HUKOM PEUCINA BUTA
HUKOM PEUCINA BUTA
Bagaimanakah cara Menikah Kembali Terhadap Istri yang di Talaq 3 tiga
Sebagaimana diketahui, perempuan yang telah ditalak tiga (ba’in kubra) tidak boleh dirujuk oleh suami yang mencerainya terkecuali setelah menikah lagi dengan laki-laki lain, berdasarkan fir man Allah,
فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُۥ مِنۢ بَعْدُ حَتَّىٰ تَنكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُۥ ۗ فَإِن طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ أَن يَتَرَاجَعَآ إِن ظَنَّآ أَن يُقِيمَا حُدُودَ ٱللَّهِ ۗ وَتِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Artinya:
Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui (Q.S. al-Baqarah [2]: 230
Dengan kata lain, muhallil adalah laki-laki yang menikahi perempuan yang telah ditalak tiga dengan tujuan menghalalkan (tahlil) suami pertama untuk menikah kembali dengan perempuan tersebut. Pernikahan muhallil yang bertujuan untuk membangun kehidupan suami-istri yang wajar dan langgeng tentunya tidak ada masalah, sebab itu pula yang dikehendali ayat di atas, hingga ia menikah dengan laki-laki lain. Namun, pernikahan muhallil yang singkat, sementara, bahkan disyaratkan harus bercerai setelah si perempuan dicampuri, inilah yang dipermasahkan. Sebab, masuk ke dalam kecaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam salah satu haditsnya.
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُحَلِّلَ، وَالْمُحَلَّلَ لَهُ
artinya:
telah melaknat muhallil dan muhallal lah, (HR Ibnu Majah). Jika muhallil adalah laki-laki yang menikahi perempuan yang telah ditalak tiga dengan tujuan menghalalkan suami pertama untuk menikah kembali dengan perempuan tersebut, maka muhallal lah adalah bekas suami yang menyuruh muhallil untuk menikahi mantan istrinya agar istri tersebut boleh dinikahinya lagi. Karenanya, supaya pernikahan muhallil ini sah, para ulama telah merinci syarat dan ketentuannya. Antara lain 5 syarat yang dikemukakan oleh para ulama Syafi’iya
Al-Ghâyah wa al-Taqrîb (Abu Syuj ), halaman. 33
فإن طلقها ثلاثا لم تحل له إلا بعد وجود خمس شرائط انقضاء عدتها منه وتزويجها بغيره ودخوله بها وإصابتها وبينونتها منه وانقضاء عدتها منه
Makna matan kitab :
Maka jika Jika suami telah menTalaqnya dengan talak tiga, maka tidak boleh baginya (rujuk/nikah) kecuali setelah ada lima syarat:
(1) sang istri sudah habis masa iddahnya darinya,
(2) sang istri harus dinikah lebih dulu oleh laki-laki lain (muhallil),
(3) si istri pernah bersenggama dan muhallil benar-benar penetrasi kepadanya,
(4) si istri sudah berstatus talak ba’in dari muhallil,
(5) masa iddah si istri dari muhallil telah habis,”
Dalam kitab ianathuthalibin pada masalah bab talaq telah di kupas secara rinci
فرع في.حكمالمطلقة بالثلاث، حرم لحر من طلقها) ولو قبل الوطئ (ثلاثا ولعبد من طلقها ثنتين) في نكاح أو أنكحة (حتى تنكح) زوج غيره بنكاح صحيح ثم يطلقها وتنقض عدتها منه كما هو معلوم (ويولج) بقبلها (حشفة) منه أو قدرها من فاقدها مع افتضاض لبكر، وشرط كون الايلاج (بانتشار) للذكر، أي معه وإن قل أو أعين بنحو إصبع، ولا يشترط إنزال، وذلك للآية. والحكمة في اشتراط التحليل التنفير من استيفاء ما يملكه من الطلاق
Makna matan kitab :
Mengenai Hukum perempuan Yang Ditalaq Tiga) Haram bagi lelaki merdeka, menikah orang yang telah ia talak tiga-walaupun belum pemah setubuhi, dan bagi budak orang yang telah ditalaq dua, baik dalam satu atau beberapa nikah,sehingga perempuan itu nikah dengan lelaki lain secara shahih kemudian ditalak oleh lelaki lain dan habis masa iddah dari lelaki tersebut itu seperti yang telah diketahui, serta lelaki itu telah memasukkan kepada zakamya atau seukur kepala zakar orang bila putus kepala zakamya kedalam faraj perempuan tersebut, lagi pula selaput perawannya hingga pecah bagi perempuan yang masih perawan. Pemasukan kepala zakar itu disyaratkan dalam keadaan tegang,walaupun tegang ringan atau ditolong dimasukkan memakai semacam jari. Dan tidak disyaratkan sampai Inzal (keluar air mani). Hal itu (selanjutnya disebut "Tahlil" dan suami kedua yaitu pentahlil disebut "Muhallil"), karena berdasarkan ayat Al-Qur'an. Hikmah disyaratkan Tahlil, itu mem buat suami agar menyingkiri menghabiskan jumlah talaq yang dimiliki.
KESIMPULAN,
Peucina buta pernikahan muhallil yang dibolehkan adalah pernikahan tanpa syarat cerai sewaktu akad. Adapun pernikahan muhallil dengan niat atau motif tersembunyi untuk menceraikan, tetap dihukumi sah hanya saja makruh menurut Syafi‘i. Pasalnya, secara zahir akad nikah sudah memenuhi syarat dan rukun. Makruh karena pernikahan bukan untuk membangun rumah tangga yang wajar, langgeng, berketurunan, bergaul secara lumrah, dan seterusnya. Tidak ada pengaruhnya motif yang tersimpan di belakang akad. Singkatnya, pernikahan muhallil yang secara terang-terangan disyaratkan sewaktu akad untuk menghalalkan suami pertama, tidak diperbolehkan, bahkan haram menurut ulama jumhur, sedangkan Imam Malikiyyah, Imam Syafi‘iyyah, Imam Hanbaliyyah, pada Zhahiriyyah dan makruh tahrim menurut ulama Hanafi. (Lihat: al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuhu, [Darul Fikr: Damaskus] jilid 9, hal. 7001). Wallahu ‘alam.
Demikianlah kupasan ringkas semoga bermamfaat bagi netizen
Komentar