Rukun shalat

 

RUKUN-RUKUN SHALAT

Mari bersama belajar rukun shlat agar shalat teratur dan baikdisisni walid menejelaskan tentang rukun shalat versi dayahsebagaimana pengajian rutinitas di kelas III B IPAU.di Dayah Malikussaleh Yang di asuh Oleh Guru Besar Syech Ibnu Hajar (Ayah Hajat) 



(Fashal) menjelaskan rukun-rukun shalat. Sedang -kan pengertian shalat secara bahasa dan istilah syara’ sudah dijelaskan di depan. Rukun-rukun shalat ada delapan belas rukun

(فَصْلٌ) فِيْ أَرْكَانِ الصَّلَاةِ. وَتَقَدَّمَ مَعْنَى الصَّلَاةِ لُغَةً وَشَرْعًا(وَأَرْكَانُ الصَّلَاةِ ثَمَانِيَةَ عَشَرَ رُكْنًا)

Salah satunya adalah niat. Niat adalah menye -ngaja sesuatu berbarengan dengan melaksanakan -nya. Tempat niat adalah hati. Ketika shalat fardhu, maka wajib niat fardhu, menyengaja melaksanakannya dan menentukan -nya seumpama Subuh atau Dhuhur.dan lain lain

أَحَدُهَا (النِّيَّةُ) وَهِيَ قَصْدُ الشَّيْئِ مُقْتَرِنًا بِفِعْلِهِ وَمَحَلُّهَا الْقَلْبُ, فَإِنْ كَانَتِ الصَّلَاةُ فَرْضًا وَجَبَ نِيَّةُ الْفَرْضِيَّةِ وَقَصْدُ فِعْلِهَا وَتَعْيِيْنُهَا مِنْ صُبْحٍ أَوْ ظُهْرٍ مَثَلًا

Atau shalat sunnah yang memiliki waktu tertentu seperti shalat rawatib atau shalat yang memiliki sebab seperti shalat istisqa’, maka wajib menyengaja melaksanakannya dan menentukan -nya, tidak wajib niat sunnah.

أَوْ كَانَتِ الصَّلاَةُ نَفْلًا ذَاتَ وَقْتٍ كَرَاتِبَةٍ أَوْ ذَاتَ سَبَبٍ كَاسْتِسْقَاءٍ وَجَبَ قَصْدُ فِعْلِهَا وَتَعْيِيْنُهُ لَا نِيَّةُ النَّفْلِيَّةِ

Berdiri dalam Shalat

Rukun kedua adalah berdiri jika mampu melakukannya. Jika tidak mampu berdiri, maka wajib duduk dengan posisi yang ia kehendaki, namun duduk iftiras adalah yang lebih utama.

(وَ) الثَّانِي (الْقِيَامُ مَعَ الْقُدْرَةِ) عَلَيْهِ, فَإِنْ عَجَزَ عَنِ الْقِيَامِ قَعَدَ كَيْفَ شَاءَ وَقُعُوْدُهُ مُفْتَرِشًا أَفْضَلُ

Takbiratul Ihram

Rukun ketiga adalah takbiratul ihram. Bagi yang mampu, maka wajib mengucapkan takbiratul ihram, yaitu dengan mengucapkan “Allahu Akbar”.

(وَ) الثَّالِثُ (تَكْبِيْرَةُ الْإِحْرَامِ) فَيَتَعَيَّنُ عَلَى الْقَادِرِ النُّطْقُ بِهَا بِأَنْ يَقُوْلَ "اللهُ أَكْبَرُ"

Maka tidak sah jika dengan mengucapkan “Ar Rahmanu Akbar” dan sesamanya. Dan dalam tak biratul ihram, tidak sah mendahulukan  khabar sebelum mubtada’-nya seperti ucapan seseorang “Akbarullahu”.

فَلَا يَصِحُّ الرَّحْمَنُ أَكْبَرُ وَنَحْوُهُ وَلَا يَصِحُّ فِيْهَا تَقْدِيْمُ الْخَبَرِ عَلَى الْمُبْتَدَئِ كَقَوْلِهِ "أَكْبَرُ اللهُ"

Barang siapa tidak mampu mengucapkan takbiratul ihram dengan bahasa arab, maka wajib menterjemah nya dengan bahasa yang ia kehendaki, dan tidak boleh berpindah dari takbiratul ihram kepada bentuk dzikiran yang lain -semisal lafadz “alhamdulillah”- Dan wajib menyertai niat dengan takbiratul ihram.

وَمَنْ عَجَزَ عَنِ النُّطْقِ بِهَا بِالْعَرَبِيَّةِ تَرْجَمَ بِأَيِّ لُغَةٍ شَاءَ وَلَا يَعْدِلُ عَنْهَا إِلَى ذِكْرٍ آخَر

وَيَجِبُ قَرْنُ النِّيَّةِ بِالتَّكْبِيْرِ

Adapun imam an Nawawi, maka beliau memilih bahwa cukup dengan hanya berbarengan secara ‘urf, yaitu sekira secara ‘urf  ia sudah dianggap menghadir kan shalat di dalam hati saat takbiratul ihram-.

وَأَمَّا النَّوَوِيُّ فَاخْتَارَ الْاِكْتِفَاءَ بِالْمُقَارَنَةِ الْعُرْفِيَّةِ بِحَيْثُ يُعَدُّ عُرْفًا أَنَّهُ مُسْتَحْضِرٌ لِلصَّلَاةِ 

Membaca Al Fatihah

Rukun ke empat adalah membaca Al Fatihah, atau gantinya bagi orang yang tidak hafal Al Fatihah, baik shalat fardhu ataupun sunnah.

(وَ) الرَّابِعُ (قِرَاءَةُ الْفَاتِحَةِ) أَوْ بَدَلِهَا لِمَنْ لَايَحْفَظُهَا فَرْضًا كَانَتْ أَوْ نَفْلًا

Bismillahirrahmanirrahim adalah satu ayat penuh dari surat Al Fatihah.

(وَبِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ آيَةٌ مِنْهَا) كَامِلَةٌ

Barang siapa tidak membaca satu huruf atau satu tasydid dari surat al Fatihah, atau mengganti satu huruf dengan huruf yang lain, maka bacaannya tidak sah, begitu juga shalatnya jika memang sengaja melakukannya. Jika tidak sengaja, maka bagi dia wajib mengulangi bacaannya.

وَمَنْ أَسْقَطَ مِنَ الْفَاتِحَةِ حَرْفًا أَوْ تَشْدِيْدَةً أَوْ أَبْدَلَ حَرْفًا مِنْهَا بِحَرْفٍ لَمْ تَصِحَّ قِرَاءَتُهُ وَلَا صَلَاتُهُ إِنْ تَعَمَّدَ وَإِلَّا وَجَبَ عَلَيْهِ إِعَادَةُ الْقِرَاءَةِ

Wajib membaca surat Al Fatihah tertib. Yaitu dengan membaca ayat-ayatnya sesuai dengan urutan yang sudah diketahui.

وَيَجِبُ تَرْتِيْبُهَا بِأَنْ يَقْرَأَ أَيَاتِهَا عَلَى نَظْمِهَا الْمَعْرُوْفِ

Dan juga wajib membacanya secara muwallah (terus menerus), yaitu sebagian kalimat-kalimat Al Fatihah bersambung dengan sebagian yang lain tanpa ada pemisah kecuali hanya sekedar mengambil nafas.

وَيَجِبُ أَيْضًا مُوَالَاتُهَا بِأَنْ يَصِلَ بَعْضُ كَلِمَاتِهَا بِبَعْضٍ مِنْ غَيْرِ فَصْلٍ إِلَّا بِقَدْرِ التَّنَفُّسِ

Sehingga, ketika di antara muwallah terpisah / diselah-selahi zikiran yang lain, maka hal itu memutus bacaan muwallah surat Al Fatihah.

فَإِنْ تَخَلَّلَ الذِّكْرُ بَيْنَ مُوَالَاتِهَا قَطَعَهَا

Kecuali bacaan zikiran tersebut berhubungan dengan kemaslahatan shalat, seperti bacaan “amin”yang dilakukan makmum pada pertenga han al Fatihahnya karena bacaan  al Fatihah imam, maka sesungguhnya bacaan “amin” tersebut tidak sampai memutus  muwalath.

إِلَّا إِنْ تَعَلَّقَ الذِّكْرُ بِمَصْلَحَةِ الصَّلَاةِ كَتَأْمِيْنِ الْمَأْمُوْمِ فِيْ أَثْنَاءِ فَاتِحَتِهِ لِقِرَاءَةِ إِمَامِهِ فَإِنَّهُ لَايَقْطَعُ الْمُوَالَاةَ

Barang siapa tidak tahu atau kesulitan membaca surat Al Fatihah karena tidak ada pengajar semisal, dan ia bisa membaca surat yang lain dari Al Qur’an, maka bagi dia wajib membaca tujuh ayat secara runtut ataupun tidak sebagai ganti dari surat Al Fatihah.

وَمَنْ جَهُلَ الْفَاتِحَةَ أَوْ تَعَذَّرَتْ عَلَيْهِ لِعَدَمِ مُعَلِّمٍ مَثَلًا وَأَحْسَنَ غَيْرَهَا مِنَ الْقُرْآنِ وَجَبَ عَلَيْهِ سَبْعُ آيَاتٍ مُتَوَالِيَةً عِوَضًا عَنِ الْفَاتِحَةِ أَوْ مُتَفَرِّقَةً

Jika tidak mampu membaca Al Qur’an, maka wajib bagi dia untuk membaca dzikir sebagai ganti dari Al Fatihah, sekira huruf dzikiran tersebut tidak kurang dari jumlah huruf Al Fatihah. Jika tidak bisa membaca Al Qur’an dan dzikiran, maka wajib bagi dia untuk berdiri selama kadar ukuran membaca Al Fatihah.

فَإِنَ عَجَزَ عَنِ الْقُرْآنِ أَتَى بِذِكْرٍ بَدَلًا عَنْهَا بِحَيْثُ لَا يَنْقُصُ عَنْ حُرُوْفِهَا, فَإِنْ لَمْ يُحْسِنْ قُرْآنًا وَلَا ذِكْرًا وَقَفَ قَدْرَ الْفَاتِحَةِ

Dalam sebagian redaksi diungkapkan dengan bahasa “dan membaca Al Fatihah setelah bismillahirrahmanirrahim, dan basmalah adalah satu ayat dari Al Fatihah.

وَفِيْ بَعْضِ النُّسَخِ وَقِرَاءَةُ الْفَاتِحَةِ بَعْدَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ وَهِيَ آيَةٌ مِنْهَا .

Rukun ke lima adalah ruku’ Minimal fardhunya ruku’ bagi orang yang melakukan shalat dengan berdiri, mampu melakukan ruku’, berfisik normal, dan selamat / sehat kedua tangan dan kedua lututnya, adalah membungkuk tanpa membusungkan dada (peucot dada; aceh) dengan ukuran sekira kedua telapak tangan bisa menggapai kedua lutut seandainya ia hendak meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua lututnya.

(وَ) الْخَامِسُ (الرُّكُوْعُ) وَأَقَلُّ فَرْضِهِ لِقَائِمٍ قَادِرٍ عَلَى الرُّكُوْعِ مُعْتَدِلِ الْخِلْقَةِ سَلِيْمِ يَدَّيْهِ وَرُكْبَتَيْهِ أَنْ يَنْحَنِيَ بِغَيْرِ انْخِنَاسٍ قَدْرَ بُلُوْغِ رَاحَتَيْهِ رُكْبَتَيْهِ لَوْ أَرَادَ وَضْعَهُمَا عَلَيْهِمَا

Minimal fardhunya ruku’ bagi orang yang mampu berdiri melakukan ruku’, berfisik normal, dan selamat sehat kedua tangan dan kedua lututnya, bahwa membungkuk tanpa membusungkan dada (peucot dada; aceh) dengan ukuran sekira kedua telapak tangan bisa menggapai kedua lutut jikalau hendak meletak kan kedua telapak tangannya di atas kedua lututnya. Jika tidak mampu melakukan ruku’, maka wajib bagi dia membungkuk semampunya dan memberi isyarah dengan matanya.

 

وَأَقَلُّ فَرْضِهِ لِقَائِمٍ قَادِرٍ عَلَى الرُّكُوْعِ مُعْتَدِلِ الْخِلْقَةِ سَلِيْمِ يَدَّيْهِ وَرُكْبَتَيْهِ أَنْ يَنْحَنِيَ بِغَيْرِ انْخِنَاسٍ قَدْرَ بُلُوْغِ رَاحَتَيْهِ رُكْبَتَيْهِ لَوْ أَرَادَ وَضْعَهُمَا عَلَيْهِمَا, فَإِنْ لَمْ يَقْدِرْ عَلَى هَذَا الرُّكُوْعِ انْحَنَى مَقْدُوْرَهُ وَأَوْمَأَ بِطَرْفِهِ

Ruku’ yang paling sempurna adalah orang yang melakukan ruku’ meluruskan punggung dan lehernya sekira keduanya seperti satu papan yang lurus, menegakkan kedua betisnya, dan memegang kedua lutut dengan kedua tangannya.

وَأَكْمَلُ الرّكُوْعِ تَسْوِيَّةُ الرَّاكِعِ ظَهْرَهُ وَعُنُقَهُ بِحَيْثُ يَصِيْرَانِ كَصَفِحَةٍ وَاحِدَةٍ وَنَصْبُ سَاقَيْهِ وَأَخْذُ رُكْبَتَيْهِ بِيَدَّيْهِ

Rukun ke enam adalah thuma’ninah di dalam ruku’. Thuma’ninah adalah diam setelah bergerak

 

(وَ) السَّادِسُ (الطُّمَأْنِيْنَةُ) وَهِيَ سُكُوْنٌ  بَعْدَ حَرَكَةٍ (فِيْهِ) أَيِ الرُّكُوْعِ

Mushannif menjadikan thuma’ninah sebagai salah satuh rukun dan rukun-rukunnya shalat. Dan imam an Nawawi berjalan pada pendapat ini di dalam kitab at Tahqiq.

وَالْمُصَنِّفُ يَجْعَلُ الطُّمَأْنِيْنَةَ فِي الْأَرْكَانِ رُكْنًا مُسْتَقِلًّا وَمَشَى عَلَيْهِ النَّوَوِيُّ فِي التَّحْقِيْقِ

Sedangkan selain mushannif menjadikan thuma’ninah sebagai haiat yang menyertai shalat.

وَغَيْرُ الْمُصَنِّفِ يَجْعَلُهَا هَيْئَةً تَابِعَةً لِلْأَرْكَانِ.

I’tidal

Rukun ke tujuh adalah bangun dari ruku’ dan i’tidal berdiri tegap sesuai keadaan sebelum ruku’, yaitu berdiri bagi orang yang melakukan shalat dengan berdiri dan duduk bagi orang yang tidak mampu berdiri.

(وَ) السَّابِعُ (الرَّفْعُ) مِنَ الرُّكُوْعِ (وَالْإِعْتِدَالُ) قَائِمًا عَلَى الْهَيْئَةِ الَّتِيْ كَانَ عَلَيْهَا قَبْلَ رُكُوْعِهِ مِنْ قِيَامِ قَادِرٍ وَقُعُوْدِ عَاجِزٍ عَنِ الْقِيَامِ

Rukun ke delapan adalah thuma’ninah di dalam i’tidal.

(وَ) الثَّامِنُ (الطُّمَأْنِيْنَةُ فِيْهِ) أَيِ الْاِعْتِدَالِ

Sujud

Rukun ke sembilan adalah sujud dua kali di dalam setiap rakaat. Minimal sujud adalah sebagian kening orang yang shalat menyentuh tempat sujudnya, baik tanah atau yang lainnya.

Sujud yang paling sempurna membaca takbir tanpa mengangkat kedua tangan ketika turun ke posisi sujud, meletakkan kedua lutut, kemudi -an kedua tangan, lalu kening dan hidungnya

(وَ) التَّاسِعُ (السُّجُوْدُ) مَرَّتَيْنِ فِيْ كُلِّ رَكْعَةٍ, وَأَقَلُّهُ مُبَاشَرَةُ بَعْضِ جَبْهَةِ الْمُصَلِّيْ مَوْضِعَ سُجُوْدِهِ مِنَ الْأَرْضِ أَوْ غَيْرِهَا. وَأَكْمَلُهُ أَنْ يُكَبِّرَ لِهُوِيِّهِ لِلسُّجُوْدِ بِلَا رَفْعِ يَدَّيْهِ وَيَضَعُ رُكْبَتَيْهِ ثُمَّ يَدَّيْهِ ثُمَّ جَبْهَتَهُ وَأَنْفَهُ

Rukun ke sepuluh adalah thuma’ninah di dalam sujud, sekira beban kepalanya mengenai tempat sujudnya.

 

(وَ) الْعَاشِرُ (الطُّمَأْنِيْنَةُ فِيْهِ) أَيِ السُّجُوْدِ بِحَيْثُ يَنَالُ مَوْضِعَ سُجُوْدهِ ثِقَلُ رَأْسِهِ,

Dan tidak memadai menyentuh kepalanya ke tempat sujud bahkan harus menekannya, seandai nya ada kapas di bawah kepalanya, niscaya nampak bekasanya, dan bebannya terasa diatas tangan seandainya diletakkan di bawahnya

وَلَا يَكْفِيْ إِمْسَاسُ رَأْسِهِ مَوْضِعَ سُجُوْدِه بَلْ يَتَحَامَلُ بِحَيْثُ لَوْ كَانَ تَحْتَهُ قُطْنٌ مَثَلًا لَانْكَبَسَ وَظَهَرَ أَثَرُهُ عَلَى يَدٍّ لَوْ فُرِضَتْ تَحْتَهُ. 

Duduk di Antara Dua Sujud

Rukun ke sebelas adalah duduk di antara dua sujud di setiap rakaat, baik shalat dengan berdiri, duduk atau tidur miring.

 

(وَ) الْحَادِيَ عَشَرَ (الْجُلُوْسُ بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ) فِيْ كُلِّ رَكْعَةٍ سَوَاءٌ صَلَّى قَائِمًا أَوْ قَاعِدًا أَوْ مُضْطَجِعًا

Minimalnya adalah diam setelah bergeraknya anggota-anggota badannya. Dan yang paling sempurna adalah menambahi ukuran tersebut dengan do’a yang datang dari Rasulullah Saw saat melakukannya.

 

وَأَقَلُّهُ سُكُوْنٌ بَعْدَ حَرَكَةِ أَعْضَائِهِ وَأَكْمَلُهُ الزِّيَادَةُ عَلَى ذَلِكَ بِالدُّعَاءِ الْوَارِدِ فِيْهِ

Maka jikalau seandainya ia tidak duduk di antara dua sujud, bahkan posisinya hanya lebih dekat pada posisi duduk, maka duduk yang ia lakukan tidak sah.

فَلَوْ لَمْ يَجْلِسْ بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ بَلْ صَارَ إِلَى الْجُلُوْسِ أَقْرَبَ لَمْ يَصِحَّ

Rukun ke dua belas adalah thuma’ninah di dalam duduk di antara dua sujud.

(وَ) الثَّانِيَ عَشَرَ (الطُّمَأْنِيْنَةُ فِيْهِ) أَيِ الْجُلُوْسِ بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ

Rukun ke tiga belas adalah duduk yang terakhir, maksudnya duduk yang diiringi oleh salam.

(وَ) الثَّالِثَ عَشَرَ (الْجُلُوْسُ الْأَخِيْرُ) أَيِ الَّذِيْ يَعْقِبُهُ السَّلَامُ

Rukun ke empat belas adalah tasyahud di dalam duduk yang terakhir.

(وَ) الرَّابِعَ عَشَرَ (التَّشّهُّدُ فِيْهِ) أَيْ فِي الْجُلُوْسِ الْأَخِيْرِ .

Minimal tasyahud adalah

"التَّحِيَّاتُ لِلهِ سَلَامٌ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ سَلَامٌ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ"

“Segala hormat milik Allah, semoga keselamatan, rahmat Allah dan keberkahan-Nya atas Engkau wahai Nabi. Semoga keselamatan atas kami dan hamba-hamba Allah yang sholih. Saya bersaksi tidak ada tuhan selain Allah, dan saya bersaksi sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah”

وَأَقَلُّ التَّشَهُّدِ "التَّحِيَّاتُ لِلهِ سَلَامٌ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ سَلَامٌ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ"

Tasyahud yang paling sempurna adalah

"التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلهِ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ".

“kehormatan yang diberkahi dan rahmat yang baik hanya milik Allah. Keselamatan, rahmat Allah dan keberkahan-Nya semoga atas Engkau wahai Nabi. Keselamatan semoga atas kami dan hamba-hamba Allah yang shalih. Saya bersaksi tidak ada tuhan selain Allah. Dan saya bersaksi nabi Muhammad adalah utusan Allah.”

وَأَكْمَلُ التَّشَهُّدِالتَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلهِ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ".

Bacaan Shalawat

Rukun ke lima belas adalah membaca shalawat atas Nabi Saw di dalamnya, maksudnya di dalam duduk yang terakhir setelah selesai membaca tasyahud.

 

(وَ) الْخَامِسَ عَشَرَ (الصَّلَاةُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْهِ) أَيْ فِي الْجُلُوْسِ الْأَخِيْرِ بَعْدَ الْفَرَاغِ مِنَ التَّشَهُّدِ

Minimal bacaan shalawat untuk baginda Nabi Saw adalah

" اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ"

“ya Allah, berikanlah rahmat kepada Nabi Muhammad”

وَأَقَلُّ الصَّلَاةِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ"

Perkataan mushannif di atas memberitahukan bahwa membaca shalawat untuk keluarga Nabi Saw hukumnya tidak wajib, dan memang demikian  bahkan hukumnya adalah sunnah.

وَأَشْعَرَ كَلَامُ الْمُصَنِّفِ أَنَّ الصَّلَاةَ عَلَى الْآلِ لَا تَجِبُ وَهُوَ كَذَلِكَ بَلْ هِيَ سُنَّةٌ

Salam, Niat Keluar Shalat dan Tertib

Rukun ke enam belas adalah membaca salam yang pertama. Dan wajib mengucapkan salam dalam posisi duduk.

(وَ) السَّادِسَ عَشَرَ (التَّسْلِيْمَةُ الْأُوْلَى) وَيَجِبُ إِيْقَاعُ السَّلَامِ حَالَ الْقُعُوْدِ

Minimal ucapan salam "السَّلَامُ عَلَيْكُمْ" satu kali. Dan ucapan salam yang paling sempurna adalah "السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ" dua kali pertama ke kanan dan kedua ke kiri.

وَأَقَلُّهُ "السَّلَامُ عَلَيْكُمْ" مَرَّةً وَاحِدَةً وَأَكْمَلُهُ "السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ" مَرَّتَيْنِ يَمِيْنًا وَشِمَالًا

Rukun ke tujuh belas adalah niat keluar dari shalat. Dan ini adalah pendapat yang marjuh (lemah). Ada yang mengatakan bahwa niat keluar dari sholat hukumnya tidak wajib, dan inilah pendapat al ashah.

(وَ) السَّابِعَ عَشَرَ (نِيَّةُ الْخُرُوْجِ مِنَ الصَّلَاةِ) وَهَذَا وَجْهٌ مَرْجُوْحٌ

وَقْيِلَ لَا يَجِبُ ذَلِكَ أَيْ نِيَّةُ الْخُرُوْجِ وَهَذَا الْوَجْهُ هُوَ الْأَصَحُّ

Rukun ke delapan belas adalah melakukan rukun-rukun shalat secara tertib, hingga di antara tasyahud yang terakhir dan bacaan shalat untuk baginda Nabi Saw di dalam tasyahud akhir. Ungkapan mushannif “sesuai dengan apa yang aku jelaskan” mengecualikan kewajiban mem -barengkan niat dengan takbiratul ihram, dan membarengkan duduk terakhir dengan tasyahud dan bacaan shalawat untuk baginda Nabi Saw.

(وَ) الثَّامِنَ عَشَرَ (تَرْتِيْبُ الْأَرْكَانِ) حَتَّى بَيْنَ التَّشَهُّدِ الْأَخِيْرِ وَالصَّلَاةِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْهِ, وَقَوْلُهُ (عَلَى مَا ذَكَرْنَاهُ) يُسْتَثْنَى مِنْهُ وُجُوْبُ مُقَارَنَةِ النِّيَّةِ لِتَكْبِيْرَةِ الْإِحْرَامِ وَمُقَارَنَةِ الْجُلُوْسِ الْأَخِيْرِ لِلتَّشَهُّدِ وَالصَّلَاةِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

  Sunah sebelum  shalat ;Adzan dan Iqamah 

Kesunahan-kesunahan sebelum pelaksanaan shalat ada dua perkara. Yang pertama, adzan. Secara bahasa adzan berarti memberitahu. Dan secara syara’ adalah zikiran tertentu guna memberitahu.

masuknya waktu shalat yang fardhukan.Dan

(وَ) الصَّلَاةُ (سُنَنُهَا قَبْلَ الدُّخُوْلِ فِيْهَاشَيْئآنِ,الْأَذَانُ) وَهُولُغَةً الْإِعْلَامُ وَشَرْعًا ذِكْرٌ مَخْصُوْصٌ لِلْإِعْلَامِ بِدُخُوْلِ وَقْتِ صَلَاةٍ مَفْرُوْضَةٍ

Lafadz-lafadz adzan dibaca dua kali kecuali lafadz takbir di permulannya maka dibaca empat kali, dan kecuali lafadz tauhid di akhir azan, maka dibaca satu kali. Dan yang kedua adalah iqamah. Iqamah adalah bentuk masdar dari fi’il madhi aqama. Kemudian dijadikan nama sebuah dzikiran tertentu. Karena sesungguhnya dzikiran tersebut digunakan untuk mendirikan shalat.

وَأَلْفَاظُهُ مَثْنَى إِلَّا التَّكْبِيْرَ أَوَّلَهُ فَأَرْبَعٌ وَإِلَّا التَّوْحِيْدَ آخِرَهُ فَوَاحِدٌ,

 

 (وَالْإَقَامَةُ) وَهُوَ مَصْدَرُ أَقَامَ ثُمَّ سُمِّيَ بِهِ الذِّكْرُ الْمَخْصُوْصُ لِأَنَّهُ يُقِيْمُ إِلَى الصَّلَاةِ

Dan hanya sanya di syari’atkan adzan dan iqamah untuk shalat di wajibkan. Adapaun shalat yang lain, maka di kumandangkan dengan bahasa “asshalatu jami’ah”. ( الصَّلَاةُ جَامِعَةً)

وَإِنَّمَا يُشْرَعُ كُلٌّ مِنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ لِلْمَكْتُوْبَةِ وَأَمَّا غَيْرُهَا فَيُنَادَى لَهَا الصَّلَاةُ جَامِعَةً

Kesunahan-kesunahan di dalam shalat ada dua perkara, yaitu tasyahud awal dan qunut di dalam shalat Shubuh, yaitu saat i’tidal rakaat kedua dari shalat Subuh.

 

(وَ) سُنَنُهَا (بَعْدَ الدُّخُوْلِ فِيْهَا شَيْئآنِ التَّشَهُّدُ الْأَوَّلُ وَالْقُنُوْتُ فِي الصُّبْحِ) أَيْ فِي اعْتِدَالِ الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ مِنْهُ

Secara bahasa qunut bermakna do’a. Dan secara syara’ adalah dzikiran tertentu, yaitu

اللهم اهْدِنِي فَيْمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِيْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ إِلَخْ.

وَهُوَ لُغَةً الدُّعَاءُ وَشَرْعًا ذِكْرٌ مَخْصُوْصٌ وَهُوَ اللهم اهْدِنِيْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِيْ فِيْمَنْ عَافَيْتَ إِلَخْ

Dan qunut di akhir shalat witir pada separuh bulan kedua dari bulan Ramadhan. Qunut di dalam shalat witir ini sama seperti qunutnya shalat Subuh yang sebelumnya di dalam tempat dan lafadznya.

(وَ) الْقُنُوْتُ (فِيْ) آخِرِ (الْوِتْرِ فِيْ النِّصْفِ الثَّانِيْ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ)

وَهُوَ كَقُنُوْتِ الصُّبْحِ الْمُتَقَدِّمِ فِيْ مَحَلِّهِ وَلَفْظِهِ

Qunut tidak harus menggunakan kalimat-kalimat qunut yang telah dijelaskan di atas. Sehingga, seandainya seseorang melakukan qunut dengan membaca ayat Al Qur’an yang mengandung doa dan ditujukan untuk qunut, maka kesunahan qunut sudah hasil.

وَلَا تَتَعَيَّنُ كَلِمَاتُ الْقُنُوْتِ السَّابِقَةُ فَلَوْ قَنَتَ بِأَيَةٍ تَتَضَمَّنُ دُعَاءً وَقَصَدَ الْقُنُوْتَ حَصَلَتْ سُنَّةُ الْقُنُوْتِ. 

Sunnah Haiah

Sunnah hai’ah-nya shalat ada lima belas perkara. Yang dikehendaki dengan haiat ialah bukan rukun dan bukan sunnah ab’adh yang diganti dengan sujud sahwi -ketika ditinggalkan-. Yaitu mengangkat kedua tangan saat takbiratul ihram hingga sejajar dengan kedua pundak.

(وَهَيْئآتُهَا) أَيِ,الصَّلَاةِوَأَرَادَبِهَيْئآتِهَا مَالَيْسَ,رُكْنًا فِيْهَا وَلَا بَعْضًا يُجْبَرُ بِسُجُوْدِالسَّهْو (خَمْسَةَعَشَرَخَصْلَةً رَفْعُ الْيَدَّيْنِ عِنْدَ تَكْبِيْرَةِ الْإِحْرَامِ) إِلَى حَذْوِ مَنْكِبَيْهِ

Dan mengangkat kedua tangan ketika hendak berdiri dan bangun dari ruku’. Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri. Dan keduanya berada di bawah dada dan di atas pusar.

Do’a tawajjuh, maksudnya ucapan orang yang shalat setelah takbiratul ihram yang berbunyi,

"وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ الَخ"

(وَ) رَفْعُ الْيَدَّيْنِ (عِنْدَ الرُّكُوْعِ) وَعِنْدَ (الرَّفْعِ مِنْهُ وَوَضْعُ الْيَمْيِنِ عَلَى الشِّمَالِ) وَيَكُوْنَانِ تَحْتَ صَدْرِهِ وَفَوْقَ سُرَّتِهِ. (وَالتَّوَجُّهُ) أَيْ قَوْلُ الْمُصَلِّيْ عَقِبَ التَّحْرِيْمِ "وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ الَخ".

Yang dikehendaki adalah setelah takbiratul ihram, orang yang shalat membaca doa iftitah, baik ayat di atas ini atau yang lainnya dari bentuk-bentuk doa (yang warid) istiftah yang datang dari Rasulullah Saw. Membaca isti’adzah (ta’awudz)  setelah membaca doa tawajjuh.

وَالْمُرَادُ أَنْ يَقُوْلَ الْمُصَلِّيْ بَعْدَ التَّحَرُّمِ دُعَاءَ الْاِفْتِتَاحِ هَذِهِ الْآيَةَ أَوْ غَيْرَهَا مِمَّا وَرَدَ فِيْ الْاِسْتِفْتَاحِ

(وَالْاِسْتِعَاذَةُ) بَعْدَ التَّوَجُّهِ

Kesunnah isti’adzah sudah bisa hasil dengan setiap lafadz yang mengandung  ta’awudz (memohon perlindungan Allah). Dan do’a  ta’awudz  yang paling utama adalah,

"أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ"

“aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk.”

وَتَحْصُلُ بِكُلِّ لَفْظٍ يَشْتَمِلُ عَلَى التَّعَوُّذِ, وَالْأَفْضَلُ "أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ"

Menyaringkan suara di tempatnya jihar, yaitu di dalam shalat Subuh, dua rakaat pertama shalat Maghrib dan Isya’, shalat Jum’at dan dua shalat hari raya. Memelankan suara di tempatnya sir, yaitu di selain tempat-tempat yang telah disebutkan di atas.

(وَالْجَهْرُ فِيْ مَوْضِعِهِ) وَهُوَ الصُّبْحُ وَأُوْلَتَا الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَالْجُمُعَةُ وَالْعِيْدَانِ (وَالْإِسْرَارُ فِيْ مَوْضِعِهِ) وَهُوَ مَا عَدَا الَّذِيْ ذُكِرَ

Diaminkan(Ta’min ) yaitu ucapan “amin” setelah selesai membaca surat Al Fatihah untuk karena membacanya  Al Fatihah di dalam shalat dan selainya shalat, akan tetapi di dalam shalat lebih dianjurkan. Seorang makmum sunnah membaca “amin” berbarengan dengan bacaan “amin” imamnya dengan menyaringkan suara. Membaca surat setelah membaca surat Al Fatihah bagi seorang imam atau orang yang shalat sendiri di dalam dua rakaatnya shalat Subuh dan dua rakaat pertamanya shalat yang lain. Membaca surat itu dilakukan setelah membaca surat Al Fatihah. Sehingga, seandainya seseorang mendahulukan membaca surat sebelum membaca Al Fatihah, maka bacaan suratnya tidak dianggap.

(وَالتَّأْمِيْنُ) أَيْ قَوْلُ آمِيْنَ عَقِبَ الْفَاتِحَةِ لِقَارِئِهَا فِيْ صَلَاةٍ وَغَيْرِهَا لَكِنْ فِي الصَّلَاةِ آكَدُ وَيُؤَمِّنُ الْمَأْمُوْمُ مَعَ تَأْمِيْنِ إِمَامِهِ وَيَجْهَرُ بِهِ

(وَقِرَاءَةُ السُّوْرَةِ بَعْدَ الْفَاتِحَةِ) لِإِمَامٍ وَمُنْفَرِدٍ فِيْ رَكْعَتَيِ الصُّبْحِ وَأُوْلَتَيْ غَيْرِهَا وَتَكُوْنُ قِرَاءَةُ السُّوْرَةِ بَعْدَ الْفَاتِحَةِ فَلَوْ قَدَّمَ السُّوْرَةَ عَلَيْهَا لَمْ تُحْسَبْ

Bacaan takbir saat turun ke posisi ruku’. Dan saat mengangkat, maksudnya mengangkat punggung dari posisi ruku’.

(وَالتَّكْبِيْرَاتُ,عِنْدَالْخَفْضِ) لِلرَّكُوْعِ

 (وَالرَّفْعِ) أَيْ رَفْعِ الصُّلْبِ مِنَ الرَّكُوْعِ

Bacaan سَمِعَ اللهُ لِمَن حَمِدَهُ ketika mengangkat kepala dari ruku’. Dan jikalau seorang yang shalat mengucapkanمَنْ حَمَدَ اللهَ سَمِعَ لَهُ"“barang siapa memuji Allah, maka semoga Allah mendengar pujiannya”, maka memadai.

Makna سَمِعَ اللهُ لِمَن حَمِدَهُ adalah semoga Allah menerima pujian darinya dan memberi balasan atas pujiannya.

(وَقَوْلُ سَمِعَ اللهُ لِمَن حَمِدَهُ) حَيْنَ يَرْفَعُ رَأْسَهُ مِنَ الرَّكُوْعِ وَلَوْ قَالَ "مَنْ حَمِدَ اللهَ سَمِعَ لَهُ" كَفَى وَمَعْنَى سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَ "تَقَبَّلَ اللهُ مِنْهُ حَمْدَهُ وَجَازَاهُ عَلَيْهِ"

Ucapan mushalli (orang yang shalat) رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ “ ketika sudah berdiri tegap. Membaca tasbih di dalam ruku’. Minimal sempurna di dalam bacaan tasbih ini adalah;

 "سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ" tiga kali. Membaca tasbih di dalam sujud. Minimal sempurna di dalam bacaan tasbih ini adalah "سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى "  tiga kali

وَقَوْلُ الْمُصَلِّيْ (رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ) إِذَا انْتَصَبَ قَائِمًا (وَالتَّسْبِيْحُ فِيْ الرَّكُوْعِ) وَأَدَنَى الْكَمَالِ فِيْ هَذَا التَّسْبِيْحِ "سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ" ثَلَاثًا (وَ) التَّسْبِيْحُ فِيْ (السُّجُوْدِ) وَأَدْنَى الْكَمَالِ فِيْهِ "سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى" ثَلَاثًا

Untuk dzikiran yang paling sempurna di dalam bacaan tasbih saat ruku’ dan sujud yang sudah mashur. Meletakkan kedua tangan di atas kedua paha saat duduk tasyahud awal dan akhir.

Dengan membuka tangan kiri sekira ujung jemarinya sejajar dengan lutut. Dan menggenggam tangan kanan, maksudnya jemarinya, kecuali jari telunjuk tangan kanan


وَالْأَكْمَلُ فِيْ تَسْبِيْحِ الرَّكُوْعِ وَالسُّجُوْدِ مَشْهُوْرٌ (وَوَضْعُ الْيَدَّيْنِ عَلَى الْفَخْذَيْنِ فِيْ الْجُلُوْسِ) لِلتَّشَهُّدِ الْأَوَّلِ وَالْأَخِيْرِ (يَبْسُطُ) الْيَدَّ (الْيُسْرَى) بِحَيْثُ تُسَامِتُ رُؤُسُ أَصَابِعِهَا الرُّكْبَةَ (وَيَقْبِضُ) الْيَدَّ (الْيُمْنَى) أَيْ أَصَابِعَهَا (إِلَّا الْمُسَبِّحَةَ) مِنَ الْيُمْنَى

Maka ia tidak menggenggamnya, karena sesung- guhnya ia akan menggunakannya untuk isyarah, mengangkatnya saat mengucapkan tasyahud, yaitu ketika mengucapkan kalimat "إِلَّا اللهُ". Dan tidak boleh menggerak-gerakan jari telunjuknya. Jika ia menggerak-gerakannya, maka hukumnya makruh dan shalatnya tidak sampai batal menurut pendapat al ashah.

فَلَا يَقْبِضُهَا (فَإِنَّهُ يُشِيْرُ بِهَا) رَافِعًا لَهَا حَالَ كَوْنِهِ (مُتَشَهِّدًا) وَذَلِكَ عِنْدَ قَوْلِ "إِلَّا اللهُ" وَلَا يُحَرِّكُهَا فَإِنْ حَرَّكَهَا كُرِهَ وَلَا تَبْطُلُ صَلَاتُهُ فِي الْأَصَحِّ.

Dan sunnah melakukan duduk iftirasy  pada semua posisi duduk yang realita dilakukan di dalam shalat, seperti duduk istirahat, duduk di antara dua sujud dan duduk tasyahud awal.

Iftirasy  adalah seseorang menduduki tumit/mata kaki kirinya, memposisikan punggung kaki kirinya pada lantai, menegakkan telapak kaki kanan, dan memposisikan jemari kaki kanannya menempel pada lantai dan menghadap ke kiblat.

(وَالْاِفْتَرَاشُ فِيْ جَمِيْعِ الْجَلَسَاتِ) الْوَاقِعَةِ فِي الصَّلَاةِ كَجُلُوْسِ الْاِسْتِرَاحَةِوَالْجُلُوْسِ,بَيْنَ,السَّجْدَتَيْنِ وَجُلُوْسِ التَّشَهُّدِ الْأَوَّلِ وَالْاِفْتِرَاشُ أَنْ يَجْلِسَ الشَّخْصُ عَلَى كَعْبِ الْيُسْرَى جَاعِلًا ظَاهِرَهَا لِلْأَرْضِ وَيَنْصِبَ قَدَمَهُ الْيُمْنَى وَيَضَعُ بِالْأَرْضِ أَطْرَافَ أَصَابِعِهَا لِجِهَةِ الْقِبْلَةِ

Dan sunnah duduk tawarruk saat duduk terakhir dari duduk-duduk di dalam shalat, yaitu duduk tasyahud akhir.

Tawarruk sama dengan posisi duduk iftirasy, hanya saja di samping menetapi posisi iftirasy, mushali mengeluarkan kaki kirinya melalui arah bawah kaki kanannya dan menempelkan pantatnya ke lantai.

(وَالتَّوَرُّكُ فِي الْجَلسَةِ الْأَخِيْرَةِ) مِنْ جَلَسَاتِ الصَّلَاةِ وَهِيْ جُلُوْسُ التَّشَهُّدِ الْأَخِيْرِ. وَالتَّوَرُّكُ مِثْلُ الْاِفْتِرَاشِ إِلَّا أَنَّ الْمُصَلِّيَ يُخْرِجُ يَسَارَهُ عَلَى هَيْئَتِهَا فِي الْاِفْتِرَاشِ مِنْ جِهَةِ يَمِيْنِهِ وَيُلْصِقُ وَرَكَهُ بِالْأَرْضِ

Adapun makmum masbu’ dan orang yang lupa, maka dia disunnahkan melakukan duduk iftirasy keduanya, tidak duduk tawarruk. Dan sunnah mengucapkan salam kedua. Adapun salam yang pertama, maka sudah dijelaskan bahwa sesung guhnya termasuk dari rukunnya shalat. Dan sunnah mengucapkan salam kedua. Adapun salam yang pertama, maka sudah dijelaskan bahwa sesungguhnya termasuk dari rukun-rukunnya shalat.

Referensi: Kitab Albajuri

أَمَّا الْمَسْبُوْقُ وَالسَّاهِيْ فَيَفْتَرِشَانِ وَلَا يَتَوَرَّكَانِ (وَالتَّسْلِيْمَةُ الثَّانِيَةُ) أَمَّا الْأَوْلَى فَسَبَقَ أَنَّهَا مِنْ أَرْكَانِ الصَّلَاةِ. (وَالتَّسْلِيْمَةُ الثَّانِيَةُ) أَمَّا الْأَوْلَى فَسَبَقَ أَنَّهَا مِنْ أَرْكَانِ الصَّلَاةِ.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah mengenai Hari Raya Idul Fitri

MAKALAH TENTANG SISTIM EKONOMI ISLAM

POTRET IMAGENASI DIKISAHKAN OLEH APAYUS ALUE GAMPOENG TENTANG Kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah