TUJUAN DASAR EKONOMI ISLAM UNTUK KESEJAH TERAAN MANUSIA
TUJUAN
DASAR EKONOMI ISLAM UNTUK KESEJAH TERAAN MANUSIA
Dayah
Malikussaleh
Posted
By: Walid Blang Jruen
بِسْمِ
اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
A. Dalam menjalankan aktivitas kehidupan sehari hari di muka bumi ini,
tentunya insan manusia selalu mem butuhkan kebutuhan pokok hingga kebutuhan tam
bahan lainnya yang harus dipenuhi. Ketidakmampuan manusia mendapatkan modal
dalam memenuhi ke butuhan ekonomi dapat berakibat pada minimnya manusia untuk
bisa bertahan beraktifitas dan meng hasilkan berbagai perubahan. Sejak zaman
dahulu sampai sekarang, masalah ekonomi telah dilakukan sebagai aktivitas
keseharian manusia. Walaupun belum pada tataran ekonomi yang kompleks, hal-hal
seder hana seperti barter, bercocok tanam, mengembangkan ekonomi didarat maupun
di laut sudah dilakukan oleh masyarakat zaman dahulu. Tentu sahaja hal itu
masih dilaksanakan hingga kini dengan teknologi yang sudah kompleks dan memadai,
ekonomi islam sudah lahir semenjak islam di wahyukan Allah, para Nabi dan Rasul
serta sahabat sahabat telah menjalankan dimasanya masing bermasing, dan
sekarang kalau kita selaku ummat islam tidak mau mengambil kesempatan dalam
membentuk Ekonomi islam secara meluas agar kita semua terjauh dari Ribawi.
untuk memastikan apakah pemenuhan kebu tuhan tersebut sudah sesuai dan dapat
berjalan dengan baik. Ekonomi islam bukan hendak mem ojokkan atau menyudutkan
yang lainnya
B. Ekonomi dalam Islam; Tentunya permasalahan ekonomi tidak terpisah dengan
ajaran yang lainnya saling berkaitan. Ekonomi islam adalah bagian dari sektor
kehidupan manusia yang turut diatur oleh Allah Secara umum dan rinci didalam
Al-Quran baik bersifat prinsip-prinsip dasar
juga teknis, masalah teknis tentu saja umat islam harus mengembangkannya
lebih baik lagi dengan kapasitas ilmunya dan sesuai kebutuhan seiring dengan
berkembangnya zaman
C. Maksud dan tujuan ekonomi islam itu sendiri, dapat dirangkum dalam
beberapa hal, diantaranya adalah :
(a). Kebutuhan Ummat Manusia
Ekonomi islam bertujuan agar manusia dapat mem enuhi kebutuhan hidupnya.
Allah sendiri menjamin bah wa Allah akan terus memberikan rezeki dan juga
limpahan nikmat kepada manusia dengan asumsi bahwa manusia harus taat dan terus
berikhtiar dan meminta kepada Allah.
Landasan ekonomi islam adalah ketauhidan atau ketaatan kepada Allah.
Orang-orang yang taat dan beriman kepada Allah akan mendasarkan aktivitas
ekonominya berdasarkan kepada etika, keseimbangan, universalitas, dan keadilan
dalam melangkah. Tentu ia tidak akan asal-asalan dan juga serabutan dalam
ikhtiar.
Untuk itu, pelaksanaan ekonomi islam adalah jaminan bahwa kebutuhan manusia
akan selalu terpenuhi dengan rezeki dan limpahan nikmat Allah asalkan per
ekonomian tersebut dijalankan dengan benar.
(b).Menjauhi Ketimpangan Sosial
Ketimpangan sosial tentu akan terjadi jika pemusatan harta dan juga sumber
daya hanyalah ada pada subjek atau kelompok tertentu saja. Untuk itu, islam
memiliki prinsip untuk dapat menyebar dan juga memberikan rezeki tersebut tidak
hanya pada satu orang atau kelompok saja dengan aturan zakat, infaq, dan sha
daqah. Aturan zakat ini bukan hanya sekedar masalah pembersihan harta atau
sekedar beramal shaleh melainkan juga dapat menggerakkan ekonomi ummat kepada
yang tidak mampu atau tidak berdaya karena kurangnya sumber daya ekonomi. Untuk
itu kewajiban berzakat, berinfaq, dan bershodaqoh adalah karena memang hal
tersebut berusaha juga untuk menghindari ketimpangan sosial.
(c). Ekonomi islam juga bertujuan untuk menghindari pemenuhan ekonomi yang
tidak beretika dan bermar tabat. Hal ini misalnya pencurian, penipuan,
pemaksaan dan transaksi yang tidak sesuai dengan atau melakukan kecurangan
lainnya. Untuk itu, ekonomi islam pun dilandasi dengan nilai moral dan aqidah
agar pelak sanakaan kebutuhan manusia tidak dilakukan secara sembarangan dan
dapat terjamin bisa berkualitas sesuai kebutuhanmanusia. untuk itu Islam juga mengharam kan jual beli barang haram,
jual beli yang tidak memiliki keterbukaan, kejujuran, dsb. Ekonomi islam ada
agar manusia dapat memberikan kejujuran, halalnya barang, kualitas barang,
kualitas produksi, distribusi, dan konsumsi dengan bingkai akhlak dan aqidah.
(d).Mengatur keadilan dan kesimbangan adalah prinsip dasar dari islam.
Islam mengatur agar manusia tidak melakukan transaksi ekonomi yang tertutup
atau tidak transparant. Untuk mengaturnya, contoh kecilnya islam selalu
memberikan perintah adanya saksi, pencatatan keuangan, dan juga menerapkan
standart atua neraca yang disepakati dalam hal transaksi ekonomi.
(e).Terhindar dari Riba: maksud dengan riba adalah sesuatu tambahan apapun
namanya yang diberikan, salah satunya pada hutang dari peminjam. Riba sendiri
dapat menjerat manusia dan akan terasa tercekik untuk membayarnya. Bahkan pada
sebagian orang yang tidak mampu, riba seperti cekikan yang tiada henti. Kebanya
kan orang miskin meminjam uang adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari, tentu saja akan terasa tercekik apabila manusia memberikan riba
padanya berkali-kali lipat. Untuk itu, Allah memberikan ancaman dan sanksi
neraka apabila manusia mela kukannya
Allah berfiman dalam Alqur'an;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرِّبَا
أَضْعَافاً مُّضَاعَفَةً وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ . وَاتَّقُواْ
النَّارَ الَّتِي أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ
“Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah
kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Peliharalah dirimu dari
api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir.” (Qs. Ali Imron [3]:
130)
KESIMPULAN
Ekonomi islam dengan tujuannya yang telah dijelaskan diatas, menuai ilmu
tersendiri dan menarik perhatian para ulama. Diantaranya terdapat beberapa
ulama yang juga konsen dan fokus terhadap masalah-masalah ekonomi islam.
Syirkah merupakan salah satu sistem ekonomi dalam Islam. Syirkah dalam Islam
intinya merupakan salah satu jalan untuk melakukan kelangsungan hidup dan
sebagai sumber usaha kehidupan manusia pada saat sekarang ini. Syirkah dibagi
dalam kebeberapa macam, salah satunya adalah syirkah „inȃn yang merupakan
satu-satunya syirkah yang disetujui oleh Imam Syafi‟i. Konsep syirkah menurut
Imam Syafi‟i adalah dua orang atau lebih melakukan perkongsian dengan
mencampurkan harta itu untuk modal, kemudian bekerja pada harta itu dan membagi
keuntungan dari hasilnya. Berdasarkan konsep syirkah menurut Imam Syafi‟i
tersebut, dapat dibandingkan pula konsep syirkah yang ada di Perbankan Syariah
yang diatur pada UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah dengan konsep
syirkah menurut Imam Syafi‟i tersebut. Sehingga dapat dilihat kesesuaian atau
tidak sesuai diantara keduanya. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimana konsep syirkah menurut Imam Syafi‟i, dan bagaimana relevansi konsep
syirkah menurut Imam Syafi‟I dengan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008? Tujuan
diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep syirkah menurut Imam
Syafi‟i, kemudian untuk mengetahui relevansi konsep syirkah menurut Imam Syafi‟i
dengan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008. Penelitian ini adalah penelitian
kepustakaan (library research) dan sifat penelitian ini adalah deskriptif
analisis. Sesuai dengan jenis penelitian maka sumber data dalam penelitian ini
berasal dari literatur yang ada di perpustakaan. Sumber data sekunder : bahan
hukum primer (Kitab Al-Umm, karya Imam Syafi‟i dan Undang-Undang No.21 tahun
2008 tentang perbankan syariah). Dan bahan hukum sekunder (buku yang berkaitan
tentang syirkah Imam Syafi‟i, Undang-Undang Perbankan Syariah, serta Kamus
Istilah Ekonomi, Keuangan, dan Bisnis Syariah A-Z). Berdasarkan hasil
penelitian, dapat kesimpulan bahwa konsep syirkah menurut Imam Syafi‟i harus
memenuhi beberapa unsur seperti: adanya percampuran harta, pekerjaan pada harta
itu (badan usaha) dan pembagian keuntungan. Lalu dapat ditarik kesimpulan pula
bahwa, konsep syirkah dalam pandangan Imam Syafi‟i diterapkan dalam perbankan
syariah yang sekarang dilakukan oleh perbankan syariah karena dapat dilihat
bahwa dua unsur dari tiga unsur konsep syirkah menurut Imam Syafi‟i sesuai
dengan konsep syirkah di UU No. 21 Tahun 2008. Dua unsur yang sesuai
diantaranya adalah adanya suatu usaha (kadar pekerjaan) dan pembagian
keuntungan, sedangkan ada satu unsur yang tidak disebutkan secara jelas di
dalam UU No. 21 Tahun 2008 yaitu mengenai pencampuran harta. Dilihat secara
keseluruhan, terpenuhinya dua unsur yang sesuai dari ketiga unsur syirkah
menurut Imam Syafi‟i dengan UU No. 21 Tahun 2008, maka dapat dikatakan konsep
syirkah menurut Imam Syafi‟i sangat terkait dengan konsep syirkah dalam UU No.
21 Tahun 2008.
وَ
السَّلاَمُ
Komentar