KITAB TENTANG PUASA RAMADHAN
KITAB FATHUL QARIB
BAB PUASA
Dayah Malikussaleh 07,august2019
ditulis-susun Oleh: Waled Blang Jruen,
Mahasiswa Pascasarjana (IAIN)
Lhokseumawe
بِسْــــــــمِ اللهِ الرَّ حْمَـنِ الرَّ حِيْــــمِ
كِتَابُ أَحْكَمِ الصِّيَامِ
Kitab ini yang akan menerangkan tentang hukum-hukum berpuasa
وَهُوَ وَالصَّوَمُ مَصْدَرَانِ مَعْنَاهُمَا لُغَةً أَلْاِمْسَاكُ وَشَرْعًا إِمْسَاكُ عَنْ مُفْطِرٍ بِنِيَّةٍ مَخْصُوْصَةٍ جَمِيْعَ نَهَارٍ قَابِلٍ لِلصَّوْمِ مِنْ مُسْلِمٍ عَاقِلٍ طَاهِرٍ مِنْ حَيْضٍ وَنِفَاسٍ
Shiyam dan shaum kedua-duanya adalah masdar (isim manshub yang dalam tasrifan fi’il jatuh pada urutan ketiga : SHAAMA, YA SUUMU, SAUMAN صام، يصوم، صوما).
Arti makna Shiyam dan Shaum menurut bahasa adalah Imsak (Tahan/menahan). Dan menurut istilah Syara’ yaitu menahan dari segala sesuatu yang membatalkan puasa, disertai dengan niat yang telah ditentukan, sepanjang siang hari yang sah dilakukan puasa dari seorang muslim, yang mempunyai akal, yang suci dari Haid dan nifas.
وَشَرَائِطُ وُجُوْبِ الصِّيَامِ ثَلاَثَةُ أَشْيَاءَ وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ أَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ : اْلإِسْلَامُ وَالْبُلُوْغُ وَالعَقْلُ وَالقُدْرَةُ عَلَى الصَّوْمِ.
وَهَذَا هُوَالسَّاقِطُ عَلَى نُسْخَة الثَّلاَثَةِ، فَلاَيَجِبُ اَلصَّوْمُ
عَلَى الْمُتَّصِفِ بِأَضْدَادِ ذَالِكَ
Syarat wajibnya puasa yaitu ada 3 perkara, dan menurut sebagian salinan kitab matan ditulis ada 4 perkara yaitu:
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal
4. Mampu/kuasa untuk berpuasa.
Dan yang keempat inilah (kuasa / mampu) yang gugur dari tulisan salinan kitab yg menyebutkan bahwa syarat wajib puasa hanya ada 3 perkara. Maka tidaklah wajib bagi orang yang memiliki sifat lawan dari 4 perkara diatas.
وَفَرَائِضُ الصَّوْمِ أَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ
Fardhu puasa itu ada 4 perkara
Pertama:
اَحَدُهَا أَلنِّيَّةُ بِالْقَلْبِ، فَأِنْ كَانَ اَلصَّوْمُ فَرْضًا كَرَمْضَانَ أَوْ نَذْرًا فَلَا بُدَّ مِنْ إِيْقَاعِ النِّيَّةِ لَيْلاً وَيَجِبُ اّلتَّعْيِيْنُ فِيْ صَوْمِ الفَرْضِ كَرَمْضَانَ وَأَكْمَلُ نِيَّةِ صَوْمِهِ أَنْ يَقُوْلَ الشَّخْصُ “نَوَيْتُ صَوْمَ غَـدٍ عَنْ اَدَاءِ فَرْضِ شهْرِ رَمَضَانِ هَذِهِ السَّنَّةِ لِلهِ تَعَالَى
Fardhu puasa yang pertama dari yang empat adalah niat dalam hati. Maka seandainya berpuasa fardhu seperti puasa Ramadha atau puasa Nadzar hendaklah saat menghadirkan niat dalam hati pada malamnya. Dan wajib menentukan puasa fardhu seperti puasa Ramadhan.
Sedangkan kesempuraan niat puasa Ramadhan “Nawaitu shauma ghadin ‘an adaa`i fardhi syahri ramadhani haadzihis-sanati lillahi ta’ala” saya niat berpuasa hari esok sebagai kewajiban puasa bulan Ramadhan tahun ini lillahi ta’ala.
Kedua;
وَالثَّانِى اَلْإِمْسَاكُ عَنِ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ وَإِنْ قَلَّ اَلْمَأْ كُوْلُ وَالْمَشْرَبُ عِنْدَالتَّعَمُّدِ فَأِنْ اَكَلَ نَاسِيًا اَوْ جَاهِلًا لَمْفْطِرْ
اِنْ كَانَ قَرِيْبَ عَهْدٍ بِالْإِسْلَامِ أَوْنَشَأَ بَعِيْدًا
عَنِ الْعُلَمَآءِ وَأِلّاَ اَفْطَرَ
Dan fardhu puasa yang kedua dari yang empat yaitu menahan diri dari makan dan minum meskipun hanya sedikit sesuatu yang dimakan atau diminum jika disengaja. Maka seandainya makan dan minum karena lupa atau jahil (tidak tahu hal tsb membatalkan) maka hal tersebut tidak membatalkan puasanya. Kemungkinan hal itu karena orang tersebut masih awam dalam agama islam atau baru masuk islam ataupun juga karena orang tersebut jauh dari ulama (sehingga tidak tahu pembatalan puasa). Jika ia tdk lupa dan iapun tahu hukumnya maka batallah puasa karena makan dan minumnya...
Ketiga;
والثَّالِثُ الْجِمَاعُ عَامِدًا، وَأَمَّالْجِمَاعُ نَاسِيًا فَكَالْاَكْلِ نَاسِيًا
Fardhu puasa yang ketiga dari yang empat yaitu menahan Jima’ (bersetubuh) halnya disengaja (siang hari), adapun Jima’ halnya lupa sedang berpuasa maka hukumnya sama seperti lupa makan dan minum saat berpuasa (tidak batal)
Keempat:
وَالرَّابِعُ تَعَمَّدُالْقَيْءِ فَلَوْ غَلَبَهُ اَلْقَيْءِ لَمْ يَبْطُلْ صَوْمُهُ
Fardhu puasa yang keempat yaitu menahan dari muntah yang disengaja, maka seandainya muntah bukan disengaja orang tsb, maka tidaklah batal puasanya.
وَالّذِيْ يَفْطُرُ بِهِ اَلصَّائِمُ عَشَرَةُ اَشْيَآءَ
Sesuatu yang dapat membatalkan puasa itu ada 10 perkara :
Pertaman dan kedua:
اَحَدُ هَا وَثَانِهَا مَا وَصَلَ عَمْدًا إِلىَ الْجَوْفِ اَلْمُنْفَتِحِ أَوْغَيْرِالْمُنْفَتِحِ كَالْوُصُوْلِ مِنْ مَأْمُوْمَةٍ إِلىَ الْرَأْسِ وَالْمُرَادُ اِمْسَاكُ صَأئِمِ
عَنْ وُصُوْلِ عَيْنٍ اِلَى مَايُسَمَّى جَوْفًا
Yang pertama dan yang kedua dari yang sepuluh yaitu sesuatu yang dilakukan dg sengaja masuk ke jauf (rongga) baik yg terbuka asli (yang tembus ke bagian dalam tubuh seperti mulut, hidung, telinga dan lain-lain) maupun yang aslinya tidak terbuka seperti lubang baru karena suatu kecelakaan/operasi dan tembus ke dalam kepala. Maksudnya adalah orang yang berpuasa harus mencegah masuknya sesuatu (benda) ke dalam jauf (rongga).
Ketiga:
وَالثّالِثُ اَلْحُقْنَةُ فِيْ اَجَدِالسَّبِيْلَيْنِ وَهِيَ دَوَاءٌ يَحْقُنُ بِهِ الْمَرِيْضُ فِيْ قُبُلٍ
اَوْدُبُرٍ اَلْمُعَبَّرِعَنْهُمَا فِى الْمَتْنِ بِالسَّبِيْلَيْنِ
Dan pembatal yang ketiga yaitu memasukan obat pada salah satu dari 2 lubang kemaluan, yaitu memasukan obat melalui lubang kubul (lubang kencing) atau dubur (lubang anus) bagi org sakit ( semisal ambeien dll). kubul atau dubur inilah yg dimaksud dgn lafadz sabilaini السَّبِيْلَيْنِ pada kitab matan (taqrib).
Keempat:
وَالرَّابِعُ اَلْقَيْءُ عَمْدًا فَإِنْ لَمْ يَعْتَمِدْ لَمْ يَبْطُلْ صَوْمُهُ كَمَا سَبَقَ
muntah dg disengaja, maka seandainya tidak disengaja tidaklah batal puasanya seperti keterangan yg lalu.
Kelima:
وَالْخَامِسُ اَلْوَطْءُ عَمْدًا فِى الْفَرْجِ ، فَلاَ يَفْطُرُ اَلصَّائِمُ بِالْجِمَاعِ نَاسِيًا كَمَا سَبَقَ
wathi (bersetubuh) dg disengaja pada farji (miss v), maka tidaklah batal orang yang berpuasa sebab bersetubuh karena lupa seperti perkara yang sudah dituturkan sbelumnya.
Keenam:
وَالسَّادِسُ اَلْاِنْزَالُ ، وَهُوَ خُرُجُ الْمَنِيِّ عَنْ مُبَاشَرَةٍ بِلاَ جِمَاعٍ مُحَرَّمًا كَإِخْرَاجِهِ بِيَدِّهِ أَوْ غَيْرَ مُحَرَّمٍ كَإِخْرَاجِهِ بِيَدِّ زَوْجَتِهِ
أَوْجَارِيَتِهِ بِمُبَاشَرَةٍ عَنْ خُرُجِ الءمَنِيِّ بِاحْتِلَاَمٍ فَلَا إِفْـطَارَبِهِ جَزْمًا
inzal yaitu keluarnya sperma karena bersentuhan kulit tanpa jima’ ; baik yg hukumnya haram seperti melakukan onani sendiri , atau yg hukumnya tdk haram seperti onani dengan tangan istrinya atau gundiknya.
Maka jika keluarnya sperma bukan karena bersentuhan kulit (rangsangan) seperti disebabkan mimpi, maka tidaklah batal puasanya.
Ketujuh-sepuluh:
وَالسَّابِعُ إِلَى آخِرِ الْعَشَرَةِ : أَلْحَيْضُ، وَالنِّفَاسُ، وَالْجُنُوْنُ، وَالرِّدَّةُ.
Ketujuh: Haidh
Kedelapan: Nifas
Kesembilan: Gila
Kesepuluh: Murtad.
فَمَتَى طَرَءَ شَيْءٌ مِنْهَا فِيْ اَثْنَاءِالصَّوْمِ ابطله
Maka kapan saja terjadi salah satu dari 10 perkara tersebut di atas saat seseorang sedang ber puasa maka batal lah puasanya.
وَيُسْتَحَبُّ فِى الصَّوْمِ ثَلَاثَةُ أَشْيَآءَ
Dan disunnahkan saat berpuasa 3 perkara :
Pertama:
أَحَدُهَا تَعْجِلُ الْفِطْرِ إِنْ تَحَقَّقَ اَلصَّائِمُ غُـرُبَ الشَّمْسِ، فَإِنْ شَكَّ فَلاَ يُعَجِّلُ الْفِطْرَ وَيُسَنُّ اَنْ يُفْطِرَ عَلَى تَمَرٍ وَاِلَّا فَمَاءٍ
menyegerakan berbuka, jika jelas dan yakin terhadap terbenamnya matahari (maghrib/waktu berbuka). Jika masih ragu maka tidak boleh menyegerakan berbuka puasa. Disunnahkan juga berbuka puasa dengan kurma, jika tak ada kurma maka dengan air putih.
Kedua:
وَالثَّانِى تَأْخِيْرُالسَّحُوْرِ مَالَمْ يَقَعْ فِىْ شَكٍّ وَيَحْصُلُ السَّحُوْرُ بِقَلِيْلِ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ
mengakhirkan sahur selama tak ada keraguan (datangnya waktu subuh) dan telah dihukumi sah sahurnya meski dengan sedikit makan dan minum.
Ketiga:
وَالثَّالِثُ تَرْكُ الْهُجْرِ اَيْ الْفُخْشِ مِنَ الْكَلَاَمِ الْفَاخِشِ فَيَصُوْنُ اَلصَّائِمُ لِسَانُهُ عَنِ الْكَذِبِ وَالْغِيْبَةِ وَنَحْوِ ذَالِكَ كَالشَّتْمِ وَإِنْ شَتَمَهُ اَحَدٌ فَلْيَقُلْ مَرَّتَيْنِ اَوْ ثَلَاثًا إِنِّىْ صَائِمٌ إِمَّا بِلِسَانِهِ كَمَا قَالَ النَّوَوِيُّ فِيْ الْاَذْكَارِ اَوْ بِقَلْبِه كَمَا نَقَلَهُ اَلرَّفِعِيُّ عَنِ الْأَئِمَّةِ وَاقْتَصَرَ عَلَيْهِ
meninggalkan perkataan kotor. Maka hendaklah orang yang berpuasa menjaga lisannya dari perkataan bohong, ghibah dll. seperti mengumpat. Dan jika ada seseorang yang mengumpat pada orang yg berpuasa maka hendaklah ia berkata 2 kali atau 3 kali dengan ucapan “ innii shaa`imun” (sesungguhnya saya sedang berpuasa). Boleh dengan lisan saja seperti pendapat Al Imam nawawi rahimahullah pada kitab Al Azkar atau dengan hatinya sebagaimana pendapat Al Imam Rafi’i dari para Imam.
وَيَحْرُمُ صِيَامُ خَمْسَةِ اَيَّامٍ
Dan diharamkan akan berpuasa pada 5 segala hari
اَلْعِيْدَانِ اَيْ صَوْمُ يَوْمِ عِيْدِالْفِطْرِ وَعِيْدِالْأَضْحَى وَاَيَّامِ التَّشْرِيْقِ
وَهِيَ اَلثَّلَاثَةُ اَلَّتِيْ بَعْدَيَوْمِ النَحْرِ
hari pertama dan kedua:
Artinya yaitu pada hari raya ‘idul fithri dan hari raya ‘idul adh-ha dan
Ketiga:
pada hari Tasyrik yaitu 3 hari setelah idul adha hari raya dimana hari itu penyembelihan kurban.
وَيَكْرَهُ تَحْرِيْمًا صَوْمُ يَوْمِ الشَّكِّ بِلَاسَبَبٍ يَقْتَضِيْ صَوْمَهُ وَاَشَارَالْمُصَنِّفُ لِبَعْضِ صُوَرِ هَاذَاالسَّبَبِ بِقَوْلِهِ اِلَّا اَنْ يُوَافِقَ عَادَةٌلَهُ فِيْ تَطَوُّعِهِ كَمَنْ عَادَتُهُ صِيَامُ يَوْمٍ وَإِفْطَارُ يَوْمٍ فَوَافَقَ صَوْمُهُ يَوْمَ الشَّكِّ وَلَهُ صِيَامُ يَوْمِ الشَّكِّ اَيْضًا عَنْ قَضَاءٍ وَنَذَرٍ. وَيَوْمُ الشَّكِ هُوَ يَوْمُ الثَّلاَثِيْنَ مِنْ شَعْبَانَ اِذْ لَمْ يَرَ اَلْهِلاَلُ لَيْلَتَهَا مِنَ الصَّحْوِ اَوْتَحَدَّثَ النَّاسُ بِرُؤْيَتِهِ وَلَمْ يَعْلَمْ عَدْلٌ رَوَاهُ اَوْشَهِدَ بِرُؤْيَتِهِ صِبْيَانٌ اَوْعَبِيْدٌ اَوْفَسَقَهُ.
Dan diharamkan (makruh tahrim) berpuasa pada yaumus syak tanpa ada sebab, Yaitu:
- adanya kebiasaan orang tersebut melakukan puasa sunnah, seperti kebiasaan puasa daud jika bertepatan dengan yaumus syak, maka boleh bagi orang tersebut berpuasa pada hari itu,
- puasanya berupa qadha dan puasa nazar.
يَوْمِ الشَّكِّ
artinya : hari yang meragukan (sdh masuk ramadhan apa belum) maksudnya adalah hari ke 30 dibulan sya’ban
1. jika tidak terlihat Hilal pada malam harinya padahal cuacanya terang (tak ada awan) sedang ada kabar orang yang telah melihat hilal akan tetapi tidak diketahui orang tsb adil atau tidaknya.
2. atau hilal terlihat oleh anak kecil, hamba sahaya atau orang fasiq. (Orang2 yg tertolak persaksiannya).
Keterangan :
والفرق بين كراهة التحريم
Perbedaan Makruh Tahrim Dengan Haram
والفرق بين كراهة التحريم والحرام مع أن كلا يقتضي الإثم أن كراهة التحريم ما ثبتت بدليل يحتمل التأويل
والحرام ما ثبت بدليل قطعي لا يحتمل التأويل من كتاب أو سنة أو إجماع أو قياس
Perbedaan antara makruh tahrim dan Haram yang kedua-duanya berakibat dosa
Makruh Tahrim : Ketetapan hukum yang berdasarkan dalil yang masih memungkinkan dita’wil (ditafsiiri)
Haram : Ketetapan hukum yang berdasarkan dalil yang tidak dapat lagi dita’wili baik berdasarkan alQuran, Hadits, Ijma ataupun Qiyas.
. .
I’aanah at-Thalibiin I/121
وَالْكِفَارَةُ
Kafarah puasa
وَمَنْ وَطِئَ فِيْ نَهَارِرَمْضَانَ حَالَ كَوْنِهِ عَامِدًا فِيْ الْفَرِجِ وَهُوَ مُكَلَّفٌ بِالصَّوْمِ وَنَوَى مِنَ اللَّيْلِ وَهُوَ اَثِمٌ بِهَذَالْوَطْئِ لِاَجْلِ الصَّوْمِ، فعَلَيْهِ اَلْقَضَآءُ وَالْكِفَارَةُ
Barang siapa yang melakukan persetubuhan disiang hari bulan ramadhan dg disengaja pada farji sedangkan ia terkena taklif (hukum wajib) puasa serta telah berniat pada malam harinya dan ia berdosa disebabkan melakukan persetubuhan karena (melanggar) kemuliaan puasa, maka wajib baginya mengqadha puasa dan membayar kifarat.
وَهِيَ عِتْقُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ سَلِيْمَةٍ مِنَ الْعُيُوْبِ اَلمُضِرَّةِ بِالْعَمَلِ وَالْكَسْبِ فَإِنْ لَمْ يَجِدْهَا فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ صَوْمَهُمَا فَإِطْعَامُ سِتِّيْنَ مِسْكِيْنًا اَوْ فَقِيْرًا لِكُلِّ مِسْكِيْنٍ مُدٌّ اَيْ مِمَّا يُجْزِءُ فِيْ صَدَقَةِ الْفِطْر
Maksud kifarat disini yaitu
1. memerdekakan hamba sahaya (budak) mukmin. Dan menurut sebagian versi cetakan kitab : yang selamat dari ‘aib yang mengganggu amal dan pekerjaan.
2. Jika ia tidak menemukan budak tersebut, maka wajib baginya berpuasa 2 bulan berturut-turut,
3. jika tidak kuasa untuk berpuasa 2 bulan berturut-turut maka wajib memberi makan kepada 60 orang miskin atau orang faqir tiap-tiapnya 1 mud (675 gram) dari makanan pokok yg dikeluarkan pada zakat fitrah.
فَإِنْ عَجَزَ عَنِ الْجَمِيْعِ اِسْتَقَرَّتْ اَلْكِفَارَةُ فِيْ ذِمَّتِهِ فَإِذَا قَـدَرَ بَعْدَ ذَلِكَ عَلَى خَصْلَةٍ
مِنْ خِصَالِ الْكَفَارَةِ فَعَلَهَا
Jika ia tidak kuasa membayar semua tiga hal diatas itu maka kifarat menjadi tanggungan orang tersebut dan jika setelah itu, ia kuasa melakukan salah satu dari 3 kifarat diatas maka lakukanlah kifarat tersebut.
وَمَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ فَائِةٌ مِنْ رَمَضَانَ بِعُذْرٍ كَمَنْ اَفْطَرَ فِيْهِ لِمَرَضٍ وَلَمْ يَتَمَكَّنْ مِنْ قَضَآءِهِ
كَأَنِ اسْتَمَرَّ مَرَضُهُ حَتَّى مَاتَ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ فِيْ هَاذَ الْفَائِتِ
وَلاَ تُدَارَكَ لَهُ بِالْفِدْيَةِ
Orang mati yg punya tanggungan puasa ramadhan karena udzur seperti disebabkan sakit dan tak bisa mengqadha'inya seperti kondisi sakit yg terus menerus diderita hingga ia mati maka tak ada dosa baginya dan puasa yg tertinggal dari almarhum tidak perlu diganti dengan bayar Fidiyah.
وَإِنْ فَاتَ بِغَيْرِ عُذْرٍ وَمَاتَ قَبْلَ التَّمَكُّنِ مِنْ قَضَآءِهِ اَطْعَمَ عَلَيْهِ اَيْ اَخْرَجَ الْوَلِيُّ عَنِ الْمَيِّتِ مِنْ تِرْكَتِهِ
لِكُلِّ يَوْمٍ فَاتَ مُدُّ طَعَامٍ وَهُوَ رِطْلٌ وَثُلُثٌ بِالْبَغْدّادِيِّ وَهُوَ بِالْكَيْلِ
نِصْفُ قَدْحٍ مِصْرِيْ وَمَا ذَكَرَهُ الْمُصَنِّفُ هُوَ الْقَوْلُ الْجَدِيْدُ
Jika ia meninggalkan puasa tanpa ‘ozhor dan ia meninggal sebelum sempat mengqadha'i puasa yang ditinggalkan, maka sebagai gantinya; hendaklah wali (keluarga almarhum) memberi makanan dari sejumlah hari puasa yang telah ditinggalkan sebesar 1 mud makanan pokok/hari. 1 mud = 675 gram.
Perkara yang telah disebutkan oleh mushonnif (pengarang kitab) di atas adalah qoul jadid (imam syafi’i)
وَالْقَدِيْمُ لاَ يَتَعَيَّنُ اَلْإِطْعَامُ، بَلْ يَجُوْزُ لِلْوَ لِيِّ اَيْضًا اَنْ يَصُوْمَ عَنْهُ بَلْ يُسَنُّ لَهُ ذَالِكَ كَمَا
فَيْ شَرْحِ الْمُهَذَّبِ وَصَوَّبَ فِيْ الرَّوْضَةِ اَلْجَزْمَ بِالْقَدِيْمِ
Menurut pendapat qaul qadim; hukum di atas tidak tertentu kepada membayar makanan pokok saja akan tetapi ada alternatif lain yaitu wali boleh mengganti puasa almarhum dg cara berpuasa (mengqadha sejumlah puasanya), bahkan hal itulah yg disunnahkan sebagaimana keterangan kitab Syarah Al Muhadzdzab dan pendapat qaul qadim tsb dibenarkan oleh Imam Nawawi dalam kitab Ar-Raudhah.
KETERANGAN TAMBAHAN
Qaul qadim, Qaul artinya pendapat. qadim artinya lama. Sebaliknya qaul jadid yg berarti pendapat yg baru.
Qaul qadim adalah pendapat As Syafi’i yang pertama kali di fatwakan ketika beliau tinggal di Baghdad (Th. 195 H.) , setelah beliau diberi wewenang untuk berfatwa oleh gurunya, yaitu Syeh Muslim bin Khalid (seorang ulama besar yang menjadi mufti di mekah) dan Imam Malik (Pendiri mazhab Maliki dan yang pertama kali mempunyai inisiatif untuk mengumpulkan hadits dalam kitab sunah).
Imam syafi'i pindah ke mesir pada tahun 198 H dengan usia saat itu kurang lebih 48 tahun dan berada disana selama 5 tahun. Disinilah Imam Syafi'ie ra meninjau kembali fatwa-fatwa yang dikeluarkan beliau saat di baghdad. Ada yang diantaranya ditetapkan dan ada pula yang direvisi bahkan di mansukhnya.Karena itulah timbul istilah Qaul Qadim dan Qaul Jadid. Qaul Qadim adalah yang di fatwakan di baghdad dan Qaul Qadim dimesir.
Menurut Al Asnawi, qaul qadim merupakan madzhab diluar madzhab Syafi’i dikarenakan kedudukan qaul qadim sudah dihapus (mansukh) oleh qaul jadid, terbukti Imam Syafi’i melarang para muridnya untuk meriwayatkan qaul qadim dan tulisan-tulisan beliau yang terdapat kitab Al Hujjah yang tidak sesuai dengan qaul jadid dihapus dengan menggunakan air (ket. Hamisy Fatawi Al Kurdi).
Meskipun qaul qadim yang telah dicabut ini sebagai pendapat diluar madzhab, namun ada sebagian qaul yang boleh digunakan karena dianggap Rajjih Addilahnya (kuat dalil-dalilnya) menurut penelitian ulama. Diantaranya adalah masalah yg disebutkan pada materi ke 10 pembahasan kita mengenai kesunnahan puasa sebagai ganti puasa yg ditinggalkan oleh kerabat yang wafat.
وَالشَّيْخُ وَالْعَجُوْزُ وَالْمَرِيْضُ اَلَّذِيْ لَا يُرْجَى بَرْؤُهُ اِذَا عَجَزَ كُلٌّ مِنْهُمْ عَنِ الصَّوَمِ يُفْطِرُ وَيُطْعِمُ عَنْ كُلَّ يَوْمٍ مُدًّا
Adapun org tua (syeikh: usia 40 thn ke atas), org berusia lanjut, dan orang sakit yang tidak ada harapan sembuh (secara medis) jika mereka tidak kuat puasa maka :
1. Diperbolehkan tidak puasa ramadhan
2. Mengganti puasanya dg membayar 1 mud/hari
وَلَا يجوز تَعْجيِلُ الْمُدِّ قَبْلَ رَمَضَانٍ وَيَجُوْزُ بَعْدَ فَجْرِكُلِّ يَوْمٍ
Dan jangan membayar fidyah sebelum masuk bulan ramadhan, dan boleh Membayar fidyah setelah terbitnya fajar (subuh) setiap harinya. (Untuk mengganti puasa hari itu)
وَالْحَامِلُ وَالْمُرْضِعُ اِنْ خَفَتَا عَلَى اَنْفُسِهِمَا ضَرَرًا يَلْحَقُهُمَا بِالصَّوْمِ لِضَرَرِالْمَرِيْضِ اَفْطَرَتَا وَجَبَ عَلَيْهِمَا اَلْقَضَآءُ وَاِنْ خَافَتَا عَلَى اَوْلاَدِهِمَا اَيْ اِسْقَاطِ الْوَلَدِ فِيْ الْحَامِلِ وَقِلَّةِ اللَّبَنِ فِيْ الْمُرْضِعِ اَفْطَرَتَا وَجَبَ عَلَيْهِمَا قَضَآءُ لِلْإِفْطَارِ وَالْكَفَارَةُ اَيْضًا وَالْكَفَارَةُ
اَنْ يَخْرُجَ عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مُدٌّ وَهُوَ كَمَا سَبَقَ رِطْلٌ وَثُلُثٌ
بِالْعِرَقِيِّ وَيُعَبَّرُ عَنْهُ بِالْبَغْدّادِيِّ.
Sedangkan ibu hamil dan / menyusui boleh (bahkan wajib) tidak puasa ramadhan jika ia khawatir puasa membuatnya jatuh sakit dg konsekwensi menggantinya di lain hari.
Adapun jika ia khawatir puasa dapat membahayakan kondisi janin/anaknya seperti khawatir keguguran dan minimnya ASI, maka ia boleh berbuka serta wajib baginya Qadha' dan membayar kafarah tiap harinya 1 mud (675 gram).
ﻭﺳﻜﺖ اﻟﻤﺼﻨﻒ ﻋﻦ ﺻﻮﻡ اﻟﺘﻄﻮﻉ، ﻭﻫﻮ ﻣﺬﻛﻮﺭ ﻓﻲ اﻟﻤﻄﻮﻻﺕ، ﻭﻣﻨﻪ ﺻﻮﻡ ﻋﺮﻓﺔ ﻭﻋﺎﺷﻮﺭاء ﻭﺗﺎﺳﻮﻋﺎ
ﻭﺃﻳﺎﻡ اﻟﺒﻴﺾ ﻭﺳﺘﺔ ﻣﻦ ﺷﻮاﻝ
Pengarang tidak menyinggung masalah puasa sunnah karena masalah itu dibahas dalam kitab- kitab besar yang memiliki keterangan panjang lebar. Dan diantara puasa sunnah yaitu puasa hari arafah (9 dzul hijjah),
asyura (10 muharram), tasu'a (9 muharam), ayyamul bidl (13-15 tiap bulan) dan 6 hari pd bulan syawal.
Mari kita ucapkan alhmmdulillah jika semua permasalahan tentang puasa sudah jelas dan .jika masih remang remang maka bisa minta penjelasan kepada mufti atau guru guru gurei dimana sahaja berada karena tuntut ilmu mulai dari ayunan hingga ke liang lahat perlu kita kitahui bahwa tuntut ilmu itu fardhu 'Ain di mana sese orang tidak akan terlepas jika belum menuntut ilmu
Tambih:
Haram bagi istri berpuasa sunnah tanpa ijin suami jika suami sedang ada di rumah
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا اله إلا أنت
أستغفرك وإتوب إليك
Komentar