syair imam syafi'i

Bait bait sayair yang di lantunkan Imam ASY Syafi'i Jadikan Pedoman 

itulis oleh; Waled Blang Jruen
Mahasiswa Pascasarjana(IAIN)
Lhokseumawe,11Pebruari 2019


A.Pengantar
sejarawan sepakat bahwa imam asy-syafi’i lahir pada tahun 150 H. Nama lengkap dari Imam Asy-Syafi’i adalah Muhammad bin Idris bin al-‘Abbas bin ‘Utsman bin Syafi’i bin as-Suaib bin ‘Ubaid bin ‘Abdu Yazid bin Hasyim bin al-Muthalib bin ‘Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib. Diakhir hayatnya,imam asy-syafi’i sibuk, berdakwah, menyebarkan ilmu, dan mengarang di mesir, sampai hal itu memberikan mudharat bagi tubuhnya. Akibatnya, ia terkena penyakit wasir yang menyebabkankeluarnya darah. Tetapi karena kecintaannya terhadap ilmu. Imam syafi’i tetap melakukan pekerjaannya itu dengan tidak memperdulikan sakitnya, sampai akhir beliau wafat pada akhir bulan rajab tahun 204 H.

B. Perjalanan imam syafi’i dalam menuntut ilmu
1. Perjalanan imam syafi’i ke madinah Pada usia 20 tahun, imam syafi’i yang saat itu tinggal di kota makkah, sedang menuntut ilmu dan mengajarkan ilmu yang dia peroleh, ia begitu rindu untuk melihat madinah al-munawwarah, dan masjidnya yang agung, serta mengunjungi makam rasulullah beserta dua sahabatnya, yaitu abu bakar dan umar. Akan tetapi sebelum pergi ke madinah selain melihat kota madinah, imam syafi’i sebenarnya pergi untuk menemui imam malik, imam syafi’i sebelumnya sudah mempersiapkan diri dengan menghafal kitab al-muwatta’. Yang mana kitab muwatta’ tersebut sudah ia hafal sejak umur 10 tahun atau ada juga yang menyebutkan dalam usia 13 tahun. Dalam perjalanannya Imam syafi’i pernah bercerita : “aku keluar dari makkah untuk hidup dan bergaul dengan suku hudzail di pedusunan. Aku mengambil bahasa mereka dan mempelajari ucapannya. Mereka adalah suku arab yang paling fasih. Setelah beberapa tahun tinggal bersama mereka aku pun kembali ke makkah. Kemudian aku membaca syair-syair mereka, menyebut peristiwa dan peperangan bangsa arab. Ketika itu lewat seoranng dari suku az-zuhri ia berkata : hai, abu abdillah, sayang sekali jika keindahan bahasa yang engkau kuasai tidak di imbangi dengan ilmu dan fiqih. “Siapakah yang patut aku temui ?” tanya imam syafi’i, lalu orang itu menjawab : “malik bin anas,” pemimpin umat islam. Imam syafi’i berkata : maka timbullah minatku untuk mempelajari kitab al-muwatta’Untuk itu aku meminjam kitab tersebut pada seorang laki-laki di makkah. Setelah menghafalnya, aku pergi menjumpai gubernur makkah dan mengambil surat aku berikan kepada gubernur madinah dan imam malik bin anas. Sampainya di madinah, gubernur madinah sudah membaca surat tersebut. Dan gubernur madinah sangat senang dengan kehadiran imam syafi’i, akan tetapi imam syafi’i yang minta tolong kepada gubernur madinah untuk mendatangkan imam malik sangatlah susah. Pada saat gubernur dan imam syafi’i berada di depan pintu rumah imam malik, gubernur menyerahkan surat dari gubernur makkah, kemudian imam malik membacanya sampai selesai lalu imam malik mencampakkan surat itu, dan imam syafi’i berkata : semoga allah memperbaikimu dan semoga allah menjadikan tuan sebagai orang yang shalih. Kemudian imam malik memandang imam syafi’i dan bertanya : siapakah namamu ? nama saya adalah muhammad, ia berkata : hai muhammad bertaqwalah kepada allah, tinggalkanlah maksiat, maka engkau akan menjadi orang besar. Sesungguhnya aku melihat cahaya dalam dirmu dan janganlah kamu padamkan dengan maksiat. Lalu imam malik berkata lagi : datanglah besok, ada orang yang akan membacakan kitab al-muwatta; untukmu. Dan imam syafi’i berkata sesungguhnya aku sudah menghafalnya. Besoknya imam syafi’i melanjutkan: datang pagi-pagi dan mulai membaca kitab itu, namun, imam syafi’i agak segan kepada imam malik dan ingin memberhentikan bacaannya, akan tetapi imam malik menyuruhnya membaca terus karena imam malik tertarik dengan bacaan i’rab imam syafi’i.  Begitu setiap hari yang dilakukan imam syafi’i. Dan setelah itu, imam syafi’i tinggal di madinah hingga imam malik wafat. Ia pergi ke madinah dalam usia 10 atau 13 tahun yakni tahun 163 H. Kemudian, ia pulang pergi ke madinah dan makkah dan perkampungan hudzail meskipun ia sering mendampingi imam malik di madinah hingga imam malik wafat pada tahun 179 H.

2.Perjalanan imam syafi’i ke iraq
Saat masih di madinah, imam syafi’i mengetahui bahwa imam abu hanifah dulu berada di iraq. Dia bertekad ingin dengannya dan para ulama yang lain. Kemudian imam syafi’i pergi menemui imam malik dan berkata : saya berkeinginan pergi ke iraq untuk menambah ilmu. Imam malik berkata : rasulullah bersabda: “sesungguhnya para malaikat meletakkan sayapnya untuk penuntut ilmu, karena ridha dengan apa yang mereka cari” kemudian imam malik menyodorkan 64 dinar sebagai bekal menuntut ilmu. Sesampainya di kufah dia melihat seorang anak sedang shalat, karena merasa shalatnya kurang sempurna, lalu imam syafi’i menasehatinya dan anak ini tidak terima dan anak itu berkata: saya sudah 15 tahun dihadapan abu yusuf ibnu al hasan dan dia tidak pernah mengkritisiku. Kemudian anak itu langsung melapor kepada abu yusuf dan ibnu hasan bahwa ada orang yang mengkritik shalatnya. Kemudian ibnu hasan menyuruh anak itu untuk menanyakan, bagaimana anda shalat ? lalu imam syafi’i menjawab dengan dengan dua fardhu dan satu sunat yaitu dua fardhu adalah niat dan takbiratul ihram sementara sunnah adalah mengangkat tangan sampai ketelinga. Mendengar jawaban itu abu yusuf dan ibnu hasan langsung berkenalan dengan imam syafi’i. Dan ibnu hasan seringkali bertanya, dan semua pertanyaan dijawab dengan jawaban yang cukup lengkap. Imam syafi’i tinggal di kufah bersama ibn hasan. Selama itu dia sudah menulis sebuah buku. Dan ibnu hasan sangat senang dengan kedatangan imam syafi’i , serta mengizinkan imam syafi’i untuk menulis buku-buku yang dia miliki di perpustakaan pribadinya sesuka hatinya. Ketika ia hendak meninggalkan iraq, ia ingin keliling beberapa kota di iraq. 

3.Perjalanan imam syafi’i ke yaman
Walaupun imam  asy-syafi’i sudah sangat terkenal di makkah dan madinah, dan dikalangan pelajar, yang aktif mengikuti pelajarannya namun ia tidak pernah mengambil upah baik dimadinah maupun di makkah, lain halnya dengan yaman. Disana mereka mencarikan syafi’i pekerjaan, dimana dia bisa mengambil upah dari pekerjaannya tersebut, yaitu pekerjaan dalam bidang peradilan, yang sesuai dengan pemahaman keahlian dan bidangnya. Kemasyhuran imam syafi’i sampai ke kota makkah sehingga ketika orang-orang yaman pergi ke makkah bersamanya, untuk melakukan umrah di bulan rajab, pujian dan sanjungan seringkali di ucapkan dari mulut mereka penduduk makkah sehingga seorang syaikh sufyan bin uyainah, seorang ahli hadist makkah, turut menyambut ketika bertemu dengannya dan berkata : kebaikan yang engkau perbuat di yaman telah sampai beritanya kepadaku, apapun yang engkau kerjakan untuk allah akan kembali kepadamu. Aku berharap tidak kembali lagi ke yaman. Namun imam syafi’i tidak memenuhi saran gurunya dan tetap kembali ke yaman, disana mereka telah menyediakan satu jabatan yang tinggi yaitu mengangkatnya menjadi hakim di Nujran. Penduduk nujran mencoba untuk mendekati dan mengambil perhatian imam syafi’i, seperti yang mereka lakukan kepada hakim-hakim sebelumnya, namu mereka gagal. Imam syafi’i tetap istiqamah dalam menegakkan keadilan dan menumbang kebatilan. Untuk itu mereka mulai merancangkan sebuah kejahatan untuk menghasut amirul mukminin bahwa syafi’i melawan pemerintah pusat. Dia meninggalkan yaman dan kembali ke makkah, dia tidak banyak melakukan hal-hal di yaman kecuali dia telah menikah dan mempunyai anak.

4.Kembalinya imam syafi’i ke makkah
 Imam syafi’i kembali ke makkah. Pada perjalanannya yang sebelumnya dia telah menyerap ilmu-ilmu dari hijaz dan iraq. Dia kembali dengan membawa ilmu raq'yi yang diperoleh dari pertemuannya dengan seorang fakih iraq yaitu muhammad bin hasan, teman abu hanifah. Ilmu ini dia sinergikan dengan ilmu ahli hijaz, yang diperolehnya dari imam maliki di masjid nabawi dan syaikh muslim khalid az-zanji, syaikh masjidil haram, dan sufyan bin uyainah seorang alim makkah. Kepulangan imam syafi’i bukan untuk bergabung dengan halaqah yang telah ada di Makkah, akan tetapi membuat halaqah yang baru, halaqah yang dibentuknya banyak menarik banyak kalangan ulama, mereka turut mendengarkan cara cara yang diterapkan dalam mengambil hukum. Diantara ulama ini adalah imam ahmad bin hanbal. Ketika beliau ke makkah untuk menunaikan ibadah haji. Beliau bertemu dengan ulama besar dan para perawi hadist terutama sufyan bin syafi’i. Seorang alim dari iraq yang datang bersama imam ahmad bin hanbal ke makkah untuk haji dan ilmu, dan belum mengetahui asy-syafi’i, berkata kepada imam ahmad : hai abdullah anda meninggalkan abu uyainah untuk datang kemari, beliau berkata; diam jika engkau ketinggalan sebuah hadist dari atas, engkau bisa dapatkan dari bawah, jika engkau ketinggalan akal ini, aku takut engkau tidak akan mendapatkan lagi, sungguh, aku belum pernah melihat seorang fakih tentang kitab allah kecuali pemuda ini. Aku bertanya ; siapakah dia, dia adalah muhammad bin idris.

5.Perjalanan imam syafi’i ke bagdad
Perjalanan ke bagdad yang kedua kalinya, terjadi pada tahun 195 H, setalah imam syafi’i mendapatkan kemasyhuran yang cukup besar, lewat ulama-ulama besar hadist dan fiqih; seperti; ahmad bin hanbal, ishaq bin ruhawaih, dan abdurrahman bin mahdi, ulama terakhir inilah meminta syafi’i untuk menulis bukunya yang terkenal “ar risalah “kitab yang memuat gagasan fiqih. Imam Syafi'i memasuki baghdad seraya mengumumkan ijtihadnya, dengan bekal ilmu, argumen yang kuat, serta kemampuan untuk menjelaskan ide-idenya. Di bagdad ia tinggal dirumah az-zaq'fani, seorang sastrawan yng kaya dan memiliki kedekatan dengan para penguasa iraq. Disana imam syafi’i mendatangi masjid al-jamik yang biasanya diadakan pengajian ilmu, dia mulai menyampaikan pelajaran tetang usul fiqih sehingga para pelajar dan ulama-ulama berbondong- bondong dalam menimba ilmu. Para ahli hadist dan fiqih iraq berlomba mendatangi Imam Syafi'i, mereka sangat mencintainya dimana ulama yang lain tidak merasakan hal yang sama. Ilmu yang dimiliki oleh imam asy-syafi’i ini sungguh memberikan manfaat kepada umat. Mereka juga sering melontarkan pujian kepada imam syafi’i. Para faqih dan ahli ijtihad serta ahli bahasa sepakat mengatakan “mereka belum pernah melihat alim seperi Imam Syafi'i

6.Perjalanan asy-syafi’i ke mesir
Ketika khalifah abbasiyah al-ma’mun bin harun ar-rasyid ingin mengangkat wali mesir, yaitu al-abbas bin musa. Dan Imam syafi’i memiliki hubungan yang baik dengan al-abbas bin musa, sehingga timbul keinginan untuk mengunjunginya di mesir. Ketika penduduk baghdad mengetahui rencana ini, maka mereka bersedia melepas kepergiannya, termasuk ibn hanbal. Dalam kepergiannya imam syafi’i ditemani oleh sejumlah murid-muridnya. diantaranya: ar-rabi’ al-mirawi, abdullah bin az-zubair al-humaidi dan yang lainnya. Tiba di mesir bulan syawwal tahun 199 H. Al-abbas bin musa penguasa baru mesir meminta asy-syafi’i tinggal dirumahnya, namun ia menolak dan memilih untuk tinggal bersama bani azdi. Pagi harinya, seorang alim bernama abdullah bin abdul hakam datang menemui imam syafi’i, ia adalah salah seorang ulama besar mesir saat itu dan salah seorang yang didektekan al-muwatta’ oleh Imam syafi'iketika berada di madinah. Ternyata ia sudah mendapati imam syafi’i telah memasuki masa tua, rambutnya dipenuhi oleh warna kemerah-merahan, badannya tinggi, suaranya sangat lantang, perkataannya menjadi hujjah dalam masalah bahasa, tercermin tanda-tanda keberanian, wajahnya tidak dipenuhi oleh daging, pipinya persegi panjang serta lehernya panjang demikian pula tangan dan kakinya.

C.Guru dan Murid Imam Syafi’i
Guru imam syafi’i yang pertama adalah muslim khalid az-zanji dan lain-lainnya dari makkah. Ketika umur belia 13 tahun beliau mengembara ke madinah. Di madinah beliau belajar dengan imam malik sampai imam malik meninggal dunia:

1.Gurunya di makkah: muslim bin khalid az-zanji, sufyan bin uyainah, said bin al-kudah, daud bin abdurrahman, al-attar dan abdul hamid bin abdul aziz bin abi daud.

2.Gurunya di madinah: malik bin anas, ibrahim bin sa’ad al-ansari, abdul ‘aziz bin muhammad az-ziwardi, ibrahim bin yahya, al usami, muhammad said bin abi fudaik dan abdullah bin nafi’ as-syaigh.

3.Gurunya di yaman: matraf bin mazin, hisyam bin yusuf kadhi bagi kota san’a, umar bin abi maslamah, dan al-laith bin sa’ad.

4.Gurunya di iraq: muhammad bin al hasan, wakiq’ bin al-jarrah al-kufiy, abu usamah hamad bin usamah al-kufiy, ismail bin attiyah al-basri dan abdul wahab bin abdul majid al-basri.

5.Gurunya di bagdad: muhammad bin al-hasan.

D.Murid-murid imam syafi’i
Di makkah : abu bakar al-humaidi, ibrahim bin muhammad al-abbas, abu bakar muhammad bin idris, musa bin abi al-jarud. Di bagdad: al-hasan as-sabah az-za’farani, al-husin bin ali al karabisi, abu thur al-kulbi dan ahmad bin muhammad al-asy’ari al-abasri. Di mesir: hurmalah bin yahya, yusuf bin yahya al-buwaiti, ismail bin yahya al-mizani, muhammad bin abdullah bin abdul hakam dan ar-rabi’bin sulaiman al-jizi. Diantara para muridnya yang termasyhur sekali adalah ahmad bin hanbal, yang mana beliau telah memberi jawaban kepada pertanyaan tentang imam syafi’i dengan katanya: allah ta’ala telah memberi kesenangan dan kemudahan kepada kami melalui imam syafi’i.

E.Kitab Imam Syafi’i 
Kitab kitabyangn di karang  Imam Syafi’i Yang Terkenal Para ulama telah menyebutkan karangan imam asy-syafi’i yang tidak sedikit diantara karangannya :
1. Kitab al-umm
Sebuah kitab tebal yang terdiri dari empat jilid dan berisi 128 masalah. Al-hafizh ibnu hajar berkata : jumlah kitab (masalah) dalam kitab al-umm lebih dari 140 bab-wallahu a’lam. Dimlai dari kitab at-thaharah (maslah bersuci) kemudian kitab (as-shalah) masalah shalat. Begitu seterusnya yang beliau susun berdasarkan bab-bab fiqih. Kitabnya yang diringkas oleh al-muzani yang kemudian dicetak bersama al-umm. Sebagian orang ada yang menyangka bahwa kitab ini bukanlah pena dari imam asy-syafi’i, melainkan karangan al-buwaiti yang disusun oleh ar-rabi’in bin sulaiman al-muradi. Bersama dengan kitab al-umm, dicetak pula kitab-kitab lainnya, yaitu :
a. Kitab jima’ul ‘ilmi sebagai pembela terhadap as-sunah dan pengamalannya.
b. Kitab ibthaalul istihsan, sebagai sanggahan terhadap para fuqaha (ahli fiqih) dari mazhab hanafi
c. Kitab perbedaan antara imam malik dan imam syafi’i
d. Kitab ar-radd ‘alaa muhammad bi hasan (bantahan terhadap muhammad bin hasan)

2. Kitab ar-rishalah jadidah
Sebuah kitab yang telah dicetak dan di tahqiq (diteliti) oleh syaikh ahmad syakir, yang diambil dari riwayat ar-rabi’in bin sulaiman dari imam asy-syafi’i. Kitab ini terdiri dari satu jilid besar. Didalam kitab ini imam syafi’i berbicara tentang al-quran dan penjelasannya, beliau mengemukakan bahwa banyak dalil mengenai keharusan berhujjah dan berargumentasi dengan as-sunah. Beliau juga mengupas masalah nasikh dan mansukh dalam al-quran dan as-sunah, menguraikan tentang ‘ilal/dalil ( ‘illat ) yang terdapat pada bagian hadist dan alasan dari keharusan mengambil hadist ahad sebagai hujjah dan dasar hukum, serta apa yang boleh diperselisihkan dan tidak boleh diperselisihkan di dalamnya. Selain kedua kitab yang telah disebutkan, ada bebeerapa kitab lain yang dinisbahkan kepada imam syafi’i, seperti kitab al-musnad, as-sunanar-radd ‘alal baraahimah, mihnatusy syafi’i, ahkamul al-quran dan lain-lain. Dasar atau sumber hukun yang digunakan imam syafi’i dalam melakukan ijtihad adalah :
1. Al-quran
2. Sunnah, baik yang mutawatir maupun yang ahad
3. Ijmak sahabatan
4. Qaul sahabi, atau perkataan sahabat secara pribadi
5. Qiyas,yaitu keharusan membawa furu’ (masalah baru) kepada ashal(masalah yang sudah ditetapkan hukumnya dalam nash).
6. Istishab, menggunakan hukum yang sudah ada sampai ada hukum baru yang mengubahnya.

F. Wafatnya Imam Asy-Syafi’i
Menjelang akhir hayatnya imam Imam syafi’i sibuk berdakwah, menyebarkan ilmu, dan mengarang kitab  di mesir, sampai hal itu memberikan mudharat bagi tubuhnya. Akibatnya,ia terkena penyakit wasir yang menyebabkan keluarnya darah. Tetapi karena kecintaannya terhadap ilmu. Imam syafi’i tetap melakukan pekerjaannya itu dengan tidak memperdulikan sakitnya, sampai akhir beliau wafat pada akhir bulan rajab tahun 204 H. Al-muzani berkata: tatkala aku menjenguk imam syafi’i pada saat sakit yang sudah sekarat, aku bertanya kepadanya : bagaimanakah keadaanmu, wahai imam ? imam syafi’i menjawab : aku akan meninggalkan dunia dan berpisah dengan para sahabatku. Aku akan meneguk piala kematian dan akan menghadap allah serta akan bertemu dengan amal jelekku. Demi allah, aku tidak tahu kemana ruhku akan kembali: ke surga yang dengannya aku akan bahagia atau ke neraka yang dengannya aku berduka. Kemudian imam syafi’i melihat di sekelilingnya seraya berkata kepada orang-orang di sekitar itu: jika aku meninggal, pergilah kalian kepada penguasa, dan mintalah kepadanya agar sudi memandikanku, lalu sepupunya berkata: kami akan turun sebentar untuk shalat, imam syafi’i menjawab, pergilah dan setelah itu, duduklah disini menunggu keluarnya ruhku. Lalu kami turun untuk shalat di masjid, ketika kami kembali, kami berkata kepadanya: apakah engkau sudah shalat ? sudah jawab imam syafi’i, lalu ia meminta segelas air, pada saat itu sedang musim dingin, kami berkata: biar kami campurkan dengan air hangat, ia berkata: jangan, sebaiknya dengan air safarjal. Lalu ia wafat. Ada yang mengatakan wafatnya pada akhir isya (menjelang subuh) dan ada juga yang mengatakan sesudah maghrib.

G. Imam Syafi’i adalah seorang ulama besar
Ulama yang terkenal dengan kecerdasan dan kata-kata mutiara yang penuh hikmah. Buktinya, beliau mampu menyusun kata-kata mutiara yang mendalam dalam bait-bait syair. Syair-syair beliau dibukukan dan dinamai Diwan asy-Syafi’i. Di antara syair beliau yang sangat baik dan masyhur kita renungkan maknanya adalah nasihat beliau agar seseorang berhijrah/merantau, meninggalkan kampung halaman/zona nyamannya menuju wilayah baru, suasana baru, pengalaman baru, dan berkenalan dengan orang-orang baru pula. Nasihat tersebut disusun dalam bait syair berikut ini:

Ł…َŲ§ ŁِŁŠ Ų§Ł„Ł…ُŁ‚َŲ§Ł…ِ Ł„ِŲ°ِŁŠْ Ų¹َŁ‚ْŁ„ٍ ŁˆَŲ°ِŁŠْ Ų£َŲÆَŲØٍ          Ł…ِŁ†ْ Ų±َŲ§Ų­َŲ©ٍ ŁَŲÆŲ¹ِ Ų§Ł„Ų£َŁˆْŲ·َŲ§Ł†َ ŁˆŲ§ŲŗْŲŖَŲ±ِŲØ

Ų³َŲ§ŁِŲ±ْ ŲŖَŲ¬ِŲÆْ Ų¹ِŁˆَŲ¶Ų§ً Ų¹َŁ…َّŁ†ْ ŲŖُŁَŲ§Ų±ِŁ‚ُŁ‡ُ            ŁˆَŲ§Ł†ْŲµَŲØْ ŁَŲ„Ł†َّ Ł„َŲ°ِŁŠŲ°َ Ų§Ł„ْŲ¹َŁŠْŲ“ِ ŁِŁŠ Ų§Ł„Ł†َّŲµَŲØِ

Ų„ِŁ†ِّŁŠ Ų±َŲ£َŁŠْŲŖُ ŁˆُŁ‚ُŁˆْŁَ Ų§Ł„Ł…َŲ§Ų”َ ŁŠُŁْŲ³ِŲÆُŁ‡ُ             Ų„ِŁ†ْ Ų³َŲ§Ų­َ Ų·َŲ§ŲØَ ŁˆَŲ„Ł†ْ Ł„َŁ…ْ ŁŠَŲ¬ْŲ±ِ Ł„َŁ…ْ ŁŠَŲ·ِŲØِ

ŁˆَŲ§Ł„Ų£ُŲ³ْŲÆُ Ł„َŁˆْŁ„َŲ§ ŁِŲ±َŲ§Ł‚ُ Ų§Ł„Ų£َŲ±ْŲ¶ِ Ł…َŲ§ Ų§ŁْŲŖَŲ±َŲ³َŲŖْ           ŁˆَŲ§Ł„Ų³َّŁ‡ْŁ…ُ Ł„َŁˆْŁ„َŲ§ ŁِŲ±َŲ§Ł‚ُ Ų§Ł„Ł‚َŁˆْŲ³ِ Ł„َŁ…ْ ŁŠُŲµِŲØْ

ŁˆَŲ§Ł„Ų“َّŁ…ْŲ³ُ Ł„َŁˆْ ŁˆَŁ‚َŁَŲŖْ ŁِŁŠ Ų§Ł„ŁُŁ„ْŁƒِ ŲÆَŲ§Ų¦ِŁ…َŲ©ً          Ł„َŁ…َŁ„َّŁ‡َŲ§ Ų§Ł„Ł†َّŲ§Ų³ُ Ł…ِŁ†ْ Ų¹ُŲ¬ْŁ…ٍ ŁˆَŁ…ِŁ†َ Ų¹َŲ±َŲØِ

ŁˆَŲ§Ł„ŲŖُŲ±ْŲØُ ŁƒَŲ§Ł„ŲŖُŲ±ْŲØِ Ł…ُŁ„ْŁ‚ًŁ‰ ŁِŁŠ Ų£َŁ…َŲ§ŁƒِŁ†ِŁ‡ِ           ŁˆَŲ§Ł„Ų¹ُŁˆْŲÆُ ŁِŁŠ Ų£َŲ±ْŲ¶ِŁ‡ِ Ł†َŁˆْŲ¹ٌ Ł…ِŁ†ْ Ų§Ł„Ų­َŲ·َŲØِ

ŁَŲ„ِŁ†ْ ŲŖَŲŗَŲ±َّŲØَ Ł‡َŲ°َŲ§ Ų¹َŲ²َّ Ł…َŲ·ْŁ„ُŲØُŁ‡ُ                   ŁˆَŲ„ِŁ†ْ ŲŖَŲŗَŲ±َّŲØَ Ų°َŲ§Łƒَ Ų¹َŲ²َّ ŁƒَŲ§Ł„Ų°َّŁ‡َŲØِ

1.Merantaulah Orang berilmu dan beradab tidak diam beristirahat di kampung halaman. Tinggalkan negerimu dan hidup asing  (di negeri orang)

2.Merantaulah Kau akan dapatkan pengganti dari orang-orang yang engkau tinggalkan (kerabat dan kawan). Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.

3.Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan..
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, akan keruh menggenang.

4.Singa jika tak tinggalkan sarang, tak akan dapat mangsa..
Anak panah jika tak tinggalkan busur, tak akam kena sasaran.

5.Jika matahari di orbitnya tak bergerak dan terus berdiam..
tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang.

6.Bijih emas tak ada bedanya dengan tanah biasa di tempatnya (sebelum ditambang). Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa jika di dalam hutan.

7.Jika gaharu itu keluar dari hutan, ia menjadi parfum yang tinggi nilainya.
Jika bijih memisahkan diri (dari tanah), barulah ia dihargai sebagai emas murni.

H.Kesimpulan
Ini adalah beberapa kelebihan dari 4 Imam mazhab dengan keilmuan mereka bagaikan matahari di siang hari sudah sepatutnya bagi kita meneladani karakter yang mereka miliki karena kedekatan mereka kepada Allah swt. 
1. Umur Imam Abu Hanifah bin Nu’man 70 tahun (80 H-150 H)
2. Umur Imam Malik 89 tahun (90 H- 179 H)
3. Umur Imam Syafii 54 tahun (150 H -204), 
4. Umur Imam Ahmad bin Hambal 77 tahun (164 H- 241 H)

Referensi ;
Kitab I’anatu Thalibin Juz 1 Hal.16-17.
Kitab Diwan As-Syafi'i Halaman 15.

NB: 
Penulis minta maaf atas kekurangan dan kesilapan yang namun tujuan sama, mohon tinggalkan pesan demi kemeslahatan bersama,AD DINU NASIHAH  agama itu saling nasehat menasehati 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah mengenai Hari Raya Idul Fitri

MAKALAH TENTANG SISTIM EKONOMI ISLAM

POTRET IMAGENASI DIKISAHKAN OLEH APAYUS ALUE GAMPOENG TENTANG Kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah