutan fardhu-fardhunya wudhu’. Sehingga, kalau lupa tidak tertib, maka wudhu’ yang dilaksanakan tidak mencukupi. Seandainya ada empat orang yang membasuh seluruh anggota wudhu’nya seseorang sekaligus dengan seizinnya, maka yang hilang hanya hadats wajahnya saja.

Bab Segala Kesunnahan Wudhu’

Membaca Basmalah 

(وَسُنَنُهُ) أَيِ الْوُضُوْءِ (عَشْرَةُ أَشْيَاءَ) وَفِيْ بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ عَشْرُ حِصَالٍ

Kesunnahan-kesunnahan wudlu’ ada sepuluh perkara. Dalam sebagian redaksi matan diung kapkan dengan bahasa ”sepuluh khishal”.

(التَّسْمِيَّةُ) أَوَّلَهُ وَأَقَلُّهَا بِسْمِ اللهِ وَأَكْمَلُهَا بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Yaitu membaca basmalah di awal pelaksanaan wudlu’. Minimal bacaan basmalah adalah  bismillah. Dan yang paling sempurna adalah bismillahirrahmanirrahim.

فَإِنْ تَرَكَ التَّسْمِيَّةً أَوَّلَهُ أَتَى بِهَا فِيْ أَثْنَائِهِ. فَإِنْ فَرَغَ مِنَ الْوُضُوْءِ لَمْ يَأْتِ بِهَا

Jika tidak membaca basmalah di awal wudlu’, maka sunnah melakukannya di pertengahan pelaksanaan. Jika sudah selesai melaksanakan wudlu’-dan belum sempat membaca basmalah-, maka tidak sunnah untuk membacanya.

Membasuh Kedua Telapak Tangan

(وَغَسْلُ الْكَفَّيْنِ) إِلَى الْكَوْعَيْنِ قَبْلَ الْمَضْمَضَةِ وَيَغْسِلُهُمَا ثَلَاثًا إِنْ تَرَدَّدَ فِيْ طَهْرِهِمَا (قَبْلَ إِدْخَالِهِمَا الْإِنَاءَ) الْمُشْتَمِلَ عَلَى مَاءٍ دُوْنَ الْقُلَّتَيْنِ فَإِنْ لَمْ يَغْسِلْهُمَا كُرِهَ لَهُ غَمْسُهُمَا فِي الْإِنَاءِ. وَإِنْ تَيَقَّنَ طُهْرَهُمَا لَمْ يُكْرَهْ لَهُ غَمْسُهُمَا

Dan membasuh kedua telapak tangan hingga kedua pergelangan tangan sebelum berkumur. Dan membasuh keduanya tiga kali jika masih ragu-ragu akan kesuciannya, sebelum memasuk -kannya ke dalam wadah yang menampung air kurang dari dua Qul lah. Sehingga, jika belum membasuh keduanya, maka bagi dia di makruhkan mema suk kannya ke dalam wadah air. Jika telah yaqin akan kesucian keduanya,maka bagi dia tidak dimakruhkan untuk memasukkan -nya ke dalam wadah.

Berkumur Dan Memasukkan Air Ke Hidung

(وَالْمَضْمَضَةُ) بَعْدَ غَسْلِ الْكَفَّيْنِ

Dan berkumur setelah membasuh kedua telapak tangan.

وَيَحْصُلُ أَصْلُ السُّنَّةِ فِيْهَا بِإِدْخَالِ الْمَاءِ فِي الْفَمِّ سَوَاءٌ أَدَارَهُ فِيْهِ وَمَجَّهُ أَمْ لَا. فَإِنْ أَرَادَ الْأَكْمَلَ مَجَّهُ

Kesunnahan berkumur sudah bisa hasil / didapat dengan memasukkan air ke dalam mulut, baik di putar-putar di dalamnya kemudian di muntahkan ataupun tidak. Jika ingin mendapatkan yang paling sempurna, maka dengan cara memuntah -kannya

. (وَالْاِسْتِنْشَاقُ) بَعْدَ الْمَضْمَضَةِ.

وَيَحْصُلُ أَصْلُ السُّنَّةِ فِيْهِ بِإِدْخَالِ الْمَاءِ فِي الْأَنْفِ, سَوَاءٌ جَذَبَهُ بِنَفَسِهِ إِلَى خَيَاشِيْمِهِ وَنَثَرَهُ أَمْ لَا, فَإِنْ أَرَادَ الْأَكْمَلَ نَثَرَهُ

Dan istinsyaq (memasukkan air kedalam hidung) setelah berkumur. Kesunnahan istinsyaq sudah bisa didapat dengan memasukkan air ke dalam hidung, baik ditarik dengan nafasnya hingga ke janur hidung lalu menyemprotkannya ataupun tidak. Jika ingin mendapatkan yang paling sempurna, maka dia harus mennyemprotkannya.

وَالْمُبَالَغَةُ مَطْلُوْبَةٌ فِي الْمَضْمَضَةِ وَالْاِشْتِنْشَاقِ,وَالْجَمْعُ,بَيْنَ,الْمَضْمَضَةِ  وَالْاِسْتِنْشَاقِ,بِثَلَاثِ,غُرَفٍ,يَتَمَضْمَضُ مِنْ كُلٍّ مِنْهَا ثُمَّ يَسْتَنْشِقُ أَفْضَلُ مِنَ الْفَصْلِ بَيْنَهُمَا.

Mubalaghah (mengeraskan) di anjurkan saat -berkumur dan istinsyaq. Mengumpulkan berkumur dan istinsyaq dengan tiga cidukan air, yaitu berkumur dari setiap cidukan kemudian istinsyaq, adalah sesuatu yang lebih utama daripada memisah di antara keduanya.

Mengusap Seluruh Kepala

(وَمَسْحُ جَمْيِعْ الرَّأْسِ) وَفِيْ بَعْضِ نُسَخِ الْمَتْنِ وَاسْتِيْعَابِ الرَّأْسِ بِالْمَسْحِ. أَمَّا مَسْحُ بَعْضِ الرَّأْسِ فَوَاجِبٌ كَمَا سَبَقَ.

Dan mengusap seluruh bagian kepala. Dalam sebagian redaksi matan diungkapkan dengan bahasa “dan meratakan kepala dengan usapan”. Sedangkan untuk mengusap sebagian kepala hukumnya adalah wajib sebagaimana keterangan di depan.

وَلَوْ لَمْ يُرِدْ نَزْعَ مَا عَلَى رَأْسِهِ مِنْ عِمَامَةٍ وَنَحْوِهَا كَمَّلَ بِالْمَسْحِ عَلَيْهَا

Dan seandainya tidak ingin melepas sesuatu yang berada di kepalanya yaitu surban atau sesamanya, maka dia disunnahkan menyempurnakan usapan air itu ke seluruh surbannya.

Mengusap Kedua Telinga

وَمَسْحُ) جَمِيْعِ (الْأُذُنَيْنِ ظَاهِرِهِمَا وَبَاطِنِهِمَا بِمَاءٍ جَدْيِدٍ) أَيْ غَيْرِ بَلَلِ الرَّأْسِ)

Dan mengusap seluruh bagian kedua telinga, bagian luar dan dalamnya dengan menggunakan air yang baru, maksudnya bukan basah-basah sisa usapan kepala.

وَالسُّنَّةُ فِيْ كَيْفِيَّةِ مَسْحِهِمَا أَنْ يُدْخِلَ مُسَبِّحَتَيْهِ فِيْ صَمَاخَيْهِ وَيُدِيْرَهُمَا عَلَى الْمَعَاطِفِ وَيُمِرَّ إِبْهَامَيْهِ عَلَى ظُهُوْرِهِمَا ثُمَّ يُلْصِقَ كَفَّيْهِ وَهُمَا مَبْلُوْلَتَانِ بِالْأُذُنَيْنِ اسْتِظْهَارًا.

Dan yang sunnah di dalam cara mengusap keduanya adalah ia memasukkan kedua jari telunjuk ke lubang telinganya, memutar-mutar keduanya ke lipatan-lipatan telinga dan menjalankan kedua ibu jari di telinga bagian belakang, kemudian menempelkan kedua telapak tangannya yang dalam keadaan basah pada  kedua telinganya guna memastikan meratanya usapan air ke telinga.

Menyelah-Nyelahi Janggot, Jari Kedua Tangan Dan Kaki

(وَتَخْلِيْلِ اللِّحْيَةِ الْكَثَّةِ) بِمُثَلَّثَةٍ مِنَ الرَّجُلِ

Dan menyelah-nyelahi jenggotnya orang yang tebal. Lafadz ”al katstsati” dengan menggunakan huruf yang di beri titik tiga (huruf tsa’).

أَمَّا لِحْيَةُ الرَّجُلِ الْخَفِيْفَةُ وَلِحْيَةُ الْمَرْأَةِ وَالْخُنْثَى فَيَجِبُ تَخْلِيْلُهُمَا. وَكَيْفِيَّتُهُ أَنْ يُدْخِلَ الرَّجُلُ أَصَابِعَهُ مِنْ أَسْفَلِ اللِّحْيَةِ. (وَتَخْلِيْلُ أَصَابِعِ الْيَدَّيْنِ وَالرِّجْلَيْنِ) إِنْ وَصَلَ الْمَاءُ إِلَيْهَا مِنْ غَيْرِ تَخْلِيْلٍ. .

Sedangkan jenggotnya laki-laki yang tipis, jenggotnya perempuan dan khuntsa, maka wajib untuk diselah-selahi. Cara menyelah-nyelahi adalah seorang laki-laki memasukkan jari-jari tangannya dari arah bawah jenggot. Dan sunnah menyelah-nyelahi jari-jari kedua tangan dan kaki, jika air sudah bisa sampai pada bagian-bagian tersebut tanpa diselah-selahi.

فَإِنْ لَمْ يَصِلْ إِلَّا بِهِ كَالْأَصَابِعِ الْمُلْتَفَّةِ وَجَبَ تَخْلِيْلُهَا. وَإٍنْ لَمْ يَتَأَتَّ تَخْلِيْلُهَا لِالْتِحَامِهَا حَرُمَ فَتْقُهَا لِلتَّخْلِيْلِ.

Jika air tidak bisa sampai pada bagian tersebut kecuali dengan cara diselah-selahi seperti jari-jari yang menempel satu sama lain, maka wajib untuk diselah-selahi. Jika jari-jari yang menempel itu sulit untuk diselah-selahi karena terlalu melekat, maka haram di sobek karena tujuan untuk diselah-selahi.

وَكَيْفِيَّةُ تَخْلِيْلِ الْيَدَّيْنِ بِالتَّشْبِيِكِ وَالرِّجْلَيْنِ بِأَنْ يَبْدَأَ بِخِنْصِرِ يَدِّهِ الْيُسْرَى مِنْ أَسْفَلِ الرِّجْلِ مُبْتَدِئًا بِخِنْصِرِ الرِّجْلِ الْيُمْنَى خَاتِمًا بِخِنْصِرِ الْيُسْرَى

Cara menyelah-nyelahi kedua tangan adalah dengan tasybik. Dan cara menyelah-nyelahi kedua kaki adalah dengan menggunakan jari kelingking tangan kanan di masukkan dari arah bawah kaki, di mulai dari selah-selah jari kelingking kaki kanan dan di akhiri dengan jari kelingking kaki kiri.

Mendahulukan Bagian Kanan

(وَتَقْدِيْمُ الْيُمْنَى) مِنْ يَدَّيْهِ وَرِجْلَيْهِ (عَلَى الْيُسْرَى) مِنْهُمَا

Dan sunnah mendahulukan bagian kanan dari kedua tangan dan kaki sebelum bagian kiri dari keduanya..

أَمَّا الْعُضْوَانِ اللَّذَانِ يَسْهُلُ غَسْلُهُمَا مَعًا كَالْخَدَّيْنِ فَلَا يُقَدَّمُ الْأَيْمَنُ مِنْهُمَا بَلْ يُطَهَّرَانِ دَفْعَةً وَاحْدَةً.

Sedangkan untuk dua anggota yang mudah dibasuh secara bersamaan seperti kedua pipi, maka tidak disunnahkan untuk mendahulukan bagian yang kanan dari keduanya, akan tetapi keduanya di sucikan secara bersamaan.

Tiga Kali berturut turut (Muwalat)

وَذَكَرَ الْمُصَنِّفُ سُنِّيَّةَ تَثْلِيْثِ الْعُضْوِ الْمَغْسُوْلِ وَالْمَمْسُوْحِ فْيْ قَوْلِهِ (وَالطَّهَارَةُ ثَلَاثًا ثَلَاثًا) وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ وَالتِّكْرَارُ أَيْ لِلْمَغْسُوْلِ وَالْمَمْسُوْحِ.

Mushannif menyebutkan kesunnahan mengulangi basuhan dan usapan anggota wudlu’ sebanyak tiga kali di dalam perkataan beliau “dan sunnah melakukan bersuci tiga kali tiga kali.” Dalam sebagian teks dengan bahasa “mengulangi anggota yang dibasuh dan yang diusap.”

(وَالْمُوَالَّاةُ) وَيُعَبَّرُ عَنْهَا بِالتَّتَابُّعِ وَهِيَ أَنْ لَا يَحْصُلَ بَيْنَ الْعُضْوَيْنِ تَفْرِيْقٌ كَثِيْرٌ بَلْ يُطَهِّرُ الْعُضْوَ بَعْدَ الْعُضْوِ بِحَيْثُ لَا يَجِفُّ الْمَغْسُوْلُ قَبْلَهُ مَعَ اعْتِدَالِ الْهَوَاءِ وَالْمِزَاجِ وَالزَّمَانِ

Dan muwalat (terus menerus). Muwalat di -ungkapkan dengan bahasa “ tatabu’ ”(terus menerus). Muwalat adalah antara dua anggota wudlu’ tidak terjadi perpisahan yang lama bahkan setiap anggota langsung disucikan setelah mensucikan anggota sebelumnya, sekira anggota yang dibasuh sebelumnya belum kering dengan keaadan angin, cuaca dan zaman dalam keadaan normal.

وَإِذَا ثَلَّثَ فَالْاِعْتِبَارُ لِآخِرِ غَسْلَةٍ

Ketika mengulangi basuhan hingga tiga kali, maka yang jadi patokan adalah basuhan yang terakhir.

وَإِنَّمَا تُنْدَبُ الْمُوَالَّاةُ فِيْ غَيْرِ وُضُوْءِ صَاحِبِ الضَّرُوْرَةِ. أَمَّا هُوَ فَالْمُوَالَّاُة وَاجِبَةٌ فِيْ حَقِّهِ.

Muwalat hanya disunnahkan di selain wudlu’nya shahibud dharurah (orang yang memiliki keadaan darurat). Sedangkan untuk shahiburdharurah, maka muwallath hukum nya wajib bagi Dia.

وَبَقِيَ لِلْوُضُوْءِ سُنَنٌ أُخْرَى مَذْكُوْرَةٌ فِي الْمُطَوَّلَاتِ

Dan masih ada lagi kesunnahan-kesunnahan wudlu’ lainnya yang disebutkan di dalam kitab-kitab yang panjang keterangannya.

وَاللهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَاب



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah mengenai Hari Raya Idul Fitri

MAKALAH TENTANG SISTIM EKONOMI ISLAM

POTRET IMAGENASI DIKISAHKAN OLEH APAYUS ALUE GAMPOENG TENTANG Kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah