fardhu kifayah
FARDHU KIFAYAH
kewajiban pengurusan terhadap jenazah ada 4 perkara yang mesti dilakukan oleh orang yang hidup. Empat hal ini dihukum fardhu kifayah, artinya harus ada sebah -agian kaum muslimin yang melakukan hal ini terhadap jenazah. Jika tidak, semuanya terkena dosa besar.
Empat hal yang mesti dilakukan terhadap mayit oleh yang hidup adalah:
1- Memandikan
2- Mengkafankan
3- Menshalatkan
4- Menguburkan wajib menghadap kiblat berdasarkan mazhab imam syafi'i dan
hanafi, sementara imam Mliki dan Hambali di sunnahkan
Empat hal di atas hanya berlaku pada mayit muslim. Adapun mayit kafir,
tidak dishalatkan baik kafir harbi maupun dzimmi. Boleh memandikan orang kafir,
namun cuma dalam dua keadaan.Danwajib mengafani kafir dzimmi dan
menguburkannya, tetapi hal ini tidak berlaku bagi kafir harbi dan orang yang
murtad. Adapun orang yang mati dalam keadaan ihram (sedang berumrah atau
berhaji), jika dikafani, maka kepalanya tidak ditutup.
Berikut kami sebutkan point-point penting yang mesti dilakukan yang terdapat
pada empat hal di atas. Sebagai rujukan utama kami adalah fikih ulama Syafi’i
dari penjelasan Al Qadhi Abu Syuja’ dalam Matan Al Ghayah wat Taqrib, ditambah
beberapa dari penjelasan lainnya.
Memandikan Mayit
Ada dua mayit yang tidak dimandikan: (1) orang yang mati dalam medan perang
(mati syahid), (2) janin yang belum mengeluarkan suara tangisan, ini menurut
madzhab Imam Syafi’i. Sedangkan menurut madzhab Imam Ahmad, yang tidak perlu
dimandikan adalah janin yang keguguran di bawah 4 bulan.Mayit disiram dengan
bilangan ganjil, yaitu boleh tiga, lima kali siraman atau lebih dari itu. Namun
jika mayit disiram dengan sekali siraman saja ke seluruh badannya, maka itu
sudah dikatakan sah. Pada siraman pertama diperintahkan diberi daun sider
(bidara) dan saat ini boleh diganti dengan air sabun. Sedangkan pada siraman
terakhir diberi kapur barus.
Mengafankan Mayit
Mengafani mayit dilakukan dengan tiga helai kain berwarna putih, tidak ada
pakaian dan tidak imamah (penutup kepala).
1. Menshalatkan Mayit
Shalat jenazah terdapat tujuh rukun:
Berniat (di dalam hati). pada takbir yang pertama, membaca ta’awwudz
kemudian Al Fatihah Dan
tidak perlu membaca do’a istiftah / iftitah sebelum Al Fatihah. Berdasarkan hadits:
لا صلاةَ لِمَن لم يقرأْ
بفاتحةِ الكتابِ
“Tidak
ada shalat yang tidak membaca Al Fatihah” (HR. Bukhari no. 756, Muslim no.
394).
Kemudian
riwayat dari Thalhah bin Abdillah bin Auf, ia berkata:
صليتُ خلفَ ابنِ عبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عنهما
على جِنازة، فقرَأَ بفاتحةِ الكتابِ، قال: لِيَعْلموا أنَّها سُنَّةٌ
“Aku
shalat bermakmum kepada Ibnu Abbas radhiallahu’anhu dalam shalat jenazah.
Beliau membaca Al Fatihah. Beliau lalu berkata: agar mereka tahu bahwa ini
adalah sunnah (Nabi)” (HR. Bukhari no. 1335).
2- Berdiri bagi yang mampu.
3- Melakukan empat kali takbir (tidak ada ruku’ dan sujud).
4- Setelah takbir pertama, membaca Al Fatihah.
5- Setelah takbir kedua, membaca shalawat (minimalnya adalah allahumma
shalli ‘ala Muhammad).
6- Setelah takbir ketiga, membaca doa untuk mayit. Inilah maksud inti dari
shalat jenazah.
7- takbir keempat salam.
Tujuh rukun di atas disebutkan oleh Muhammad Al Khatib dalam kitab Al
Iqna’.
Di antara yang bisa dibaca pada do’a setelah takbir ketiga:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ
وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ
مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ
الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ اْلأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ
دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا
مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ
وَعَذَابِ النَّارِ
“Ya Allah! Ampunilah dia (mayat) berilah
rahmat kepadanya, selamatkanlah dia (dari beberapa hal yang tidak disukai),
maafkanlah dia dan tempatkanlah di tempat yang mulia (Surga), luaskan
kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkan dia dari segala
kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran,
berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau
istri di Surga) yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau
suami) yang lebih baik daripada istrinya (atau suaminya), dan masukkan dia ke
Surga, jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka.”
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
juga bersabda:
مَا مِنْ رَجُلٍ مُسْلِمٍ يَمُوتُ فَيَقُومُ
عَلَى جَنَازَتِهِ أرْبَعُونَ رَجُلا، لا يُشْرِكُونَ بِالله شَيْئاً إِلا
شَفَّعَهُمُ اللهُ فِيهِ
“Tidaklah seorang Muslim meninggal, lalu
dishalatkan oleh empat puluh orang yang tidak berbuat syirik kepada Allah
sedikit pun, kecuali Allah akan memberikan syafaat kepada jenazah tersebut
dengan sebab mereka” (HR. Muslim no. 948).
Catatan: Do’a di atas berlaku untuk mayit
laki-laki. Jika mayit perempuan, maka kata –hu atau –hi diganti dengan –haa.
Contoh “Allahummaghfirla-haa warham-haa …”. Do’a di atas dibaca setelah takbir
ketiga dari shalat jenazah.
Do’a khusus untuk mayit anak kecil:
اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ لَنَا فَرَطًا وَسَلَفًا
وَأَجْرًا
“Ya Allah! Jadikan kematian anak ini
sebagai simpanan pahala dan amal baik serta pahala buat kami”. (HR. Bukhari
secara mu’allaq -tanpa sanad- dalam Kitab Al-Janaiz, 65 bab Membaca Fatihatul
Kitab Atas Jenazah 2: 113)
Do’a setelah takbir keempat:
اللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ وَلاَ
تَفْتِنَّ بَعْدَهُ وَاغْفِرْلَناَ وَلَهُ
“Ya Allah! Jangan menghalangi kami untuk
tidak memperoleh pahalanya dan jangan sesatkan kami sepeninggalnya, ampunilah
kami dan ampunilah dia”.
Untuk mayit perempuan, kata –hu diganti
–haa.
Menguburkan Mayit
Mayit dikuburkan di liang lahat dengan
diarahkan ke arah kiblat.
liang-lahat
Bentuk Liang Lahat Mayit dimasukkan dalam
kubur dengan mengakhirkan kepala dan dimasukkan dengan lemah lembut.
Bagi yang memasukkan ke liang lahat
hendaklah mengucapkan: Bismillah wa ‘alaa millati rasulillah (Dengan nama Allah
dan di atas ajaran Rasulullah).
Larangan Terhadap Kubur
Dilarang mendirikan bangunan di atas kubur
dan tidak boleh kubur disemen. Ini pendapat dalam madzhab Syafi’i namun banyak
diselisihi oleh kaum muslimin di negeri kita karena kubur yang ada saat ini
dipasang kijing, marmer dan atap.
Padahal terdapat hadits, dari Jabir, ia
berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari memberi semen
pada kubur, duduk di atas kubur dan memberi bangunan di atas kubur Memasang Kijing, Marmer dan Atap di Atas
Kubur.Muslim no. 970).
Terhadap Keluarga Mayit
Boleh menangisi mayit asal tidak dengan
niyahah (meratap atau meraung-raung dengan suara teriak atau keras), diharapkan
keluarga sabar dan ridha.
Disunnahkan menta’ziyah keluarga mayit
hingga hari ketiga setelah pemakaman.
Tempat
shalat jenazah
Shalat jenazah lebih utama dilakukan di
luar masjid. Sebagaimana yang umum dilakukan di zaman Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam. Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, ia berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ نَعَى النَّجَاشِيَّ فِي الْيَوْمِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ ، خَرَجَ إِلَى
الْمُصَلَّى فَصَفَّ بِهِمْ ، وَكَبَّرَ أَرْبَعًا
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
mengumumkan kematian An Najasyi di hari ia wafat. Kemudian beliau keluar ke
lapangan lalu menyusun shaf untuk shalat, kemudian bertakbir empat kali” (HR.
Bukhari no.1245).
Namun boleh juga dikerjakan di dalam
masjid. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
وَاللهِ مَا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى سُهَيْلِ بْنِ بَيْضَاءَ وَأَخِيْهِ إِلَّا فِي
الْمَسْجِدِ
“Demi, Allah! Tidaklah Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam menyalatkan jenazah Suhail bin Baidha’ dan
saudaranya (Sahl), kecuali di masjid” (HR Muslim no. 973).
Dibolehkan bagi orang yang belum sempat
menshalatkan jenazah sebelum dikuburkan, lalu ia melakukan shalat jenazah di
pemakaman. Sebagaimana dalam riwayat dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma:
مَاتَ إِنْسَانٌ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُهُ، فَمَاتَ بِاللَّيْلِ فَدَفَنُوهُ لَيْلًا،
فَلَمَّا أَصْبَحَ أَخْبَرُوهُ فَقَالَ: «مَا مَنَعَكُمْ أَنْ تُعْلِمُونِي؟»
قَالُوا: «كَانَ اللَّيْلُ فَكَرِهْنَا ـ وَكَانَتْ ظُلْمَةٌ ـ أَنْ نَشُقَّ
عَلَيْكَ»، فَأَتَى قَبْرَهُ فَصَلَّى عَلَيْهِ
“Seseorang yang biasa dikunjungi
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah meninggal. Ia meninggal di malam
hari, maka ia pun dikuburkan di malam hari. Ketika pagi hari tiba, para sahabat
mengabarkan hal ini kepada Rasulullah. Beliau pun bersabda: apa yang
menghalangi kalian untuk segera memberitahukan aku? Para sahabat menjawab:
ketika itu malam hari, kami tidak ingin mengganggumu wahai Rasulullah. Maka
beliau pun mendatangi kuburannya dan shalat jenazah di sana” (HR. Bukhari no.
1247).
Komentar