Mediasi
FAKULTAS
SYARIAH DAN HUKUM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI LHOKSEUMAWE
2018/2019
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin
marilah kita panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan
kita nikmat hidup sehingga masih diperkenankan untuk menikmati kesehatan dan
rezeki yang telah dikehendaki Allah. Shalawat beriring salam marilah kita
hadiahkan kepada nabi besar Muhammad SAW. Terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penulis dalam menye lesaikan tugas makalah ini yang berjudul
“MEDIASI”, teruntuk:
1. Bapak Dr.Danial , M.A.. selaku direktur (IAIN)
institut Agama Islam Lhokseumawe
2. Bapak Dr, Usamah.,MA. selaku dosen pengampu mata
kuliah mediasi - Advokasi
3. Pengarang buku
referensi untuk makalah ini yang telah bersedia membagi kan ilmunya sehingga
dapat membantu dalam pembuatan tugas penulis dan teman-teman kelas Ilmu Hukum
yang memberikan saran guna memperbaiki penulisan makalah ini sehingga
diharap kan menjadi lebih baik. Seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan
satu persatu yang telah turut andil dalam pembuatan makalah ini. Selanjutnya
penulis berharap banyak saran dan kritik yang membangun dari para pembaca
sehingga kedepannya penulis dapat lebih baik dalam membuat tulisan-tulisan yang
akan datang.
Lhokseumawe,
8,septemmber 2019
DAFTAR ISI
|
Kata
Pengantar.....................................................................................................................................1
|
Daftar
Isi...............................................................................................................................................2
|
BAB I
PENDAHULUAN……………………………………………………………………....……2
|
A. Latar
Belakang………………………………………………………………………….....….2
|
B. Rumusan
Masalah……………………………………………………………………......……2
|
C. Tujuan dan
Manfaat……………………………………………………………...………........2
|
BAB II
PEMBAHASAN......................................................................................................................3
|
A. Pengertian Mediasi………………………………………………………………...…......…...3
|
B. Pengertian mediasi dalam peraturan
Mahkamah Agung …………………………..……............3
|
C. Mediasi Pidana, Sistem Peradilan Pidana
di Indonesia……………………………....................4
|
D. Sistem peradilan pidana di Indonesia
memiliki 10 asas sebagai berikut:……………....................4
|
E. Setiap komponen sistem peradilan
pidana di Indonesia…………...............................................4
|
F. Cara menggabungkan mediasi pidana ke
dalam sistem hukum pidana………………............…..5
|
G. Penyelesaian sengketa melalui
pendekatan mufakat……………………………….…...........….5
|
H. Kekuatan
Mediasi……………………………………………………………………….....…6
|
I. Kelemahan
Mediasi…………………………………………………………………….....….6
|
J. Mediasi
Perkara atau Budaya Patriarkhi………………………………………….…….......…7
|
K. Terobosan Hukum sebagai Upaya
Penghapusan KDRT…………………………….…........…7
|
L. Praktek Perdamaian Perkara KDRT di
Pengadilan………………….…………………...........8
|
M. Mediasi di
Pengadilan………………………………………………………………….....…..8
|
N. Sifat Mediasi di
Pengadilan…………………………………………………………….......….9
|
O. Ketentuan dalam Pasal 4 PERMA Nomor 1
Tahun 2008 menyatakan, bahwa………..........…..9
|
P. Mediasi Yudisial di
Indonesia…………………………………………………...…........……10
|
Q. Perkembangan mediasi yudisial di
dunia…………………………………………..….........…10
|
R. Tantangan pelaksanaan mediasi yudisial
di Indonesia………………………………….............11
|
S. Peran dan Fungsi
Mediator…………………………………………..……………….....…..12
|
T. Mediasi dalam sengketa
Medik………………………………………………………......….13
|
U. Mediasi sebagai penyelesaian sengketa
Medik………………………….….…..……….........13
|
V. Alur Proses Mediasi di
LEMSEDIKUMSES…………………….……………………..........13
|
W. Hukum Acara Perdata dalam Prespektif
ADR………………………………….…................14
|
X. Mediasi dalam Sistem Hukum Acara
Perdata…………………………………......….............14
|
Y. Sumber Hukum Acara
Perdata……………………………………………...………..…........15
|
BAB III
PENUTUP……………………………………………………………………...……….....16
|
Z.
Kesimpulan…………………………………………………………………………………….....17
|
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………………………..….……......17
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Banyaknya
konflik-konflik hukum yang terjadi haruslah pula diiringi dengan upaya -upaya
penyelesaian konflik hukum tersebut yang beraneka ragam. Salah satu nya dengan
pendekatan yang diharap kan mampu menyelesaikan masalah secara lebih tenang
tanpa harus menempuh jalur penyelesaian yang extream seperti peperangan dan
genjatan senjata. Mediasi hadir menjadi salah satu jalan pendekatan tersebut,
dengan ciri khas asas kekeluargaan diharapkan akan mencapai kesepakatan yang
adil bagi kedua pihak yang bersengketa walaupun tidak terlalu signifikan dalam
menentukan keputusan layaknya seorang hakim pengadilan.
B. Rumusan Masalah
a. Pengertian Mediasi
b. Sistem peradilan pidana di Indonesia
c. Alternatif penyelesaian sengketa
d. Penyelesaian kasus KDRT melalui mediasi
e. Bagaimana mediasi di pengadilan?
C. Tujuan dan Manfaat
a. Pembaca diharapakn mengerti makna mediasi
b. Agar mediasi dapat dijadikan penyelesaian
utama dalam sebuah konflik hukum pada banyaknya masalah-masalah di kehidupan
sehari-hari
c. Supaya para pembaca melalui mediasi dapat
memupuk rasa kekeluargaan seperti ciri khas orang Indonesia
d. Diharapkan makalah ini dapat dijadikan
tolak ukur dalam penyelesain sengketa hukum
e. Penulisan ini metode Kepustakaan pengumpalan
dari berbagai sumber legal dan absah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Mediasi
Mediasi secara etimologi
berasal dari bahasa latin, mediare yang berarti berada di tengah. Makna ini
menunjuk pada peran yang ditampilkan
pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan
menyelesaikan sengketa antara para pihak. Berada di tengah juga bermakna
mediator harus berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan
sengketa. Ia harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara
adil dan sama sehingga menumbuhkan kepercayaan dari para pihak yang bersengketa[1] Selanjutnya
para ahli memberikan pendapatnya mengenai pengertian mediasi di bawah ini:
1. Pengertian Mediasi menurut Laurence Bolle,
Mediasi adalah proses pengambilan keputusan di mana pihak dibantu oleh
mediator, dalam hal ini upaya mediator untuk meningkatkan proses pengambilan
keputusan dan untuk membantu para pihak mencapai hasil yang mereka inginkan
bersama.
2. Menurut J. Folberg dan A. Taylor, Pengertian
Mediasi adalah proses dimana para peserta, bersama-sama dengan bantuan dari
orang yang netral, sistematis mengisolasi sengketa dalam rangka untuk
mengembangkan pilihan, mempertimbangkan alternatif dan mencapai penyelesaian
sengketa yang akan mengakomodasi kebutuhan mereka.
3. Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003
mengemukakan pengertian mediasi dan pengertian mediator:
a. Pengertian Mediasi adalah penyelesaian sengketa
melalui proses perundingan para pihak dengan bantuan oleh mediator.
b. Pengertian Mediator adalah pihak yang bersifat
netral dan tidak memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari
berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa.
B. Pengertian
mediasi
dalam peraturan Mahkamah Agung tidak jauh beda dengan esensi mediasi
yang dikemukakan oleh para ahli di atas. Namun, pengertian mediasi menurut
Mahkamah Agung ini menekankan pada satu aspek penting yang mana mediator
proaktif mencari berbagai kemungkian penyelesaian sengketa. Mediator harus
mampu menemukan alternatif penyelesaian sengketa. Mediator tidak hanya terikat
dan terfokus pada apa yang dimiliki oleh para pihak dalam penyelesaian sengketa
diantara mereka. Dalam hal ini mediator harus mampu menawarkan solusi atau
jalan lain, ketika para pihak tidak lagi memiliki alternatif penyelesaian
sengketa mereka. Di sinilah terlihat peran penting mediator sebagai pihak
ketiga yang netral dalam membantu penyelesaian sengketa. Oleh karena itu,
mediator harusnya memiliki sejumlah skil yang dapat memfasilitasi dan membantu
para pihak dalam penyelesaian sengketa mereka[2].
C. Mediasi
Pidana,
Sistem Peradilan Pidana di Indonesia;
Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP telah
memberikan pendekatan sistem pada peradilan pidana di Indonesia. Suatu
pendekatan sistem adalah pendekatan yang mempergunakan segenap unsur yang
terlibat didalamnya sebagai suatu kesatuan dan saling berhubungan dan saling
mempengaruhi satu sama lain, yaitu polisi,jaksa,pengadilan dan lembaga
pemasyarakatan.
D. Sistem peradilan pidana di Indonesia memiliki
10 asas sebagai berikut:
1. Perlakuan yang sama di muka hukum, tanpa
diskriminasi apa pun
2. Praduga tidak bersalah
3. Hak untuk memperoleh kompensasi dan
rehabilitasi
4. Hak untuk mempoeroleh bantuan hukum
5. Hak kehadiran terdakwa di muka pengadilan
6. Peradilan yang bebas dan dilakukan dengan
cepat dan sederhana
7. Peradilan
yang terbuka untuk umum
8. Pelanggaran
terhadap hak-hak warga negara harus didasarkan pada undang-undang dan dilakukan
dengan surat perintah
9. Hak
seorang tersangka untuk diberitahu tentang persangkaan dan pendakwaan terhadapnya
10. Kewajiban
pengadilan untuk mengendalikan pelaksanaan putusannya.
E. Setiap komponen sistem peradilan pidana di
Indonesia
telah diatur dengan undang-undang yang terpisah-pisah. Kelemahan
terbesar dari peraturan perundang-undangan yang disusun secara terpisah-pisah
berdampak pada kinerja penegakkan hukum,karena masing-masing komponen lebih
menitik-beratkan pada kepentingan instansi atau menjadi instansi sentris.
Kondisi ini menunjukan sistem peradilan pidana di Indonesia belum sepenuhnya
berjalan dengan baik. Untuk itu perlu pemikiran membangun sistem peradilan
pidana di Indonesia[3].
Mediasi pidana sebagai bentuk penyelesaian konflik dalam perkara pidana. Mediasi
pidana merupakan proses pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak
dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka
memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan . mediator berbeda dengan
hakim atau arbiter,sebab mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa antara
para pihak. Mediator hanya memperoleh kuasa dari para pihak yang berkonflik
untuk membantu menyelesaikan persoalan-persoalan diantara meraka. Awalnya
mediasi merupakan alat penyelesaian sengketa berkaitan erat dengan konflik
manajemen perburuhan,dewasa ini telah pula digunakan sebagai suatu alternatif
penting bagi ajudukasi penyelesaian sengketa. Penyelesaian perkara melalui
ajudukasi pada pengadilan dengan menggunakan mediasi,dilakukan pada
perkara-perkara seperti perceraian, hubungan kelaurga, pemilikan tanah-penyewa
dan konsumen. Artinya mediasi digunakan dalam penyelesaian perkara perdata.[4]
F. Cara menggabungkan mediasi pidana ke dalam
sistem hukum pidana
a. Mediasi pidana hanya
diatur dalam hukum
b. Mediasi pidana hanya
diatur dalam hukum pidana formil
c. Mediasi pidana
diatur baik dalam hukum pidana materiel maupun hukum pidana formil
d. Mediasi pidana
diatur dalam suatu peraturan tersendiri[5]
G. Penyelesaian sengketa melalui pendekatan
mufakat;
Mediasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa Istilah
alternatif penyelesaian sengketa dapat ditemukan dalam undang-undang No.30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (LN Tahun
1999 No.138). Istilah alternatif penyelesaian sengketa merupakan terjemahan
dari istilah Inggris alternative dispute resolution yang lazim disingkat dengan
sebutan ADR. Namun,sebagian kalangan akademik di Indonesia menerjemahkan
istilah alternative dispute resolution dengan istilah “pilihan penyelesaian
sengketa”.Dalam buku ini tidak akan dipermasalahkan atau dipertentangkan kedua
istilah tersebut karena hal itu hanya merupakan soal semantik belaka.Namun yang
lebih penting adalah membahas cakupan konseptual dari istilah ADR ini.[6] Dalam kepustakaan hukum berbahasa Inggris
dapat ditemukan adanya dua pandangan tentang konsep alternative dispute
resolution. Satu pandangan menyatakan, bahwa alternative dispute resolution
sering juga ditulis dan disebut dengan singkatan ADR merupakan sebuah konsep
yang mencakup semua bentuk atau cara-cara penyelesaian sengketa selain dari
proses peradilan atau litigasi (litigation).Bentuk atau cara-cara penyelesaian
sengketa selain dari proses peradilan antara lain, meliputi negoisasi ,mediasi,pencari
fakta dan arbitrase. Pandangan ini merupakan pandangan yang diterima umum dikalangan
sarjana pada umumnya.[7]
H. Kekuatan Mediasi,
Mediasi sebagai bentuk
penyelesaian sengketa memiliki kekuatan-kekuatan sehingga mediasi menjadi salah
satu pilihan yang dapat dimanfaatkan oleh mereka yang tengah bersengkata, Berikut
kekuatan yang dimiliki mediasi:
1.
Penyelenggaraan proses mediasi tidak diatur secara rinci dalam peraturan
perundang-undangan sehingga para pihak memiliki keluwesan atau keleluasan dan
tidak terperangkap dalam bentuk-bentuk formalisme, seperti halnya dalam proses
litigasi.
2. Pada umumnya mediasi diselenggarakan secara
tertutup atau rahasia.
3. Dalam proses
mediasi,pihak materiil atau prinsipal dapat secara langsung berperan serta
dalam melakukan perundingan dan tawar menawar untuk mencari penyelesaian
masalah tanpa harus diwakili oleh kuasa hukum masing-masing
4. Para pihak melalui proses mediasi dapat
membahas berbagai aspek atau sisi dari perselisihan meraka,tidak hanya aspek
hukum, tetapi juga aspek-aspek lainnya.
5. Sesuai sifatnya yang konsensual atau mufakat
dan kolaboratif, mediasi dapat menghasilkan penyelesaian menang-menang bagi
para pihak (win-win solution)
I. Kelemahan
Mediasi;
Mediasi disisi lain sebagai salah satu cara penyelesaian sengketa juga
memiliki beberapa kelemahan yang perlu disadari oleh peminat, berikut beberapa
kelemahan tersebut:
1. Bahwa mediasi
hanya dapat diselenggarakan secara efektif jika para pihak memiliki kemauan
atau keinginan menempuh mediasi.
2. Pihak yang tidak beriktikad baik dapat
memamnfaatkan proses mediasi sebagai taktik untuk mengulur-ulur waktu
penyelesaian sengketa, misalnya dengan tidak mematuhi jadwal sesi-sesi mediasi
atau berunding sekadar untuk memperoleh informasi tentang kelemahan lawan.
3. Beberapa jenis kasus mungkin tidak dapat
dimediasi, terutama kasus-kasus yang berkaitan
dengan masalah ideologis dan nilai dasar lainnya.
4. Mediasi dipandang tidak tepat untuk digunakan
jika masalah pokok dalam sebuah sengketa adalah soal penentuan hak (rights)
karena sengketa soal penentuan hak haruslah diputus oleh hakim, sedangkan
mediasi lebih tepat untuk digunakan menyelesaikan sengketa terkait dengan
kepentingan (interests).
5. Secara
normatif mediasi hanya dapat ditempuh atau digunakan dalam lapangan hukum
privat tidak dalam lapangan hukum privat tidak dalam lapangan hukum pidana.[8]
J. Mediasi Perkara atau Budaya Patriarkhi
1. Budaya Patriarkhi Patriarkhi adalah sebuah
sistem sosial dimana laki-laki memiliki kontrol dan kekuasaan yang lebih tinggi
dengan perempuan berada dibawahnya (subordinat). Patriarkhi dapat menyebar ke
setiap lapisan masyarakat dan negara tanpa memandang perbedaan budaya,agama dan
latar belakang sosial lainnya, termasuk di Indonesia. Penelitian yang dilakukan
oleh Hofstede terhadap budaya 50 Negara di dunia menempatkan Indonesia pada
urutan ke-8 dalam dimensi tingginya jarak antara kekuatan laki-laki dan
perempuan. Hal ini berarti Indonesia menempati 10 besar Negara yang mempunyai
budaya patriarkhi yang tinggi[9].
2. Kesalahpahaman
terhadap Ajaran Agama Ajaran disetiap agama yang pada dasarnya mengajarkan
hal-hal baik dalam kehidupan berumah tangga, ternyata tidak terimplementasikan
dengan baik karena para pemakainya yang sudah terlanjut kolot dengan presepsi
Patriarkhi diatas.
3.
Ketidakseimbangan Kekuatan (Power
Imbalance) dalam Rumah tangga Terutama bagi wanita dalam bidang ekonomi rumah
tangga, karena kebanyakan wanita tidak bisa menghasilkan penghasilan sendiri.
Sebaliknya anggapan bahwa laki-laki berhak memiliki kuasa lebih seperti sebutan
kepala keluarga di Indonesia karena telah menghasilkan nafkah sebagai penompang
utama utuhnya sebuah rumah tangga. Penyebab KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) di Indonesia
K. Terobosan Hukum sebagai Upaya Penghapusan KDRT.
Upaya penghapusan KDRT di Indonesia dalam prespektif hukum sebenarnya sudah
mengalami banyak kemajuan. Hal ini tidak lepas dari pengaruh gerakan
lembaga/organisasi perempuan yang terus berupaya memperjuangkan hak-hak
perempuan. Tonggak sejarah keberhasilan perjuangan tersebut dimulai dengan disahkannya
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Walaupun masih banyak kritik
tentang kekurangan yang terdapat dalam peraturan ini oleh kalangan feminis di
Indonesia, namun setidaknya ada beberapa kemajuan dibanding kondisi sebelumnya,
diantaranya:
1. Tiap-tiap
perkawinan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebelum peraturan
ini banyak perempuan yang menikah dibawah tangan hingga sulit melindungi hak
mereka.
2.
Undang-Undang ini menganut asas
monogami dimana seorang pria hanya boleh memiliki seorang istri dan seorang
wanita hanya boleh memiliki seorang suami.
3.
Perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. Hal ini
penting untuk menghapus praktek kawin paksa yang sebelumnya banyak terjadi.
4.
Perkawinan hanya diizinkan bila
pihak pria mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16tahun.
5.
Hak dan kedudukan istri adalah
seimbang dengan baik dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan
pergaulan hidup dalam masyarakat.
6.
Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama
dimana istri berhak atas bagiannya.
7. Perceraian
hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan setelah pengadilan yang
bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Hal ini
sangat penting untuk mempersulit terjadinya perceraian.
8.
Dalam Undang-Undang ini, istri juga mempunyai hak untuk mengajukan cerai
yang sebelumnya hanya dimiliki suami.
9.
Bila terjadi perceraian, suami
tetap wajib memberikan biaya pemeliharaan dan pendidikan untuk mantan istri.
Sebelum adanya Undang-Undang ini, kewajiban suami seperti ini tidak tertulis.[10]
L. Praktek
Perdamaian Perkara KDRT di Pengadilan;
Secara teori, proses perdamaian perkara
KDRT secara langsung hanya bisa dilakukan di pengadilan negeri dikarenakan
perkara KDRT merupakan tindak pidana. Karenanya proses perdamaian ini disebut
dengan mediasi penal. Secara praktek, perdamaian kasus KDRT secara tidak
langsung juga bisa didamikan di pengadilan agama karena biasanya KDRT merupakan
salah satu penyebab dominan perceraian. Proses perdamaian di pengadilan agama
disebut dengan mediasi perdata.
M.Mediasi di Pengadilan;
Dasar Filosofis
dan Yuridis Mediasi di Pengadilan. Pelembagaan dan pemberdayaan mediasi di
pengadilan (court connected mediation) juga tidak terlepas pula dari landasan
filosofis yang bersumber pada dasar negara kita, yaitu: Pancasila, terutama
sila keempat yang bunyinya “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyaratan/perwakilan”. Sila keempat dari pancasila ini di antaranya
mengehendaki, bahwa upaya penyelesaian sengketa/konflik/perkara dilakukan
melalui musyawarah untuk mencapai mufakat yang diliputi oleh semangat
kekeluargaan. Hal ini mengandung arti, bahwa setiap sengketa/konflik/perkara
hendaknya diselesaikan melalui proses perundingan atau perdamaian diantara para
pihak yang bersengketa untuk memperoleh kesepakatan bersama.[11].Semula
mediasi di pengadilan disini (cenderung) bersifat fakultatif/sukarela
(Voluntary), tetapi kini mengarah pada sifat imperatif/memaksa (compulsory). Dapat
dikatakan bahwa mediasi di pengadilan ini merupakan hasil pengembangan dan
pemberdayaan kelembagaan perdamaian sebagaimana yang diatur dalam ketentuan
Pasal 130 HIR/154 RBg, yang mengharuskan hakim yang menyidangkan suatu perkara
dengan sungguh-sungguh mengusahakan perdamaian diantara para pihak yang
berperkara. Namun ternyata Mahkamah Agung mensinyalir, bahwa hakim tidak
menerapkan ketentuan ini hanya sekedar formalitas menganjurkan perdamaian di
hadapan para pihak yang bersengketa.[12]
N. Sifat Mediasi di Pengadilan;
diketahui bahwa mediasi merupakan alternatif penyelesaian sengketa di luar
pengadilan, yang bersifat sukarela atau pilihan akan tetapi, dalam konteks
mediasi di pengadilan ternyata mediasi di pengadilan bersifat wajib. Hal ini
mengandung arti proses mediasi dalam penyelesaian sengketa di pengadilan harus
terlebih dahulu dilakukan penyelesainnya melalui perdamaian. Pihak-pihak yang
bersengketa di muka pengadilan, terlebih dahulu harus menyelesaikan
persengketaannnya melalui perdamaian atau perundingan dengan dibantu oleh
mediator. Ketentuan dalam Pasal 4 PERMA Nomor 1 Tahun 2008 menyatakan,
bahwa:“Kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan niaga,
pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha,
semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih
dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator” [13]
O. PERMA 2016
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 yaitu:
(a). Peraturan
Mahkamah Agung ini
yang dimaksud dengan:
1. Mediasi adalah cara penyelesaian
sengketa melaluiproses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak
dengan dibantu oleh Mediator.
2. Mediator
adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai pihak
netral yang membantu Para Pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinanpenyelesaian sengketa
tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.
3.
Sertifikat Mediator adalah
dokumen yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung atau lembaga yang telah memperoleh
akreditasi dari Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa seseorang telah mengikuti
dan lulus pelatihan sertifikasi Mediasi.
4. Daftar Mediator adalah
catatan yang memuat nama Mediator
yang ditunjuk berdasarkan surat keputusan Ketua Pengadilan yang diletakkan pada
tempat yang mudah dilihat oleh khalayak umum.
5. Para Pihak adalah dua atau lebih
subjek hukum yang bersengketa dan membawa
sengketa mereka ke Pengadilan
untuk memperoleh penyelesaian.
6. Biaya Mediasi adalah biaya yang timbul dalam proses Mediasi
sebagai bagian dari
biaya perkara, yang di antaranya meliputi biaya pemanggilan Para
Pihak, biaya perjalanan salah satu
pihak berdasarkan pengeluaran nyata, biaya pertemuan, biaya
ahli, dan/atau biaya lain yang diperlukan dalam proses Mediasi.
7.
Resume Perkara adalah dokumen
yang dibuat oleh Para Pihak yang memuat duduk perkara dan usulan perdamaian.
8. Perdamaian
adalah kesepakatan hasil Mediasi
dalam bentuk dokumen yang memuat ketentuan penyelesaian sengketa yang
ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator.
9. Kesepakatan
Perdamaian Sebagian adalah kesepakatan antara pihak penggugat dengan sebagian
atau seluruh pihak tergugat dan kesepakatan Para Pihak terhadap sebagian dari seluruh objek
perkara dan/atau permasalahan hukum yang disengketakan dalam proses
Mediasi.
10.Akta
Perdamaian adalah akta yang memuat isi naskah perdamaian dan
putusan Hakim yang
menguatkan Kesepakatan Perdamaian.
11. Hakim adalah
hakim pada Pengadilan
tingkat pertama dalam lingkungan
peradilan umum dan peradilan agama.
12. Hakim Pemeriksa
Perkara adalah majelis
hakim yang ditunjuk oleh ketua
Pengadilan untuk memeriksa dan mengadili perkara.
13. Pegawai
Pengadilan adalah panitera, sekretaris, panitera pengganti, juru sita, juru
sita pengganti, calon hakim dan pegawai lainnya.
14. Pengadilan adalah
Pengadilan tingkat pertama
dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan agama.
15. Pengadilan Tinggi
adalah pengadilan tingkat
banding dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan agama.
16. Hari
adalah hari kerja.
(b). PERMA 2016 BAB II tentang pedoman mediasi di pengadilan Bagian
Kesatu Ruang Lingkup Pasal 2 ya itu:
1 Ketentuan mengenai Prosedur Mediasi dalam
Peraturan Mahkamah Agung ini berlaku dalam proses berperkara di Pengadilan baik
dalam lingkungan peradilan umum maupun peradilan agama.
2 Pengadilan di
luar lingkungan peradilan
umum dan peradilan agama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menerapkan Mediasi
berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung
ini sepanjang dimungkinkan
oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.
(c). PERMA
2016 Pasal 3 ya itu:
1 Setiap Hakim,
Mediator, Para Pihak
dan/atau kuasa hukum wajib
mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui Mediasi.
2 Hakim
Pemeriksa Perkara dalam pertimbangan putusan wajib menyebutkan bahwa perkara
telah diupayakan perdamaian melalui Mediasi dengan menyebutkan nama Mediator.
3 Hakim Pemeriksa
Perkara yang tidak
memerintahkan Para Pihak untuk menempuh Mediasi sehingga Para Pihak tidak
melakukan Mediasi telah
melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Mediasi di
Pengadilan.
4 Dalam hal
terjadi pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), apabila diajukan upaya
hukum maka Pengadilan Tingkat Banding atau Mahkamah Agung dengan putusan sela
memerintahkan Pengadilan Tingkat Pertama untuk melakukan proses Mediasi.
5
Ketua Pengadilan menunjuk
Mediator Hakim yang bukan
Hakim Pemeriksa Perkara
yang memutus.
6 Proses
Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan
paling lama 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak diterimanya pemberitahuan putusan sela Pengadilan Tinggi atau Mahkamah
Agung.
7 Ketua
Pengadilan menyampaikan laporan hasil Mediasi berikut berkas perkara sebagai mana
dimaksud pada ayat (6) ke
Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung.
8 Berdasarkan
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (7),Hakim Pemeriksa Perkara pada
Pengadilan Tinggi atau Mahkamah
Agung menjatuhkan putusan.
(d). PERMA 2016 Bagian Kedua Jenis
Perkara Wajib Menempuh Mediasi Pasal 4 yaitu:
1 Semua
sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan termasuk perkara perlawanan (verzet)
atas putusan verstek dan
perlawanan pihak berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga (derden
verzet) terhadap pelaksanaan
putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan
penyelesaian melalui Mediasi, kecuali ditentukan lain berdasarkan Peraturan
Mahkamah Agung ini.
2 - Sengketa yang dikecualikan dari
kewajiban penyelesaian melalui Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
3 Pernyataan ketidakberhasilan Mediasi
sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf e
dan salinan sah Sertifikat Mediator dilampirkan dalam
surat gugatan.
4 Berdasarkan kesepakatan
Para Pihak, sengketa
yang dikecualikan kewajiban Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a, huruf c, dan huruf e tetap dapat diselesaikan melalui Mediasi sukarela
pada tahap pemeriksaan perkara
dan tingkat upaya hukum.
5 - Sengketa yang dikecualikan dari
kewajiban penyelesaian melalui Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:sengketa yang pemeriksaannya dipersidangan
ditentukan tenggang waktu penyelesaian nya meliputi antara lain:
1. sengketa
yang diselesaikan melalui
prosedur Pengadilan Niaga;
2. sengketa
yang diselesaikan melalui
prosedur Pengadilan Hubungan Industrial;
3. keberatan
atas putusan Komisi
Pengawas Persaingan Usaha;
4. keberatan
atas putusan Badan
PenyelesaianSengketa Konsumen;
5. permohonan pembatalan putusan arbitrase;
6. keberatan atas putusan Komisi Informasi;
7. penyelesaian perselisihan partai politik;
8. sengketa
yang diselesaikan melalui
tata cara gugatan sederhana; dan
9. sengketa
lain yang pemeriksaannya di persidangan.ditentukan
tenggang waktu penyelesaiannya dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b. sengketa
yang pemeriksaannya dilakukan
tanpa hadirnya penggugat atau tergugat yang telah dipanggil secara
patut;
c. gugatan balik(rekonvensi) dan masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara
(intervensi);
d. sengketamengenai pencegahan, penolakan,
pembatalan dan pengesahan perkawinan;
e. sengketa yang diajukan kePengadilan setelah
diupayakan penyelesaian di luar Pengadilan melalui Mediasi dengan bantuan
Mediator bersertifikat yang terdaftar di Pengadilan setempat tetapi dinyatakan
tidak berhasil,berdasarkan.pernya taan yang ditandatangani oleh Para
Pihak dan Mediator bersertifikat.
Tata cara pelaksanaan
mediasi di pengadilan Tahap Pertama
pemilihan dan penetapan mediator Tahap kedua
pelaksanaan proses mediasi Tahap ketiga
akhir proses mediasi[14]
P. Mediasi Yudisial di Indonesia;
Menurut
pendapat penulis yang dimaksud dengan mediasi yudisial dalam konteks Indonesia
adalah proses perdamaian suatu sengketa (mediasi) perdata di pengadilan dimana
yang bertindak sebagai penengah (mediator) adalah seorang hakim aktif yang
bukan pemeriksa perkara yang dilakukan sebelum sidang perkara atau selama
pemekrisaan perkara berlangsung sebelum jatuhnya putusan majelis hakim
pemeriksa perkara.[15].Mediasi
yudisial di Indonesia tidak mengalami kontroversi atau perdebatan seperti yang
dialami oleh Negara lain yang masih banyak hambatan. Hal ini dikarenakan tugas
hakim sebagai mediator tidaklah melanggar konstitusi, Undang-Undang atau integritas
peradilan, bahkan hakim diwajibkan oleh hukum acara perdata untuk mencoba
mendamaikan para pihak. Sejak PERMA Mediasi pertama kali diberlakukan tahun
2003, hampir semua mediator (lebih dari 90%) di pengadilan adalah hakim, namun
pelaksanaan mediasi di pengadilan yang didominasi oleh hakim sebagai mediator
belum mencapai hasil yang diinginkan. Berdasarkan data pelaksanaan mediasi di
pengadilan di Pilot project I dan II, jumlah perkara yang berhasil mencapai
kesepakatan masih dibawah 10%,Mayoritas hakim masih enggan untuk memakai
mediasi sebagai metode penyelesaian perkara perdata.[16]
Q. Perkembangan mediasi yudisial di dunia.
Penggunaan
metode mediasi yudisial di dunia internasional mempunyai sejarah panjang yang
bisa dirunut sampai ke abad pertengahan pada sistem hukum Anglo-Saxon. Pada
masa itu, salah satu metode penyelesaian sengketa yang populer digunakan adalah
metode gabungan arbitrase-mediasi yang dilakukan oleh hakim. Namun peran hakim
sebagai penyelesai perkara secara damai memang lebih dominan dilakukan di
negara –negara yang menganut sistem hukum eropa kontinental, sementara pada
zaman sekarang di dunia internasional peran mediator yudisial merupakan
perkembangan terbaru pada sistem hukum Anglo-Saxon. Perkembangan mediasi
yudisial merupakan upaya pengadilan untuk menyediakan pusat penyelesaian
sengketa (one-stop legal forum) bagi semua jenis sengketa dan kebutuhan para
pihak. Dengan demikian parapihak dan juga pengadilan bisa menghemat waktu,
biaya dan tenaga tanpa perlu mencari alternatif cara untuk menyelesaikan sengketa
di luar pengadilan.[17] Dalam
pelaksanaannya di berbagai negara didunia, proses perdamaian perkara di pengadilan yang dilakukan oleh hakim
terbagi menjadi beberapa bentuk yang dipengaruhi oleh siapa yang menjadi
mediator, gaya mediasi yang dilakukan, apakah hakim boleh berperan menjadi
mediator dalam kasus yang sama, serta jenis kesepakatan yang dihasilkan. 4 bentuk/model
tersebut adalah[18]:
1. Judical settlement
2. Judical mediation
3. Judical moderation
4. Facilitative judging
Berdasarkan 4 kategori
diatas, terminologi yang lebih tepat digunakan sesuai dengan kondisi Indonesia
sebenarnya adalah judical settlement, bkan judical mediation, karena mediasi di
Indonesia membolehkan hakim anggota majelis pemeriksa perkara untuk menjadi
mediator dalam kasus yang sama, sementara judical mediation secara tegas memisahkan
peran ganda hakim tersebut.
R. Tantangan pelaksanaan mediasi yudisial di
Indonesia
1. Kurangnya
dukungan dari Mahkamah Agung RI dalam menjadikan mesiasi sebgai progam
prioritas terutama terlihat dari belum dikeluarkannya dua kebijakan paling
penting mengenai jenjang karier dan insetif bagi hakim yang menjalankan fungsi
mediator.[19]
2. Rendahnya
motivasi mediator yudisial; Tantangan selanjutnya yang dihadapi dalam
pelaksanaan mediasi yudisial adalah rendahnya motivasi dan dukungan hakim untuk
menyukseskan mediasi di pengadilan. Banyak hakim di pengadilan tingkat pertama
sebagai ujung tombak pelaksanaan mediasi merasa mereka hanya mendapat sedikit
manfaat atau bahkan tidak sama sekali. Sebab paling utama dari keengganan hakim
ini adalah ketiadaan kebijakan yang jelas mengenai jenjang karier bagi hakim
yang menjalankan fungsi mediator.[20]
3. Kualitas
mediator yudisial; Masih banyak hakim, terutama di pengadilan yang berada di
pelosok daerah tanah air yang belum mendapat kesempatan mengikuti pendidikan
mengenai mediasi. Padahal hakim harus mengikuti pelatihan sertifikasi mediator
oleh lembaga terakreditasi di luar Mahkamah Agung RI, walaupun ada beberapa
pengecualian sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. [21]
- Hukum
Acara Mediasi
Meteri sengketa yang
tidak bisa didamaikan:
1. Sengketa pada
Pengadilan Niaga
2. Sengketa pada
Pengadilan Hubungan Industrial
3. Keberatan atas
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
4. Sengketa atas
Keberatan Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha[22]
S. Peran dan Fungsi
Mediator
1. Peran mediator dalam penyelesaian konflik:
-Diagnosa konflik
-Identifikasi masalh dan
kepentingan-kepentingan kritis
-Menyusun agenda
-Memperlancar dan mengendalikan komunikasi
-Membimbing untuk melakukan tawar-menawar dan
kompromi
-Mengumpulkan informasi penting
-Penyelesaian masalah dengan pilihan-pilihan[23]
2. Fungsi
Mediator:
-Sebagai Katalisator
-Sebagai Pendidik
-Sebagai Penerjemah
-Sebagai Narasumber
-Sebagai Penyandang berita jelek
-Sebagai Agen Realitas
-Sebagai
Kambing Hitam.[24]
.3 Proses Mediasi
1.Tahapan Pra Mediasi
2.Pembentukan Forum
3.Pendalaman masalah
4.Penyelesaian akhir
dan penentuan hasil kesepakatan
5.Kesepakatan di luar
pengadilan
6.Keterlibatan ahli
dalam proses mediasi
7.Berakhirnya Mediasi
8.Mediasi pada tahap
upaya hukum.[25]
T. Hukum Acara Perdata
dalam Prespektif ADR;
Pentingnya Mediasi
dalam penyelesaian konflik perdata. Mengingat betapa pentingnya jaminan
kepastian hukum atas tanah, yang mana kepastian hukum (recht kadister) tersebut
dibuktikan dengan adanya sertifikat pemilikan tanah. Patut dicermati bahwa
kekuatan jaminan hukum sebuah sertfikat yang diberikan oleh negara kepada
warganya tersebut batasan dan tolak ukurnya sampai dimana? [29] Perbandingan
dapat dilakukan terhadap masing-masing unsur ataupun secara komulatif terhadap
semuanya. Dengan metode perbandingan hukum dapat dilakukan peneletian terhadap
berbagai sub-sistem hukum yang berlaku di suatu masyarakat tertentu, atau
secara lintas sektoral terhadap sistem-sistem hukum pelbagai masyarakat yang
berbeda-beda. Mengingat sumber utama kajian penulisan ini adalah mediasi
khususnya yang terkait dengan relevansi penyelesaian konflik pertanahan, maka
diperlukan pula penyorotan masalah dan usaha pemecahannya, yang dilakukan
dengan upaya-upaya yang banyak didasarkan pada pengukuran yang memecahkan obyek
penelitian ke dalam unsur-unsur tertentu, untuk kemudian ditarik suatu
generalisasi yang seluas mungkin ruang lingkupnya. [30]
U. Mediasi dalam
Sistem Hukum Acara Perdata.
Peran mediasi di negara Amerika Serikat sangat
membantu dan dipilih sebagai lembaga penyelesaian sengketa atau konflik, serta
menunjukan bahwa sebagaian besar pihak yang berperkara (pihak
prinsipilnya/Legal Standy of Judicio) atau melalui kuasa hukumnya (Advokat)
dalam menyelesaikan masalahnya lebih memilih melalui penyelesaian damai atau
mediasi, lalu sejauh mana peran lembaga mediasi di dalam sistem hukum acara
perdata di Indonesia? Terlepas di mediasi sebagai sarana penyelesaian konflik
dalam ranah hukum perdata, dewasa ini dalam rangka pembaharuan hukum telah
banyak negara-negara maju yang memanfaatkan peran lembaga mediasi sebagai upaya
penyelesaian pidana, yang dikenal dengan mediasi penal (Penal Mediation).
Dengan demikian mengingat negara Indonesia yang juga merupakan negara yang
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 sudah seharusnya dapat menjadi prototipe
dunia dalam menciptakan perdamaian dalam setiap konflik yang terjadi di
masyarakat dan negara.[31]
V. Sumber Hukum Acara Perdata
Pada pokoknya sumber
hukum acara perdata di Indonesia terbagi menjadi 2 yaitu HIR (Het Herzine
Indonesisch Reglement) atau Reglemen Indonesia yang diperbaharui S.1848 no.16,
S. 1941 no.44) untuk daerah Jawa dan Madura. Sedangkan untuk daerah luar Jawa
dan Madura berlaku ketentuan Rechsreglement Buitengewesten (Rbg. S. 1927
no.227).[32]
- Penyelesaian Sengketa Bisnis dengan
Menggunakan Mediasi Sengketa Bisnis
Sengketa dengan rekanan
atau mitra bisnis adalah suatu yang dianggap tabu bagi pelaku bisnis. Sengketa
yang diketauhi oleh masyarakat bisnis sangat merugikan reputasi pelaku bisnis
dan berpotensi mengurangi kepercayaan klien,nasabah, konsumen perusahaan itu sendiri.
Hal ini berbeda dengan sengketa lngkungan dan tenaga kerja, sengketa bisnis
umumnya sangat dirahasiakan oleh pelaku bisnisnya.[33]
-
Kelemahan Jalur Penyelesaian Pengadilan
Penyelesaian sengketa
bisnis yang direkam dalam penelitian menunjukan bahwa jalan pengadilan dianggap
kurang menguntungkan bagi pelaku bisnis maupun konsumen perorangan. Selain
mahal, prosesnya panjang dan berbelit-belit, kepercayaan pelaku bisnis dan
masyarakat akan keneralan pengadilan juga tidak mendukung di pilihnya
pengadilan. Arbitase kurang dikenal dan dipahami oleh kalangan bisnis maupun
masyarakat luas. Klausul abritrase dalam perjanjian dagang,kerja sama, sering
mencantumkan kemungkinan pengajuan sengketa ke pengadilan, jika arbitrase tidak
berhasil. Padahal sifat putusannya sudah final. Adakalanya, pelaku bisnis
membawa kasus sengketa ke pengadilan, walaupun dalam perjanjian kerja tercantum
klausul arbitrase. Perundingan untuk sengketa bisnis antar pengusaha adalah
proses yang disukai, walaupun masih ada keraguan mengenai kekuatan hukum dan
pematuhan kesepakatan. Sebaliknya, untuk sengketa antara pengusaha dengan
konsumen, perundingan dianggap tidak memadai.[34]
-
Alternatif Penyelesaian Sengketa
Pengertian Arbitrase
telah diperkenalkan sebagai suatu institusi/lembaga yang dipilih para pihak
yang mengikat, apabila timbul beda pendapat atau sengketa. Dengan demikian,
alternatif penyelesaian sengketa berdasarkan Undang-Undang bertindak sebagai
lembaga independen di luar arbitrase, dan arbitrase oleh Undang-Undang
mempunyai ketentuan,cara dan syarat-syarat tersendiri untuk pemberlakuan
formalitasnya, namun kedua-duanya terdapat kesamaan mengenai bentuk sengketa
yang dapat diselesaikan, yaitu:
a. Sengketa atau beda pendapat secara perdata
dibidang perdagangan
b. Menurut peraturan
perundang-undangan,sengketa atau beda pendapat tersebut dapat diajukan dengan upaya “damai” (perdamaian)
Sebagaimana telah
diutarakan sebelumnya bahwa penyelesaian sengketa model ADR menempuh prosedur
rahasia (confidential), maka konsepsi kerahasiaan diatur UU No.30 Tahun 1999.
Dengan diaturnya konsepsi kerahasiaan ini, paling tidak memberikan jaminan bagi
para pihak yang sama besar dan saling memberikan kontrol terhadap
masing-masing.
BAB III
PENUTUP
W. Kesimpulan
a.Mediasi secara
etimologi berasal dari bahasa latin, mediare yang berarti berada di tengah.
Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator
dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa antara para
pihak. Mediasi dapat dilakukan didalam/diluar pengadilan baik itu pidana maupun
perdata. Salah satu sebutannya ialah ADR(Alternative Dispute Resolution) atau
alternatif penyelesaian sengketa. Mediasi memiliki kelebihan dan kekurangan
tertentu.
b.Beberapa
hal yang dapat dikaji dengan mediasi:
-Perkara perdata&sebagian
pidana
-Kasus KDRT
-Sengketa Medik
-Sengketa Bisnis dan Merek
-dan lain sebagainya
c.Beberapa hal yang
tidak dapat dikaji mediasi:
-Masalah Ideologi
-Agama
-Perniagaan
-Kepuasan Konsumen
-dan lain sebagainya
d.Mediasi diatur dalam
peraturan di Indonesia yakni UU No.30 Tahun 1999 dan mengalami perkembangan
yang signifikan sebagai penyelesaian perkara pertama yang akan dicoba pihak
bersengketa.
e.Kritik dan Saran
Kritik dan Saran yang
membangun penulis sangat harapkan guna membuat makalah ini menjadi lebih baik
dan lebih dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian atas informasi yang ada
pada makalah ini. Dan semoga makalah ini dapat mencapai harapan yang diinginkan
dari berbagai pihak Aamiin..Ya Rabbal Alamiin.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Syahrizal
Abbas, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syari’ah, Hukum Adat dan Hukum Nasional. (Jakarta:Kencana Prenada
Media Group ,2009)
2. Trisno Raharjo,Mediasi Pidana dalam
sistem peradilan pidana suatu kajian perbandingan dan penerapannya di
Indonesia,(Jogjakarta: Buku Litera,2011)
3. Takdr Rahmadi,Mediasi:Penyelesaian Sengketa
Melalui Pendekatan Mufakat (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2010)
4. Fatahilah
A.Syukur, Mediasi Perkara KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) teori dan Praktek
di Pengadilan Indonesia (Bandung: CV. Mandar Maju, 2011)
5. Rachmadi Usman, MEDIASI DI PENGADILAN
Dalam Teori dan Praktik (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2012)
6. Takdir Rahmadi, MEDIASI YUDISIAL DI
INDONESIA, (Bandung: mandar maju, 2012)
7. D.Y Witanto, Hukum Acara Mediasi dalam perkara perdata di lingkungan
peradilan umum dan peradilan agama, (Bandung: Alfabeta, cetakan 2, 2012)
8. Eddi
Junaidi, M EDIASI DALAM PENYELESAIAN
SENGKETA MEDIK, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011)
9. Edi As’Adi, Hukum Acara Perdata dalam
Prespektif Mediasi (ADR) di Indonesia, (Yogyakarta: GRAHA ILMU, 2012)
10. Suyus Margono, PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS
Alternatif Dispute Resolutions (ADR) Teknik &Strategi dalam
Negoisasi,Mediasi & Arbitrasi (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010)
11. Gatot
Supramono, Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia (Jakarta:
Rineka Cipta, 2008)
[1]
Syahrizal
Abbas, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syari’ah, Hukum Adat dan Hukum Nasional. (Jakarta:Kencana Prenada
Media Group ,2009), hlm. 2
[2]
Ibid,
hlm.2-8
[3].Trisno
Raharjo,Mediasi Pidana Dalam Sistem Peradilan Pidana Suatu Kajian Perbandingan
Dan Penerapannya Di Indonesia,(Jogjakarta: Buku Litera,2011),Hlm 12-13
[4]. Ibid, Hlm 3
[5] Pasal 27peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Ini Berlaku Sejak Tanggal Ditetapkan.Ditetapkan Di : Jakarta Pada Tanggal : 31
Juli 2008 Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan
[6].Takdir
Rahmadi,Mediasi:Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat (Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada, 2010), hlm 10
[7]
Ibid, hlm 5
[9] Fatahilah
A.Syukur,
Mediasi Perkara KDRT Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Bandung: CV. Mandar Maju, 2011) hlm.25
[10].Ibid hlm.36-38
[11]. Rachmadi Usman, Mediasi di Pengadilan Dalam Teori
dan Praktik (Jakarta Sinar Grafika, 2012), hlm.26
[14]. Ibid, hlm.235
[16].Ibid, hlm. 44
[17]. Ibid, hlm.31
[21]
Ibid, hlm.70
[22]
Ibid, hlm. 72
[23]
D.Y
Witanto, Hukum Acara Mediasi dalam perkara perdata, (Bandung: Alfabeta, cetakan
2, 2012), hlm.71
[24] Ibid, hlm.114
[25] Ibid, hlm. 138.
[26]Eddi Junaidi, m
ediasi dalam penyelesaian sengketa medik, (Jakarta: PT rajagrafindo Persada,
2011), hlm.3.
[29]
Ibid,
hlm.71
[30] Edi As’Adi, Hukum Acara Perdata dalam
Prespektif Mediasi (ADR), (Yogyakarta: graha ilmu, 2012), hlm.10
[31]Ibid, hlm.71
[32]Ibid, hlm.11
[33] Ibid, hlm.68..
[34].Suyus
Margono, penyelesaian sengketa bisnis Alternatif Dispute Resolutions (ADR)
Teknik &Strategi dalam Negoisasi,Mediasi & Arbitrasi (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2010), hlm.87
Komentar