Pembahadan tentang kulet bangke

PADA FASAL INI MENERANGKAN BAHWA KULIT BANGKAI ITU SUCI DENGAN DI SAMAK ( DIBAGH MENYAMAK KULIT)

Di tulis 0leh Waled Blang Jruen
mahasiswa Pascasarjana(IAIN)
lhokseumawe.pembahasan ringkas
 perihal fiqh islam yang di kutip dari
Hasyiah Ibrahim Bajuri
 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

فَصْلٌ فِيْ ذِكْرِ شَيْئٍ مِنَ الْأَعْيَانِ الْمُتَنَجِّسَةِ وَمَا يَطْهُرُ مِنْهَا بِالدِّبَاغِ وَمَالَايَطْهُرُ
Fasal menjelaskan tentang barang-barang najis, barang-barang najis yang bisa suci dengan cara di-samak dan yang tidak bisa suci (dengan cara di-samak).

وَجُلُوْدُ الْمَيْتَةِ كُلِّهَا تَطْهُرُ بِالدِّبَاغِ سَوَاءٌ فِيْ ذَلِكَ مَيْتَةُ مَأْكُوْلِ اللَّحْمِ وَغَيْرِهِ
Kulit bangkai semuanya bisa suci dengan cara di-samak. Dalam hal itu baik bangkai binatang yang halal dimakan dan yang tidak halal dimakan.

Cara Menyamak
وَكَيْفِيَّةُ الدَّبْغِ أَنْ يَنْزِعَ فُضُوْلَ الْجِلْدِ مِمَّا يُعَفِّنُهُ مِنَ الدَّمِ وَنَحْوِهِ بِشَيْئٍ حِرِّيْفٍ كَعَفْصٍ وَلَوْكَانَ الْحِرِّيْفُ نَجِسًا كَذَرْقِ حَمَامٍ كَفَى فِي الدَّبْغِ
Cara menyamak adalah menghilangkan fudlulul (hal-hal yang melekat) pada kulit yang bisa membuat busuk yaitu berupa darah dan seumpamanya, dengan menggunakan barang yang asam / pahit seperti tanaman afshin[1]. Jika barang pahit yang digunakan itu najis seperti kotoran burung dara (merpati), maka sudah dianggap cukup dalam penyamakan.

[1] Sejenis tanaman yang daunnya seperti pasir berbau wangi dan rasanya pahit.

إِلَّاجِلْدَ الْكَلْبِ وَالْحِنْزِيْرِ وَمَا تَوَلَّدَ مِنْهُمَا أَوْ مِنْ أَحَدِهِمَا مَعَ حَيَّوَانٍ طَاهِرٍ, فَلَا يَطْهُرُ بَالدِّبَاغِ
Kecuali kulit bangkai anjing, babi, keturunan keduanya, atau keturunan salah satu dari keduanya hasil perkawinan dengan binatang yang suci. Maka kulit binatang-binatang ini tidak bisa suci dengan cara di-samak.

وَعَظْمُ الْمَيْتَةِ وَشَعْرُهَا نَجِسٌ وَكَذَا الْمَيْتَةُ أَيْضًا نَجِسَةٌ
Tulang dan bulunya bangkai hukumnya adalah najis. Begitu juga bangkainya itu sendiri hukumnya juga najis.

وَأُرِيْدَ بِهَا الزَّائِلَةُ الْحَيَّاةِ بِغَيْرِ ذَكَّاةٍ شَرْعِيَّةٍ
Yang dikehendaki dengan bangkai adalah binatang yang mati sebab selain sembelihan secara syar’i.

فَلَا يُسْتَثْنَى حِيْنَئِذٍ جَنِيْنُ الْمُذَكَّاةِ إِذَا خَرَجَ مِنْ بَطْنِ أُمِّهِ مَيْتًا, لِأَنَّ ذَكَّاتَهُ فِيْ ذَكَّاةِ أُمِّهِ. وَكَذَا غَيْرُهُ مِنَ الْمُسْتَثْنَيَاتِ الْمَذْكُوْرَةُ فِي الْمَبْسُوْطَاتِ
Maka tidak perlu dikecualikan janinnya binatang yang disembelih (secara syar’i) yang keluar dari perut induknya dalam keadaan mati karena di ikutkan dengan penyembelihan induknya. Begitu juga bentuk-bentuk pengecualian lain yang dijelaskan di dalam kitab-kitab yang luas keterangannya.

ثُمَّ اسْتَثْنَى مِنْ شَعْرِ الْمَيْتَةِ قَوْلَهُ إِلَّا الْآدَمِيَّ أَيْ فَإِنَّ شَعْرَهُ طَاهِرٌ كَمَيْتَتِهِ
Kemudian mushannaif mengecuali-kan dari bulu bangkai yaitu ungkapan beliau yang berbunyi, “kecuali anak Adam.” Maksudnya, maka sesungguhnya rambut dan bulu anak Adam hukumnya suci.

Sumber : Kitab Hasyiah Al Bajury (حاشية الباجوري)
Secara genalogis, “Hasyiyah Al-Bajuri” sebenarnya berasal dari Matan Abu Syuja’ yang penulis buatkan catatannya dalam artikel berjudul “Matan At Taqrib Abu Syuja’'Matan Abu Syuja’ yang sangat terkenal dikalangan Asy-Syafi’iyyah ini memiliki syarah yang juga sangat terkenal dan banyak dipelajari dimasyara kat yang bernama “Fathu Al-Qarib’ karya Ibnu Qasim Al-Ghazzi (w.918 H). Nah, kitab “Fathu Al-Qarib” kemudian terkenal dengan nama Hasyiyah Al-Bajuri

Pengarang kitab ini bernama Ibrahim Al-Bajuri atau secara singkat bisa disebut Al-Bajuri. Nama lengkap beliau; Burhanuddin Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad bin Ahmad Al-Bajuri Al-Manufi Al-Mishri. Beliau lahir pada tahun 1197 H. Di usia 14 tahun beliau sudah masuk ke Al-Azhar dan belajar di sana. Dengan ketekunannya dalam belajar dan bermulazamah dengan sejumlah syaikh, akhirnya beliu naik sampai ke derajat Syaikhul Azhar Asy-Syarif di zamannya. Beliau sempat mengalami masa penjajahan Prancis di Mesir yang dipimpin oleh Napoleon. Adapun motivasi penulisan hasyiyah ini, hal itu ditulis Al-Bajuri dalam muqaddimah Al-Bajuri melihat Matan Abu Syuja’ adalah mukhtashar yang penuh berkah dan banyak dimanfaatkan.

Demikian pula syarahnya yang bernama “Fathu Al-ungkapan-ungkapan yang tidak mudah dipahami untuk pelajar pemula. Oleh karena itu, setelah melihat problem beliau didorong berkali-kali oleh kolega dan ulama sezamannya untuk membuat hasyiyah dengan bahasa yang enak dan mudah dicerna oleh para pemula dan beliaupun tergerak untuk melakukannya. Karena itu lahirlah “Hasyiyah Al-Bajuri”.

Nb:
Kritikan yang membangun dari pembaca sangat di perlukan agar penulisan ini lebih sempurna

والله أعلمُ بالـصـواب

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah mengenai Hari Raya Idul Fitri

MAKALAH TENTANG SISTIM EKONOMI ISLAM

POTRET IMAGENASI DIKISAHKAN OLEH APAYUS ALUE GAMPOENG TENTANG Kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah