MARI MEMAHAMI BERWUDHU' DENGAN MENGGUNAKAN GAYUNG MENGAMBIL AIR KURANG DARI DUA KULAH

 

 

MARI MEMAHAMI BERWUDHU' DENGAN MENGGUNAKAN GAYUNG  MENGAMBIL AIR KURANG DARI DUA KULAH

Articel, Universitas Islam Dunia. 16, Juni 2020

A. pendahuluan
Wudhu adalah salah satu syariat dalam Islam yang merupakan syarat untuk melaksanakan ibadah shalat dan thawaf mengelilingi ka’bah. Tahukah Anda? Ternyata banyak sekali keutamaan wudhu yang jarang kita ketahui. Berikut ini akan kita kaji bersama hadits-hadits tentang keutamaan wudhu, mulai dari keutamaan menjaga wudhu, menyempurnakan wudhu, keutamaan wudhu ketika di hari kiamat dan lain sebagainya Keutamaan Wudhu Kelak di Hari Kiamat

إِنَّ أُمَّتِي يُدْعَوْنَ يَوْمَ القِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ آثَارِ الوُضُوءِ، فَمَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ

Sesungguhnya umatku akan dipanggil di hari kiamat dengan wajah bersinar berseri-seri karena bekas air wudhu, maka barang siapa diantara kalian yang mampu memanjangkan cahaya wajahnya maka lakukanlah (HR. Bukhari)

Walid Blang Jruen ingin menyammpaikan bahwa permasalahan wudhu menggunakan air yang kurang dari dua kulah (kurang dari 216 liter) sebermula dari apakah sah berwudhu' menggunakan air musta'mal ataukah tidak. Adapun yang dimaksud kulah atau qullah dalam bahasa Arab adalah ukuran air yang digunakan di masa Rasulullah  masih hidup.

B. Pembahasan fiqh tentang  air musta’mal.

Air musta'mal adalah air yang telah digunakan untuk bersuci pada tempat yang fardhu. Bersuci di sini mencakup wudhu' dan menghilangkan najis. Sementara yang dimaksud bersuci pada tempat yang fardhu adalah basuhan wudhu' yang pertama.

Dan Jika seseorang berwudhu' dengan membasuh muka dengan tiga kali basuhan, maka basuhan pertama hukumnya fardhu, sedangkan basuhan kedua dan ketiga hukumnya sunnah. Sehingga air musta'mal dalam masalah ini adalah air untuk basuhan yang pertama saja tidak yang lain. Adapun air bekas basuhan kedua dan ketiga masih dihukum air mutlak (air suci mensucikan) artinya bukan air yang musta'mal.

Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa air musta'mal adalah suci tetapi tidak mensucikan. Ini merupakan juga pendapat paling kuat dalam Mazhab Hanbali. Sehingga bersuci dengan air musta'mal adalah tidak sah.

Alasan tidak sahnya berwudhu menggunakan air musta'mal adalah karena air tersebut kotor dari kacamata syariat, meskipun terlihat bersih secara inderawi. Rasulullah  bersabda:

مَا مِنْكُمْ رَجُلٌ يُقَرِّبُ وَضُوءَهُ فَيَتَمَضْمَضُ وَيَسْتَنْشِقُ فَيَنْتَثِرُ إِلاَّ خَرَّتْ خَطَايَا وَجْهِهِ وَفِيهِ وَخَيَاشِيمِهِ ثُمَّ إِذَا غَسَلَ وَجْهَهُ كَمَا أَمَرَهُ اللَّهُ إِلاَّ خَرَّتْ خَطَايَا وَجْهِهِ مِنْ أَطْرَافِ لِحْيَتِهِ مَعَ الْمَاءِ ثُمَّ يَغْسِلُ يَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ إِلاَّ خَرَّتْ خَطَايَا يَدَيْهِ مِنْ أَنَامِلِهِ مَعَ الْمَاءِ ثُمَّ يَمْسَحُ رَأْسَهُ إِلاَّ خَرَّتْ خَطَايَا رَأْسِهِ مِنْ أَطْرَافِ شَعْرِهِ مَعَ الْمَاءِ ثُمَّ يَغْسِلُ قَدَمَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ إِلاَّ خَرَّتْ خَطَايَا رِجْلَيْهِ مِنْ أَنَامِلِهِ مَعَ الْمَاءِ

Tidak ada dari kalian yang mendekatkan air wudhu' lalu berkumur, istinsyaq (memasukkan air ke hidung) dan menyemburkannya, kecuali berjatuhan dosa-dosa wajah, mulut, dan janur hidungnya. Kemudian apabila ia membasuh wajahnya sebagaimana diperintahkan Allah, kecuali berjatuhan dosa-dosa wajahnya dari ujung jenggotnya bersama air. Kemudian membasuh kedua tangannya sampai kedua sikunya kecuali berjatuhan dosa-dosa kedua tangannya dari ujung jarinya bersama air. Kemudian mengusap kepalanya, kecuali berjatuhan dosa-dosa kepalanya dari rambutnya bersama air. Kemudian membasuh kedua kakinya sampai dua mata kakinya kecuali berjatuhan dosa-dosa kakinya dari ujung jari-jari kakinya bersama air (HR. Muslim).

Dalam hadis lain juga nabi nersabda:
Wudhu dapat Melebur Dosa Anggota Tubuh yang Terkena Air Wudhu

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ، حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ

Barang siapa yang berwudhu dengan bagus maka gugurlah kesalahan-kesalahannya dari badannya hingga gugur keluar dari bawah kuku-kukunya.
(HR. Muslim )

Hal yang berbeda dikemukakan oleh ulama mazhab Maliki yang berpendapat bahwa air musta'mal adalah suci dan mensucikan tetapi makruh digunakan berwudhu.

Mereka mengatakan bahwa pendapat yang mengatakan kotornya air karena dosa-dosa yang berjatuhan saat membasuh adalah sesuatu yang tidak bisa ditangkap oleh panca indera manusia pada umumnya, padahal manusia tidak dituntut kecuali terhadap sesuatu yang dapat ia saksikan.

Sementara itu, terkait berwudhu menggunakan gayung dengan mengambil air yang kurang dari dua kulah Rasulullah  bersabda:

إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ فَإِنَّهُ لاَ يَنْجُسُ

Jika air ada dua kulah, maka sesungguhnya ia tidak najis (HR. Abu Dawud).

Terkait pertanyaan di atas tadi kami melihat ada dua  pertanyaan yang dimaksudkan:

Pertama, Oleh seseorang berwudhu memakai gayung, lalu air di dalam gayung itu diambil menggunakan tangan dengan cara memasukkannya untuk ber wudhu'.

Kedua, Seseorang berwudhu' memakai gayung sebagai alat mengambil air ke dalam kulah dan menyiramkannya ke bagian anggota (badan) wudhu tanpa memasuk kan tangan ke gayung.

Maka jawabannya sebagai berikut:

1.Jika tangan dimasukkan kedalam gayung untuk membasuh selain tangan, seperti muka atau mengusap kepala, maka wudhunya sah, karena dapat dipastikan bahwa niatnya memasukkan tangan adalah untuk mengambil air, bukan untuk menghilangkan hadas ditangan yang di dipakai sebagai gayung.

2. Jika seseorang memasukkan tangan ke dalam gayung dengan niat membasuh tangan (menghilangkan hadasnya tangan) dan itu adalah basuhan yang pertama, maka air di dalam gayung menjadi musta'mal. Sehingga air di dalam gayung tidak sah dipakai untuk basuhan berikutnya ya. Jika niatnya untuk mengambil air, bukan untuk membasuh tangan, maka air di dalam gayung masih dihukumi air mutlak (air suci dan mensucikan), bukan musta'mal. sebagai mana jika seseorang meninmba air satu timba sedang lalu meletakkannya di lantai atau apapun kemudian dia mencelupkan tangan keperluan sedikit air bukan keperluan membasuh tempat basuh wajib yang sertai niat, maka hukum air tersebut air mutlak suci menyucikan.

C. Penutup
Dari pembahasan sekaligus pertanyaan pertanyaan di atas dpat kita simpuljan bahwa yang (berwudhu' menggunakan gayung tanpa memasukkan tangan ke gayung), maka jawabannya sebagai berikut:

1.Apabila air didalam kulah tersebut kurang dari dua kulah, maka penyiramannya harus dilakukan di luar kulah, sehingga air dari anggota wudhu tidak jatuh atau bertetesan kembali ke dalam kulah. Jika air basuhan bertetesan ke dalam kulah, maka air di dalam kulah menjadi musta'mal tidak bisa menyucikan lagi hanya sebatas suci sahaja

2. Apabila air di dalam kulah sampai dua kulah atau lebih, maka tidak apa-apa jika air basuhan menetes kembali ke dalam bak tetap bisa menyucikan dan suci

Saran Walid Blang Jren, jika Sahabat Netizen  berwudhu' dengan menggunakan gayung dari sebuah tempat air baik itu dirasa lebih atau kurang dari dua kulah, maka pastikan bahwa tetesan-tetesan air bekas basuhan pertama itu tidak sampai tumpah atau terciprat ke dalam kolam atau kulah tempat air itu diambil. Dengan kehati-hatian seperti ini, maka kesucian air akan lebih terjamin untuk digunakan berwudhu.

Wallahu a’lam bissawab.


Referensi: 

Tuhfatul Muhtaj, Ibnu Hajar Al-Haitami. Bidayatul Mujtahid, Ibnu Rusyd Kifayatul Akhyar, Taqiyuddin Al-Husaini,

Jika artikel ini bermanfaat, jangan lupa share. Semoga dapat menjadi amal jariyah bagi kita semua. Aamiin yarabbal alamin .

Jika Punya pertanyaan terkait Islam? Silakan kirim pertanyaanmu ke Universitas Islam Dunia

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah mengenai Hari Raya Idul Fitri

MAKALAH TENTANG SISTIM EKONOMI ISLAM

POTRET IMAGENASI DIKISAHKAN OLEH APAYUS ALUE GAMPOENG TENTANG Kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah