BERPUASA MENURUT EMPAT MAZHAB

 

BERPUASA MENURUT EMPAT MAZHAB 

Ditulis 0leh Walid Blang Jruen

Alumni Dayah Malikussaleh Panton Labu

Saat ini sedang menempuh pendidikan Pascasarjana IAIN

Lhokseumawe 

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ

وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

 

A.Pengertian Puasa

Puasa dalam bahasa arab disebut as-shaum yang berarti menahan (imsak). Termasuk dalam pengertian ini menahan berbicara dengan orang lain juga di sebut puasa, dalam hadist nabi tentang berpuasa dijelaskan yang berbunyi:

بني الإسلام على خمس شهادة أن لا إله إلا الله وأن ‏ ‏محمدا عبده ورسوله ‏ ‏وإقام الصلاة وإيتاء الزكاة وحج ‏ ‏البيت ‏ ‏وصوم رمضان

Artinya:Fondasi Islam di atas lima perkara: bersaksi tiada Tuhan melainkan Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah , mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke baitullah dan puasa pada bulan Ramadhan” (Muttafaq alaih dari Ibn Umar alKhattab ra) .

Dalil wajib puasa dalam Alqur’an  ayat disebutkan yang berbunyi:

1.Ayat Tentang Puasa QS. Al-Baqarah Ayat 183

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah, Ayat 183).

2.Alquran surat Al-Baqarah, ayat tentang puasa yang selanjutnya ini terdapat di dalam ayat 184.

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ ۚ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya: 

“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberikan makan bagi seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengethaui.” (QS. Al-Baqarah, Ayat 184).

3.Ayat Alquran yang menyatakan tentang puasa juga tersitar dalam QS Al-Baqarah Ayat 185.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Artinya: 

"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah, Ayat 185).

4.Ayat yg menyatakan tentang puasa juga tersebut dalam QS Al-Baqarah Ayat 185.

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

Artinya:

 "Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (QS. Al-Baqara, Ayat 187).

Makna Puasa Sesuatu Yang Diam tenang tidak bergerak disebut shaim, demikian juga angin yang tenang disebut al-shaum. Dari sini dipahami bahwa dalam puasa terkandung arti ketenangan.

1.Sedangkan arti puasa menurut istilah syariat ialah menahan diri pada siang hari dari hal–hal yang membatalkan puasa disertai niat oleh pelakunya, sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Arti puasa adalah menahan diri dari syahwat perut dan juga syahwat kemaluan, sertaAbenda konkrit yang  memasuki rongga dalam tubuh (seperti obat dan sejenisnya), dari fajar kedua yaitu fajar shadiq sampai terbenamnya matahari, yang dilakukan oleh orang tertentu dengan memenuhi syarat- syaratnya

2. Selain itu pengertian puasa secara syara’ yang lain ialah menjaga hal-hal yang berbau duniawi agar tidak masuk pada lubang tubuh dari fajar hingga matahari terbenan dan dengan niat serta pada hari diperbolehkan untuk berpuasa

3.Sedangkan puasa menurut kamus bahasa Indonesia ialah menahan makan dan minum dengan sengaja dari fajar shadiq sampai maghrib

B.Hukum Puasa

Para ulama empat mazhab sepakat bahwa puasa Ramadhan adalah fardhu atas segenap muslim, dan puasa termasuk dalam rukun Islam yang keempat5. Puasa Ramadhan hukumnya wajib berdasarkan kitab, sunah, dan juga ijma’. Adapun dalil dari kitab Allah terdapat dalam surat  al- Baqarah ayat 183, yang berbunyi:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagai mana diwajibkan atas orang-orang seb elum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah, Ayat 183).

Adapun dalil berdasarkan sunah atau Hadis nabi riwayat dari Ibnu Umar beliau berkata:

تَرَاءَى النَّاسُ الْهِلاَلَ فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ أَنِّى رَأَيْتُهُ فَصَامَهُ وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ

Artinya:

“Orang-orang berusaha untuk melihat hilal, kemudian aku beritahukan kepada Rasulullah bahwa aku telah melihatnya. Kemudian beliau berpuasa dan memerintahkan orang-orang agar berpuasa.” (Shahih hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud) .

Umat Islam telah sepakat melalui ijma’ulama atau sekata atas wajibnya puasa Ramadhan, dan bahwa ia adalah termasuk salah satu rukun Islam. Hal ini dapat diketahui  dari  ajaran  secara  naluri dengan tak usah dipikirkan lagi, sehingga orang yang mengingkarinya berarti kafir dan murtad dari Islam6.

C.Cara Menentukan Awal Bulan Ramadhan untuk berpuasa

Puasa baru dapat dilaksanakan bila telah masuk waktunya, yaitu telah masuk bulan ramadhan, dan untuk mengetahui apakah telah masuk bulan ramadhan atau belum bisa melalui beberapa cara, diantaranya dengan melihat bulan atau hilal, dalam hal ini para ulama mazhab berbeda pendapat, pendapat–pendapat tersebut ialah sebagai berikut:

1.Imam Abu Hanifah:

Jika langit cerah untuk menentukan awal bulan Ramadhan hilal harus terlihat oleh khalayak ramai, khalayak ramai ialah orang yang dapat memberi informasi secara pasti (atau hampir pasti).

Syarat terlihatnya hilal oleh khalayak ramai adalah karena mathla’ hanya satu dikawasan itu, sementara tidak ada penghalang (semisal mendung), mata semua orang sehat, dan mereka semua berkeinginan melihat hilal, dan bila dalam keadaan seperti itu, jika ada  satu  orang  yang  melihat  hilal  maka  itu  bisa  dikata kan kekeliruan penglihatan. Saat  menya mpaikan  kesaksian  tersebut,  masing–masing dari khalayak mengucapkan “ aku bersaksi”7                   

Adapun jika langit tidak cerah karena mendung atau yang lainnya maka untuk terlihatnya hilal maka imam cukup meminta kesaksian  dari  orang  muslim  yang  adil,  berakal,  baligh  atau menurut pendapat yang shahih orang yang identitasnya belum diketahui baik laki-laki maupun perempuan baik orang yang merdeka atau yang lainnya8.

2.Imam Maliki

Hilal Ramadhan dipastikan kemunculannya dengan tiga cara:

1}.Hilal terlihat oleh khalayak ramai, meskipun mereka tidak berbudi luhur. Khalayak ramai ialah orang–orang dalam suatu jumlah   yang   menurut   kebiasaan   tidak   mungkin   untuk  bersekongkol untuk berdusta. Mereka tidak disyaratkan harus laki–laki, merdeka, atau berbudi luhur.

2.}.Hilal  dilihat  oleh  dua  orang  atau  lebih  yang  berbudi  luhur, orang yang berbudi luhur ialah laki–laki merdeka, baligh, dan berotak waras dan tidak pernah melakukan dosa besar dan tidak terus–menerus melakukan dosa kecil, serta tidak melakukan perkara yang mengurangi kewibawaan. Dalam menyampaikan kesaksiannya tidak perlu menggunakan kata–kata “ aku bersaksi”.

3}.Hilal dilihat oleh satu orang yang berbudi luhur, penguasa tidak boleh menetapkan hilal berdasarkan penglihatan satu orang saja yang berbudi luhur9.

3.Imam Syafi’i

Kemunculan hilal bagi masyarakat umum dipastikan dengan penglihatan satu orang yang berbudi luhur, meskipun ini tidak dikenal, baik langit cerah ataupun tidak, dengan syarat bahwa orang  yang  melihat  tersebut  berbudi  luhur,   Muslim,  baligh, berakal, laki–laki dan mengucapkan lafad “ aku bersaksi”10.

4.Imam Hambali

1}.Dalam memastikan hilal dapat diterima perkataan mukallaf yang berbudi luhur, secara zahir dan batin, baik laki–laki maupun perempuan, merdeka ataupun budak, meskipun ia tidak mengucapkan lafad “ aku bersaksi bahwa aku telah melihat hilal”.11

2}.Dengan mencukupkan bulan sya’ban tiga puluh  hari, sebagaimana sabda Rasulullah saw, yang berbunyi:

Dari Abu Hurairah beliau berkata:  Rasulullah bersabda:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمِّي عَلَيْكُمْ الشهرُ فَعُدُّوْا ثَلَاثِينَ

Artinya:

“Berpuasalah kalian karena melihatnya, dan berbukalah kalian karena melihatnya. Jika (hilal) bulan itu tertutup atas (pandangan) kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari.” (Muttafaqun ‘alaih: Shahih Muslim dan ini lafadznya, Shahih al-Bukhari (Fathul Baari) IV/119, no. 1909, Sunan an-Nasa-i IV/133

3}.Dari kabar mutawatir, yaitu kabar orang banyak, hingga mustahil mereka akan sepakat berdusta atau sekata atas kabar yang dusta.

4}.Percaya pada orang yang melihat.

5.}.Tanda–tanda dikota besar untuk memberitahukan pada orang banyak (umum), seperti lampu, meriam, dan sebagainya.

6}.Dengan ilmu hisab atau kabar dari ahli hisab (ilmu bintang), sebagaimana sabda Rasulullah saw, yang berbunyi:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمِّي عَلَيْكُمْ الشهرُ فَعُدُّوْا ثَلَاثِينَ

Artinya:

“Berpuasalah kalian karena melihatnya, dan berbukalah kalian karena melihatnya. Jika (hilal) bulan itu tertutup atas (pandangan) kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari.” (Muttafaqun ‘alaih: Shahih Muslim dan ini lafadznya, Shahih al-Bukhari (Fathul Baari) 119, Sunan an-Nasa-I,133).

yang dimaksud dengan kira–kira ialah dihitung menurut hitungan ilmu falak (ilmu bintang).12

D.Syarat dan Rukun Puasa

Syarat dalam puasa ada dua, yaitu:

1.Syarat wajib puasa:

a.Beragama Islam, ini dapat dilihat dalam surat al-Baqarah ayat 183 bahwa dalam ayat tersebut yang diwajibkan berpuasa ialah umat islam sedangkan tidak ada kewajiban atas orang kafir.

b.Baligh  dan  berakal,  persyaratan  baligh  mengandung  arti  bahwa anak kecil tidak diwajibkan berpuasa, sedangkan persyaratan berakal mengandung arti bahwa orang gila tidak diwajibkan untuk berpuasa, tidak diwajibkan karena mereka dipandang tidak cakap melakukan puasa.

c.Mampu berpuasa dan sedang menetap ditempat tinggalnya (muqim).

2.Syarat sah puasa:

a.Islam,

b.Berakal,

c.Suci dari haid dan nifas,

d.Niat13.

E.Dalam syarat–syarat diatas para ulama berbeda pendapat, pendapat–pendapat para ulama mazhab empat mengenai syarat wajib maupun syarat sah puasa ialah sebagai berikut:

1.Imam Abu Hanifah

a.Syarat–syarat kewajiban ada empat, yaitu:

1.Beragama islam.

2.Berakal.

3.Baligh .

4.Tahu bahwa puasa itu wajib (yang terakhir ini berlaku bagi orang yang masuk Islam di darul harbi) atau berada didarul Islam14.

b.Syarat–syarat wajibnya melaksanakan ada dua, yaitu:

1.Sehat (tidak sakit, haid ataupun nifas).

2.Mukim (musafir tidak wajib puasa).

c.Syarat–syarat sahnya ada tiga, yaitu:

1.Niat.

2.Tidak sedang dalam keadaan haid dan juga nifas, dan kosong dari perkara yang dapat merusak puasa15.

2.Imam Maliki

a.Syarat–syarat kewajiban ada tiga, yaitu:

1.Baligh, puasa tidak wajib atas bocah meskipun ia telah remaja boleh saja ia berpuasa tapi tidak dianjurkan, dan walinya tidak wajib menyuruhnya puasa.

2.Sehat, Puasa juga tidak wajib atas orang yang sakit ataupun tidak mampu, termasuk orang yang dipaksa.

3.Bermukim.

b.Syarat–syarat keabsahannya ada dua macam, yaitu:

1.Orang Islam (puasa orang kafir tidak sah meskipun puasa ini wajib baginya dan dia  mendapat siksa di akhirat lantaran meninggalkan puasa).

2.Masa atau waktu yang dapat diisi dengan puasa (puasa tidak sah pada dua hari raya, dan hari–hari yang dilarang lainnya)16.

c.Adapun syarat–syarat kewajiban dan keabsahan sekaligus ada tiga, yaitu:

1.Suci dari haid dan nifas bahwa wanita yang haid ataupun nifas tidak wajib dan tidak sah berpuasa tetapi setelah halangan tersebut selesai ia wajib berpuasa dan setelah ramadhan berakhir ia wajib mengganti puasa yang ditinggalkannya tersebut.

2.Berakal bahwa orang yang hilang akalnya tidak diwajibkan untuk berpuasa jadi orang yang gila, pingsan tidak wajib puasa dan puasa mereka tidak sah.

3.Niat bahwa niat adalah  tekad untuk melakukan sesuatu, cukup  satu  niat  untuk  puasa  yang  wajib  dilaksanakan secara berkelanjutan17.

3.Imam Syafi’i

a.Syarat kewajiban ada empat, yaitu:

1.Beragama Islam, puasa tidak wajib atas orang kafir asli tetapi ia mendapat siksa diakhirat lantaran ia meninggalkan puasa, tetapi puasa wajib atas orang yang murtad, setelah ia kembali Islam maka ia wajib mengqadha puasa selama ia murtad.

2.Baligh, puasa tidak wajib bagi anak tetapi hendaknya disuruh berpuasa saat berumur tujuh tahun, dan boleh dipukul saat usia sepuluh tahun bila ia tidak berpuasa.

3.Berakal, puasa tidak wajib atas orang gila, kecuali hilangnya akal disebabkan oleh dirinya sendiri. Adapun orang yang mabuk atau minum–minuman keras wajib mengqadha puasanya tetapi bila mabuknya bukan karena ulahnya sendiri maka ia tidak wajib mengqadha puasanya.

4.Mampu, tidak wajib puasa bagi orang yang tidak mampu, baik karena faktor usia, ataupun  sakit yang tidak ada harapan untuk sembuh18.

b.Syarat keabsahan puasa ada empat, yaitu:

1.Beragama Islam saat puasa, puasa tidak sah bila dilakukan orang kafir ataupun orang murtad.

2.Mumayiz, atau berakal pada keseluruhan siang.

3.Suci dari haid dan nifas pada siang hari, bila saat siang hari tiba–tiba ia haid atau nifas maka puasanya batal.

4.Waktu yang layak untuk puasa19.

Adapun niat menurut imam Syafi’i termasuk dalam rukun puasa.

4.Imam Hambali

a.Syarat–syarat kewajiban ada empat, yaitu:

1.Beragama Islam, puasa tidak wajib atas orang kafir meskipun itu murtad.

2.Baligh, puasa tidak wajib atas anak kecil walaupun ia telah remaja.

3.Berakal, puasa tidak sah bagi orang gila.

4.Mampu berpuasa, puasa tidak wajib atas orang yang tidak sanggup menjalaninya baik karena faktor usia tua atau sakit yang tiada harapan sembuh.

b.Syarat–syarat keabsahan ada empat, yaitu:

1.Niat, wajib melakukan niat atas puasa yang dijalaninya tiap malam hari setiap puasa yang dijalaninya.

2.Suci dari haid dan nifas, puasanya wanita yang haid dan nifas itu tidak sah bahkan   haram,keduanya wajib melakukan  puasa  setelah  darahnya  berhenti  pada  malam hari dan wajib mengqadha puasa yang tidak terlaksana saat haid ataupun nifas.

3.Beragama Islam, puasanya orang kafir walaupun setatusnya murtad tidak sah.

4.Berakal, yakni tamyiz, tidak sah puasa anak kecil yang belum mumayyiz, yaitu anak yang berusia tujuh tahun.20

F.Rukun–rukun dalam berpuasa ada dua, yaitu:

1.Menahan diri dari hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Ini berdasarkan firman Allah surat al- Baqarah ayat 187, seperti di atas yang artinya: “Maka sekarang, bolehlah kamu mencampuri mereka, dan hendaknya kamu mengusahakan apa yang diwajibkan Allah atasmu, dan makan minumlah hingga nyata garis putih dari garis  hitam  berupa fajar, kemudian  sempurnakanlah  puasa sampai malam. (al-Baqarah: 187)

Yang dimaksud dengan garis putih dan garis hitam ialah terangnya siang dan gelapnya malam. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa Ali bin Hatim bercerita: “ Tat kala turun ayat yang artinya: hingga nyata benang putih dan benang hitam berupa fajar saya ambillah seutas tali hitam dan seutas tali putih, dan saya taruh bawah bantal dan saya amati-amati di waktu malam, dan ternyata tidak dapat saya bedakan. Maka pagi–pagi saya datang menemui Rasulullah saw, dan saya ceritakan padanya hal itu.

Sabda nabi saw:

Artinya: “Maksudnya ialah gelapnya malam dan terangnya siang”

2.Berniat,

Ulama empat madzhab berbeda pendapat pada niat berpuasa, perbedaan tersebut ialah:

Imam Abu Hanifah dan  kalangannya berpendapat bahwa puasa ramadhan berlaku niatnya saat terbit hingga tengah hari. Beliau berpendapat bahwa  puasa ramadhan  telah jelas  pada  dirinya  atas setiap sesuatu. Sedangkan Imam Malik, Ahmad bin hambal , Syafi’i, Dawud dan jumhur ulama zaman dahulu berpendapat bahwa tidak sah puasa ramadhan  kecuali  berniat dimalam  hari. Dalil  mereka ialah  hadits riwayat Nasa’i dan Ahmad ibnu Azhar dari Abdul Razak dari Ibnu Juraih dari Ibnu Syihab dan Salim dari Abdullah bin Umar dan dari Hafsah berkata bahwa rasulullah saw bersabda: “Tidak ada puasa bagi orang yang tidak berniat pada malam harinya”.(Sunan  al-Nasa’i).23

G.Tata Cara Berpuasa

1.Makan sahur

Umat Islam telah sepakat berdasarkan ijma’Ulama menyatakan sahur adalah sunah dan bila ditinggalkan maka tidak berdosa. Untuk itu nabi bersabda:

Artinya: “Dari Anas ra, sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda: “ makan sahurlah kamu karena sesungguhnya sahur itu berkah.” (HR al- Bukhari dan Muslim).

2.Niat, para ulama beda pendapat mengenai niat puasa tetapi kebanyakan ulama sepakat bahwa niat puasa dilakukan pada malam hari yaitu pada saat setelah berbuka puasa hingga terbit fajar.

3.Menahan diri dari hal–hal yang dapat membatalkan puasa dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari.

4.Menyegerakan berbuka. Setelah  terbenam  matahari ia dianjurkan untuk segera berbuka.24

F.Kesunahan–Kesunahan Berpuasa

Imam  mazhab  sepakat  bahwa  orang  yang  berpuasa  disunahkan untuk hal–hal sebagai berikut:

1.Makan sahur walaupun sedikit, meski hanya seteguk air, dan disunahkan untuk menang guhkan sahur sampai akhir malam, fungsi sahur ialah untuk menguatkan tubuh dalam menjalani puasa, sebagaimana Hadits yang ditiwayatkan oleh Hakim dalam Shahihnya dinyatakan, Di bulan Ramadhan ada amalan sunnah yang bisa dijalani yaitu makan sahur. Amalan ini disepakati oleh para ulama dihukumi sunnah dan bukanlah wajib, sebagaimana kata Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim. Namun amalan ini memiliki keutamaan karena dikatakan penuh berkah. Dalam hadits muttafaqun ‘alaih, dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِى السَّحُورِ بَرَكَةً

Artinya: 

“Makan sahurlah kalian karena dalam makan sahur terdapat keberkahan.” (HR. Bukhari dan Muslim ).

Yang dimaksud barokah adalah turunnya dan tetapnya kebaikan dari Allah pada sesuatu. Berkah bisa mendatangkan kebaikan dan pahala, bahkan bisa mendatangkan manfaat dunia dan akhirat. Namun patut diketahui bahwa berkah itu datangnya dari Allah yang hanya diperoleh jika seorang hamba mentaati-Nya

2.Mengakhirkan sahur, ini sunah dilakukan selama tidak terperangkap dalam keraguan munculnya fajar, sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh at-Thabrani,yang berbunyi:Yang artinya: “Ada tiga perkara yang termasuk akhlak para rasul: menyegerakan buka puasa, mengakhirkan sahur, dan meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri dalam shalat”.25

3.Menyegerakan buka puasa sebelum shalat Maghrib, tetapi telah yakin bahwa matahari telah terbenam, sebagaimana sabda Rasulullah saw, yang berbunyi:Yang artinya: “Dari Sahl bin Sa’ad. Rasulullah saw, bersabda: senantiasa manusia dalam berbaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa”. (Riwayat Bukhari dan Muslim).

4.Berbuka dengan kurma,  atau sesuatu  yang manis, atau dengan air. Sebagaimana Hadits nabi yang berbunyi: Yang artinya: “Dari Anas, Nabi saw berbuka dengan rutab (kurma gemading) sebelum shalat, kalau tidak ada dengan kurma, kalau tidak ada juga beliau minum dengan beberapa teguk” (Riwayat Abu Dawud dan Tirmizi).

5.Berdo’a sebelum berbuka puasa, sebagaimana sabda Rasulullah saw, yang berbunyi; Artinya: “Dari Ibnu Umar, Rasulullah saw, bersabda, apabila berbuka puasa, beliau berdo’a: Ya Allah, karena Engkau saya puasa, dan dari rizki pemberian Engkau saya berbuka, dahaga telah lenyap dan urat–urat telah minum, serta pahala telah tetap bila Allah swt menghendaki (Riwayat Bukhari dan Muslim).26

6.Memberi buka pada orang yang berpuasa, walaupun dengan sebutir kurma atau seteguk air, lebih sempurna jika memberi buka puasa dengan makanan yang mengenyangkan, nabi   Muhammad saw bersabda: Artinya:“Barang siapa memberi buka kepada orang yang berpuasa, niscaya dia  mendapat  seperti  pahalanya,  tanpa  berkurang sedikit pun pahala orang yang berpuasa tersebut”.

7.Mandi dari junub, haid dan nifas sebelum terbit fajar supaya berada dalam keadaan suci pada awal puasa27.

8.Menahan lidah dan anggota tubuh lainnya dari perkataan yang sia–sia dan per buatan–perbuatan yang berdosa. Adapun menahan dari perkara yang haram seperti ghibah, adu domba, dan dusta, semakin ditekankan

pada bulan Ramadhan, sebagaimana Hadits nabi yang berbunyi:Artinya: “Barang siapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan dosa, maka tiada pahala yang didapatkan dengan meninggalkan makanan dan minumannya”.

9.Menjauhi benda–benda pemuas kesenangan yang mubah yang tidak membatalkan  puasa,  misalnya  benda–benda  yang  dinikmati  dengan cara didengar, dipandang, diraba, atau dicium aromanya, sebab hal tersebut  menggambarkan  sikap  mewah–mewahan  yang tidak  sesuai dengan hikmah puasa.

10.Menurut  Imam  Syafi’i  disunahkan  untuk  tidak  melakukan  fashd  (mengeluarkan  darah  dari  pembuluh  darah)  dan  bekam  untuk  diri sendiri ataupun orang lain.

11.Memberi kelapangan pada keluarga untuk berbuat baik kepada kerabat dan bersedekah pada kaum fakir miskin, dalam Hadits Bukhari dan Muslim disebutkan:Artinya: “Nabi saw, adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih bersikap dermawan pada bulan Ramadhan ketika malaikat jibril menemui beliau”.

12.Mengisi waktu dengan  mempelajari ilmu, membaca Al-Qur’an dan membacakannya pada orang lain, berdzikir, serta mengucapkan shalawat atas Nabi saw, sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang berbunyi: Artinya: “Malaikat Jibril selalu menemui Nabi saw, setiap malam dalam bulan Ramadhan guna menyimak bacaan beliau”.

13.Ber’itikaf, terutama pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan, karena  ‘itikaf ini akan lebih menjaga seseorang dari hal–hal yang dilarang dan akan lebih membantunya melaksanakan   perkara–perkara   yang diperintahkan.28

H. Hal–Hal yang Membatalkan Puasa ada enam yaitu:

1.Makan dan minum secara sengaja Sebagaimana sabda Nabi saw: Artinya:  “Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa yang lupa, padahal ia sedang berpuasa, lalu ia makan dan minum, maka teruskanlah puasanya. Sesungguhnya Allah telah memberinya makan dan minum (H.R. Bukhari dan Muslim). Memasukkan sesuatu kedalam lubang yang ada pada lubang yang ada pada badan, seperti lubang telinga, hidung dan sebagainya, menurut sebagian ulama sama dengan makan dan minum, artinya membatalkan puasa.

2.Muntah dengan sengaja, sekalipun tidak ada yang kembali kedalam, sedangkan  muntah  yang  tidak  disengaja  tidak  membatalkan  puasa, sebagaimana sabda Rasulullah saw, yang berbunyi: Artinya: “Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw telah bersabda, barang siapa terpaksa muntah, tidak wajib mengqadha puasanya, dan barang siapa yang mengusahakan muntah, hendaklah ia mengqadha puasanya”, ( Riwayat Abu Dawud, Tirmizi, dan Ibnu Hibban)

3.Bersetubuh Sebagaimana firman Allah saw: Yang artinya: “Dihalalkan   bagi   kamu   pada   malam   hari   bulan   puasa bercampur dengan istri-istri kamu”. (Al-Baqarah: 187)

4.Keluar darah haid (kotoran) atau Nifas (darah sehabis melahirkan) Sebagaimana hadits nabi, yang berbunyi: Artinya: “Dari Aisyah berkata, kami disuruh oleh Rasulullah saw, mengqadha puasa, dan tidak disuruh untuk mengaqadha shalat” ( Riwayat Bukhari ).

5.Gila, jika gila itu datang pada siang hari, batallah puasanya.

6.Keluar mani secara sengaja (karena bersentuhan dengan perempuan atau lainnya). Karena keluarnya mani merupakan puncak yang dituju orang pada persetubuhan, maka hukumnya disamakan dengan persetubuhan, adapun keluar mani karena bermimpi, menghayal dan sebagainya, tidak membatalkan puasa.29

I.Adapun hal–hal yang makruh dilakukan saat puasa menurut Imam madzhab, ialah  sebagai berikut:

1.Imam Abu Hanifah.

Perkara yang makruh bagi orang yang berpuasa ada tujuh, yaitu:

a.Mencicipi sesuatu dan mengunyah sesuatu tanpa adanya uzur, karena hal ini membuka peluang bagi batalnya puasa.

b.Mengunyah permen karet yang tidak dilapisi gula, karena orang yang mengunyah permen karet akan disangka tidak berpuasa, hukum ini sama saja bagi laki–laki maupun wanita.

c.Mencium, membelai, berpelukan dan bercumbu yang “panas”, itu semua akan mendorong untuk berjimak, maka akan membatalkan puasa tersebut tetapi bila ia aman dari resiko maka hal tersebut tidak apa–apa.

d.Mengumpulkan   air   liur   dengan   sengaja   dan   kemudian menelannya, ini agar ia menghindari subhat.

e.Perkara yang diperkirakan akan melemahkan fisik, seperti fashd (mengeluarkan darah dari pembuluh darah) dan bekam30.

2.Imam Maliki

Hal–hal yang makruh dilakukan oleh orang yang berpuasa itu ada sepuluh, yaitu:

a.Memasukkan segala benda basah kedalam mulut,meskipun dimuntahkan lagi serta mencicipi sesuatu yang ada rasanya (missal garam, madu, cuka) untuk mengetahui kondisinya meskipun dari si pembuatnya, karena dihawatirkan ada sedikit dari benda–benda itu yang masuk kedalam tenggorokan.

b. Mengunyah permen karet atau kurma bagi anak kecil.

c.Mendatangi istri didalam bilik dan memandanginya serta melakukan pendahuluan jimak.

d.Memakai  wewangian  disiang  hari  dan  menciumi  wewangian disiang hari.

e.Berpuasa wishal.

f.Berkumur dan menghirup air dengan hidung secara mendalam.

g.Mengobati  gigi  yang  berlubang  pada  siang  hari  kecuali  ada kekhawatiran bila  tidak diobati akan terjadi madlarat.

h.Banyak tidur disiang hari.

i.Banyak berkata dan berbuat yang tidak berguna.

j.Berbekam.

3.Imam Syafi’i

a.Berbekam dan fashad.

b.Berciuman  (dihawatirkan  bila  terjadi  ejakulasi  maka  hukumnya haram).

c.Mencicipi makanan. d.Mengunyah permen karet. e.Memasuki pemandian air panas.

f.Menikmati benda–benda yang biasanya dinikmati dengan didengar, diraba, atau dicium baunya.

g.Bersiwak sesudah waktu dhuhur sampai matahari terbenam. h.Berkumur dan menghirup air dari hidung secara mendalam.

4.Imam Hambali

  Bagi orang yang berpuasa dimakruhkan atas tujuh perkara, yaitu:

a.Mengumpulkan air liur kemudian menelannya.

b.Berkumur dan menghirup air dengan hidung secara mendalam, sebagaimana sabda Rasulullah pada Laqith bin Shabrah, yang berbunyi:

Artinya: “Hiruplah  air  dengan hidung dalam–dalam kecuali jika kamu sedang berpuasa”.

c.Mencicipi makanan tanpa ada keperluan.

d.Mengunyah permen karet yang tidak terurai menjadi kecil.

e.Ciuman, hanya makruh bagi orang  yang bergerak birahinya jika berciuman, adapun dalilnya ialah dari Aisyah ra, yang berbunyi: Artinya: “Nabi saw, dulu mencium dan membelai istrinya, padahal beliau sedang berpuasa, tetapi beliau adalah orang yang paling kuat dalam mengendalikan birahinya”.

f.Membiarkan sisa–sisa makanan terselip disela–sela gigi.

g.Mengendus  sesuatu  yang dapat  tersedot  oleh  nafasnya  kedalam kerongkongannya,  misal  serbuk  kasturi,  kapur  barus,  minyak rambut dan lain sebagainya31.

J.Hikmah, Tujuan, Keutamaan puasa, dan Keutamaan Ramadhan

1.Hikmah–hikmah puasa

Hikmah puasa sangatlah begitu banyak baik dari aspek rohani maupun jasmani. Adapun hikmah puasa dalam pandangan umum diantaranya ialah sebagai berikut:

1.Wujud syukur pada Allah.

2.Karena Sang pembuat undang–undang Yang Maha bijaksana telah mengajari kita bagaimana menunaikan amanah dan tidak menyia- nyiakan selamanya serta tidak melalaikan amanah.

3.Akan lebih dekat dengan malaikat, dimana ia berusaha untuk menahan sifat yang seperti binatang yaitu mengumbar hawa nafsu yang berupa makan.

4.Puasa dapat melemahkan syahwat jima’.

5.Jika manusia dalam keadan puasa ia akan merasakan panasnya lapar hingga akan membuahkan rasa kasih sayang.

6. Mengetahui kelemahan dan kekuranganmu, hingga akan terhindar dari sifat sombong.

7. Ingat akan keadaan yang fakir hingga ia peduli dan timbul kasih sayang padanya.32

8.Menjalin keakraban keluarga, dengan menunggu waktu berbuka hingga berbuka puasa bersama, jama’ah, dan sahur bersama, mempunyai nilai tersendiri dalam keluarga33.

Adapun hikmah puasa dalam segi rohani ialah sebagai berikut:

1.Menundukkan pandangan, tidak jelalatan dari yang menyibukkan hati pada Allah dan yang membuat manusia akan akhirat.

2.Memelihara  lisan  dari  mengatakan  perkataan  jahat,  dusta  serta ghibah.

3.Menahan telinga dari setiap yang dimakruhkan.

4.Menahan sisa anggota badan dari segala  yang makruh dan juga diharamkan.

5.Tidak memperbanyak makanan waktu berbuka, saat perut tidak terisi penuh maka nafsu hewaniah, dan birahinya pun sedikit.

6.Hati orang yang berpuasa setelah ia berbuka harus tetap dalam raja’ dan khauf, karena ia tidak tahu puasanya dikabulkan atau tidak.34

7.Dapat meningkatkan kecerdasan, puasa dapat meningkatkan derajat perasaan atau emotional quotient (EQ),  yang berpengaruh dalam pembentukan sifat–sifat seseorang.35

8.Puasa dapat mengendalikan agresivitas dan mengatasi stres36.

9.Sebagai pengobatan terhadap gangguan kejiwaan, pengobatan kejiwaan yang paling baik ialah menghilangkan penyebabnya, dan biasanya yang banyak terdapat ialah rasa berdosa, rasa bersalah atau dendam37.

Adapun  hikmah  puasa  dalam  segi  jasmani  ialah  sebagai berikut:

1.Puasa  membantu   membebaskan   tubuh   dari   kandungan   lemak berlebih.

2.Puasa menyebabkan penurunan kadar kolesterol.

3.Puasa menyebabkan penurunan asam folic.

4.Meningkatkan daya serap makanan.

5.Meningkatkan fungsi organ reproduksi.

6.Meremajakan sel-sel kulit.

7.Memblokir makanan bakteri, virus dan sel kanker.

8.Memperbaiki fungsi hormon38.

9.Sebagai zakat tubuh39

10.Dapat menjaga kesehatan gigi40

Para dokterpun mengatakan bahwa puasa dapat bermanfaat mengatasi berbagai macam penyakit, diantaranya ialah:

1.Obesitas dan perut buncit.

2.Penyakit encok atau asam urat.

3.Arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah).

4.Radang ginjal akut dan kencing batu.

5.Penyakit jantung kronis yang menyertai obesitas dan tekanan darah tinggi (hipertensi).

6.Penyakit gangguan pencernaan disertai dengan asam lambung pada zat–zat albiminous dan zat pati (amylum).

7.Penyakit gula (diabetes), sebelum ditemukan suntikanuntuk diabetes mellitus, diabetes hanya bisa sembuh dengan puasa dan diet.41

8.Puasa juga dapat menyembuhkan penyakit kulit, Dr. Muhammad Azh- Zhawahiri seorang guru besar bidang penyakit kulit di fakultas kedokteran Universitas Kairo menyebutkan:

“Korelasi antara makanan dan penyakit–penyakit kulit itu sangat kuat, sebab menahan makan dan minum dalam kurun waktu tertentu dapat mengurangi kadar air dalam tubuh hingga akan terjadi peningkatan kekebalan kulit terhadap semua jenis penyakit kulit”.42

9.Puasa dapat menyembuhkan penyakit maag.

10.Puasa  dapat  mencegah  penyakit  hepatitis  (suatu  penyakit  yang menyerang hati).

11.Puasa dapat mencegah penyakit TBC (tuberculosis)43.

12. Puasa dapat mencegah kangker44.

  2.Tujuan–tujuan puasa

Adapun tujuan–tujuan puasa yang sebenarya ialah:

a.Mencegah diri dari dusta45, sebagaimana hadits nabi Muhammad saw, yang berbunyi: Artinya: “Dari Abu Hurairah RA, beliau berkata: Rasulallah SAW bersabda,: Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan yang keji (dusta) dan melakukan kejahatan (kepalsuan),   Allah tidak akan menerima puasanya, selakipun ia telah meninggalkan makan dan minum”46 .

b.Iman dan instrospeksi diri, sesuai sabda nabi Muhammad saw, yang artinya:

“Barang siapa menjalankan puasa dengan penuh iman dan mengharapkan atas keridhoan Allah, maka akan diampuni semua dosanya yang telah lalu’ 47.

c.Perisai dari dosa48, sebagaimana Hadits nabi yang berbunyi:

Artinya:“Diriwayatkan oleh Abu Hurairoh RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Puasa adalah bagaikan perisai (dari api neraka). Karena itu orang yang berpuasa janganlah menggauli istrinya, berkata kotor dan berbuat jahil, bila dia diajak bertengkar atau dicaci maka dengannya, hendaklah ia berkata: “saya sedang berpuasa… (Al- Bukhari)”49.

d.Dengan puasa seseorang diharapkan dapat menyeimbangkan dirinya, dimana dalam suatu sisi ia harus sadar akan kemutlakan, kedaulatan Allah SWT, dan disisi lain ia harus pula senantiasa sadar atas kewajiban–kewajiban terhadap-Nya50.

3.Keutamaan puasa

Diantara keutamaan–keutamaan puasa ialah sebagai berikut:

a.Bahwa Allah mengkhususkan puasa untuk diri-Nya diantara bentuk amalan lainnya.

b.Allah berfirman mengenai puasa ini:“Dan   Akulah yang akan membalasnya”. Biasanya Allah membalas kebaikan dengan sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat, tetapi untuk puasa Allah menyandarkan balasan pada diri-Nya sendiri dengan balasan yang tidak terbilang”.

c.Puasa  sebagai  perisai  untuk  menjaga  orang  yang  berpuasa  dari perkataan kotor, keji dan sejenisnya.

d.Bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dari pada bau kasturi yang semerbak mewangi.

e.Orang yang berpuasa mendapat dua kesenangan, kesenangan saat berbuka dan kesenangan saat bertemu Rabb-nya.51

f.Memberi  syafa’at,  sebagaimana  hadits  yang  diriwayatkan  oleh Imam Ahmad, Artinya: ”Puasa dan Al-qur’an dihari kiamat nanti akan memberikan syafa’at (pertolongan) kepada manusia. Puasa berkata:” Ya Tuhan aku telah menghalanginya makan makanan dan menuruti sahwat pada siang hari, maka berikanlah aku kesempatan untuk memberi syafa’at kepadanya”, Al- qur’an berkata “ Aku telah menghalanginya tidur pada malam hari maka berikanlah aku kesempatan untuk memberi syafa’at kepadanya”. Maka keduanya (puasa dan Al-qur’an) memberi syafa’at dan syafa’at keduanya diterima Allah” (H.R. Ahmad).

g.Masuk surga, Rasulullah bersabda:Artinya: “Saya datang kehadapan Rasulullah saw, kemudian aku berkata:” suruhlah aku melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan aku masuk surga”, Rasulullah menjawab: “lakukan puasa sesunggunya puasa itu tidak ada bandingannya”, kemudian aku datang yang kedua kalinya, Rasulullah berkata lagi: “ laksanakan puasa”.

h.Dijauhkan dari neraka, sebagaimana disebutkan dalam Hadits yang bersumber dari Abu Sa’id, diriwayatkan oleh Jamaah, Rasulullahsaw bersabda: Artinya:“Tidaklah seorang berpuasa  sehari  dijalan  Allah.  Kecuali Allah akan menjauhkan neraka dari wajahnya sejauh perjalanan tujuh puluh tahun” (H.R. Jamaah Ahli Hadits)52.

i.Terbukanya  pintu  Rayyan,  Tirmidzi  mengatakan:  “barang  siapa memasukinya ia tidak akan haus selamanya”53

4.Keutamaan Ramadhan

Dari sekian banyak keutamaan bulan Ramadhan disini akan penulis paparkan sebagian kecil keutaman  bulan Ramadhan, diantaranya ialah:

a. Musim obral pahala

Obral pahala dibulan Ramadhan dapat juga dengan bersedekah,   memberi   nafkah,   dan   membaca tasbih, Az-Zuhri seorang  tabi’in  besar,  sebagaimana  diriwatkan  oleh  at-Tirmidzi, mengatakan:

Artinya: “ Sekali bacaan tasbih di bulan Ramadhan lebih utama dari pada seribu kali tasbih dibulan lainnya”(HR. at-Tirmidzi)54.

b.Bulan dimana Al-Qur’an diturunkan55.

c.Malaikat memintakan ampun.

d.Surga berhias dan bersiap menyambut Ramadhan56.

e.Bulan dimana terdapat keutamaan seribu bulan yaitu malam lailatul qadar57.

f.Menghapus dosa-dosa kecil dari Ramadhan yang lewat sampai dengan Ramadhan berikutnya58.

g.Permulaanbulan Ramadhan adalah  rahmat, pertengahannya maghfirah, dan penghabisannya merupakan pembebasan dari api neraka59.

I.Keringanan–Keringanan dalam Puasa

K.Dalam pandangan perbedaan

1.Dalam perjalanan, imam madzhab berbeda pendapat mengenai hal ini.

Menurut  Imam  Hanafi,  Maliki  dan  Syafi’i,  berpuasa  lebih afdhol bagi musafir jika dia tidak mengalami madlarat dengan puasanya. Sedangkan menurut Imam Hambali, disunahkan untuk tidak berpuasa (makruh berpuasa) dalam perjalan sejauh jarak shalat qashar, meskipun perjalanan itu tidak berat60.

2.Sakit, para Imam berbeda pendapat mengenai hal ini.

Menurut Imam Hanafi dan Syafi’i sakit membolehkan untuk tidak berpuasa, sedangkan menurut Imam Hambali disunahkan untuk tidak berpuasa (makruh berpuasa) pada waktu sakit. Sedangkan Imam Maliki berpendapat bahwa orang yang sakit memiliki empat keadaan:

a.Dia tidak mampu berpuasa, atau dikhawatirkan mati karena sakitnya, atau tubuhnya jadi lemas jika berpuasa, dalam keadaan demikian dia tidak wajib berpuasa.

b.Dia mampu berpuasa tetapi dengan sukar, maka boleh  tidak berpuasa.

c.Dia mampu berpuasa dengan sukar serta khawatir sakitnya tambah parah

d.Puasa tidak berat baginya dan dia tidak khawatir sakitnya tambah parah, maka ia tidak boleh tidak berpuasa61.

3.Hamil dan menyusui, haram berpuasa jika mereka khawatir dirinya atau anaknya akan binasa, menurut Imam Hanafi ia wajib mengqadha saja tanpa membayar fidyah, sedangkan menurut Imam Syafi’i dan Hambali keduanya harus membayar fidyah jika ia khawatir tentang anaknya,  sedangkan  menurut  Imam  Maliki,  wanita  yang  menyusui harus membayar fidyah sedangkan wanita hamil tidak harus membayar fidyah62.

4.Usia lanjut, para ulama sepakat bahwa orang yang telah tua renta yang tidak mampu berpuasa sepanjang tahun , boleh tidak berpuasa dan dia tidak wajib mengqadha karena tidak ada kemampuan pada dirinya dia hanya wajib membayar fidyah63.

5.Rasa lapar dan haus yang luar biasa, baginya boleh tidak berpuasa jika ia khawatir akan mati atau kecerdasannya menurun atau salah satu indranya akan tidak berfungsi, tetapi ia wajib mengqadha puasa yang ditinggalkan.

6.Pemaksaan, boleh tidak berpuasa bagi orang yang dipaksa orang lain dan ia harus mengqadha (menurut jumhur ulama), sedangkan menurut Imam Syafi’i puasa orang yang dipaksa tidak batal64.

7.Pekerja berat, menurut para jumhur ulama, para pekerja berat seperti tukang panen, tukang roti, tukang besi dan pekerja timbang wajib makan sahur dan berniat puasa, kemudian jika ia merasa sangat lapar atau haus sehingga dikhawatir membahayakan diri mereka, dia boleh

berbuk, tetapi wajib mengqadha puasanya.65.

wallahu aklam bisawab

NB: Saran dan kritikan yang wajar demi kemeslahatan sangat di perlukan dimana ada ketikan yang salah bisa kita perbaiki agar sesuai syariah

Footnote:

1 Rahman Rintonga, dkk, Fiqih Ibadah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997, hlm. 151

2 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu, diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al- kattani dkk, Depok: Gema Insani, 2007, cet. ke 10, hlm. 19

3 Ahsan Sholeh, Risalatus Siyam, Jepara, hlm. 1

4 Purwo Waskito, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,Grafika Mulia, hlm. 409

5 Muhammad  bin   Abdurrahman  Damasyqi,  Al’-Allamah,  Fiqih   Empat  Mazhab, diterjemahkan oleh Abdullah Zaki Alkaf, dari Rahmah al-Ummah fi ikhtilaf al-Ammah, Bandung:

Hasyimi, 2012,cet ke 13, hlm. 147

6 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 3, Bandung: PT. Alma’arif, 1878, hlm. 199-201

7 Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit, hlm. 50

8  Wahbah Al-Zihayly,Puasa dan Iktikaf Kajian Berbagai Madzhab, diterjemahkan oleh

Agus Effendi dan Bahruddin Fannany, dari kitab Al-Fiqh al-Islam Wa-Adillatuh, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1996, cet k2, hlm. 143

9 Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit, hlm. 51

10 Ibid, hlm. 52

12 Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2007, cet. 40, hlm. 222-223

13 Rahman Rintonga, Op Cit, hlm. 157-160

14 Wahbah Al-Zuhayly, Op. Cit, hlm. 183

15 Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit, hlm. 75

16 Ibid, hlm. 75

17 Ibid

18 Ibid, hlm. 76

19 Wahbah Al-Zuhayly, Op. Cit, hlm. 186

20 Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit, hlm. 77-78

21 Sayyid Sabiq, Op. cit, hlm. 209-210

22 Umar Sulaiman Al-Asyqar, Fiqih Niat, Depok: Gema Insani, 2006, hlm. 132

23 Ibid, hlm. 141

24 Rahman Rintonga, Op. Cit, hlm. 163-164

25 Wahab Az-Zuhaili, Op. Cit, hlm. 78-79

26 Sulaiman Rasjid, Op. Cit, hlm.238-239

27 Wahbah Al-Zuhayly, Op. Cit, hlm. 194-195

28 Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit, hlm. 82-84

29 Sulaiman Rasjid, Op. Cit, hlm.230-233

30Wahbah Al-Zuhayly, Op. Cit, hlm. 202

31 Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit, hlm:86-88.

32 Ali Ahmad Al- Jarjawi, Indahnya Syariat Ialam, Depok: Gema Insani, 1997, cet ke 5, hlm.201-206

33 Ahmad Syarifuddin, Puasa Menuju Sehat Fisik dan Psikis, Depok: Gema Insani, 2008, cet ke 3, hlm. 245

34 Ibid, hlm. 214-215

35  Imam Musbukin, Rahasia Puasa Bagi Kesehatan Fisik dan Psikis,Yogyakarta: Mitra

Pustaka, 2007, cet ke 2, hlm. 213

36 Ibid, hlm. 39

37  Zakiyah Daradjat, Puasa Meningkatkan Kesehatan Mental, Bandung: Remaja Rosda

Karya Offset, 1989, cet. ke 3, hlm. 18

38Ahmad Syarifuddin, Loc. Cit, hlm.112-125

39Ibid, hlm. 111

40 Ibid, hlm. 150

41Muhammad Ibrahim Salim, The Miracle Of Shaum (Mukjizat Puasa), diterjemahkan oleh Muhammad Jawis, dari At-Tadawa bi Ashliyam wa Mazayahu Al-Azhimah fi Al-Wiqayah wa Ash-Shlyanah  Ash-Shiyyah  wa  Al-Mu’alajah  Al-Jismiyyah  wa  An-Nafsiyyah,  Jakarta:  Sinar Grafika Offset, 2007, hlm. 103-105

42 Ibid, hlm. 100

49  Zainuddin Ahmad, Ringkasan Hadits Shohih Bukhari, diterjemahkan Ahmad Zaidun, dati kitab Mukhtashar Shahih Al-Bukhari “ Al-Musamma al- Tajrid Ash-Shahih li Ahaadits Al- Juami ash- Shahih43 Imam Musbukin, Op. Cit, hlm. 236-247

44 Ibid. 118

45 Abdul A’la Maududi, Dasar – Dasar Islam, Bandung: Pustaka, 2005, cet k-5, hlm.166-167

46 Ibnu   Hajar   Asqalani,  Fathul   Bari   Syarah:   Shahih   Bukhari,diterjemahkan  oleh

Amiruddin, dari Fathul Baari Syarah Shahih Al Bukhari, Jakarta: Pustaka Azam, 2011, cet, ke 4, hlm. 48

47 Abdul A’la Maududi,Op. Cit, hlm. 167

48 Ibid

”, Jakarta: Pustaka amani, 1996, hlm. 421

50 Imam Musbukin, Op. Cit, hlm. 80

51 Muhammad Bin Shalih Utsaimin, Majelis Ramadhan, Jakarta: Gema Insani, 1996, hlm. 20-22

52  Mustaghfiri Asror, Bunga Rampai Kultum Ramadhan, Semarang: Aneka Ilmu, 2003, hlm. 31-32

53 Thaha Abdullah’afifi, 120 Kunci Surga, Jakarta: Gema Insani, 2004, cet k9, hlm. 192

 54 Ahmad Syarifuddin, Op. Cit, hlm. 21-22

55 Arifin, Fiqih Puasa, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2013, hlm. 40

56 Ahmad Syarifuddin, Op. Cit, hlm. 36-38

57 Arifin, Op. Cit, hlm. 46

58 Ibid, hlm. 62-63

59  Azhari Akmal Tarigan, 40 Pesan Ramadhan, Jakarta: Sirja Prenada Media Group,

2008, hlm. 98

60 Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit, hlm. 90-91

61 Ibid, hlm. 93

62 Ibid, hlm. 94

63 Wahbah Al-Zuhayly, Op. Cit, hlm. 218

64 Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit, hlm. 95

65 Wahbah Al-Zuhayly, Op. Cit, hlm. 221

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah mengenai Hari Raya Idul Fitri

MAKALAH TENTANG SISTIM EKONOMI ISLAM

POTRET IMAGENASI DIKISAHKAN OLEH APAYUS ALUE GAMPOENG TENTANG Kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah