ANALISIS KRIMINOLOGI PENCABULAN OLEH AYAH TERHADAP ANAK KANDUNG
ANALISIS KRIMINOLOGI PENCABULAN OLEH AYAH
TERHADAP ANAK KANDUNG
Universitas Islam Dunia,28 pebruari 2021
Pembahasan tentang pelanggaran
hukum,zina,criminal,dan perampasan hak-hak kemerdekaan anak, baik dari segi
sudut pandang ayat,hadist,dan hukum pidana Indonesia
Ditulis 0leh; Walid Blang Jruen
Alumni Pascasarjana IAIN Lhokseumawe
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Dengan Nama
Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang
Pertama-tama disampaikan rasa syukur kehadiran Allah SWT yang
maha pengasih lagi maha penyayang
atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga ini dapat diselesaikan. merupakan salah satu penelitian tentang pencabulan anak. Sehubung dengan penelitian ini lahirlah sebuah kariya ilmiah yang berjudul
(Analisis Kriminologi Pencabulan Oleh
Ayah Terhadap Anak Kandung). Pelaku pencabulan saat ini tidak hanya berasal dari orang
jauh, akan tetapi sudah banyak dilakukan oleh orang
terdekat atau keluarga korban bahkan ayah
kandungnnya. Seperti yang terjadi di wilayah beberapa tempat Di Aceh, kasus ini diteliti dengan mempelajari tentang modus-modus yang
di gunakan oleh pelaku, faktor-faktor penyebab dan penanggulangan
yang dilakukan oleh pihak yang bertanggung jawab dalam mencegah kejahatan pencabulan
ini tidak terulang kembali. Jenis penelitian ini adalah penelitian (yuridis empiris) yaitu menggunakan
data
primer melalui wawancara dan
data skunder melalui penelusuran
kepustakaan
(liberary research)
Berdasarkan hasil penelitian ini terungkap bahwa modus pelaku
adalah
melakukan perbuatan
cabul dengan mengancam sikorban untuk membunuhnya jika sikorban tidak menuruti keinginan nafsu bejat sang
ayah maka putri
semata wayangnnya yang masih
belum berusia 15 tahun,
menjadi korban pencabulan berulang kali yang dilakukan
oleh ayah kandungnya sendiri yang tidak di ketahui oleh
ibu
kandungnya.
Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya pencabulan yang dilakukan ayah terhadap anak kandung ini adalah perangkat hukum yang kurang melindungi masyarakat, penegakan hukum yang lemah, kerusakan moral yang diseabkan oleh kebanyakan nonton porno,kurangnnya kesadaran masyarakat akan bahaya kejahatan, pembangunan, terbukanya peluang bagi pelaku kejahatan, iman yang lemah, psikologi, sosiologi, hasil wawancara dengan pihak perangkat Gampong mengungkapkan bahwa upaya penanggulangan serta pencegahan yang dilakukan pihak aparatur Gampong adalah dengan cara pre-emtif misalnya menghimbau kepada masyarakat agar lebih waspada terhadap kejahatan yang terjadi kepada anak, karena saat ini kejahatan pencabulan sering ditemui, upaya penanggulangan dengan cara preventif dengan cara melakukan suatu usaha atau kegiatan yang positif, upaya penanggulangan dengan cara represif dengan cara penyedian perangkat-perangkat hukum baik yang diperlukan untuk melindungi masyarakat.
Kata Kunci: Analisis Kriminologi Pencabulan Oleh Ayahterhadap Anak Kandung
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Anak merupakan amanah dan anugerah dari
Allah Tuhan Yang
Maha Kuasa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap
anak mempunyai harkat dan martabat yang
patut dijunjung
tinggi dan setiap anak yang
terlahir harus mendapatkan hak-haknya tanpa anak tersebut meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan konvensi Hak-Hak Anak yang
diratifikasi pemerintah Indonesia melalui keputusan
Presiden Nomor 36 Tahun 1990 yang
mengemukakan tentang prinsip-prinsip perlindungan anak ,yaitu non
diskriminasi, kepentingan terbaik anak kelangsungan hidup dan tumbuh kembang,dan menghargai partisipasi anak[1]Perlu
kita memahami tentang Makna anak, anak
dari berbagai cabang ilmu akan memiliki perbedaan baik
secara substansional, fungsi,
dan tujuan.
Bila
kita soroti dari sudut pandang agama pemaknaan
anak
diasosiasikan
bahwa anak adalah makhluk
ciptaan Allah Yang Maha Kuasa, yang dhaif dan berkedudukan mulia hampir setingkat Malaikat, dimana keberadaan melalui proses penciptaan yang berdimensi kewenangan
kehendak Allah Yang Maha Kuasa. Batasan
tentang anak sangat urgen
dilakukan untuk melaksanakan kegiatan
perlindungan anak dengan benar dan terarah, semata-mata untuk mempersiapkan generasi mendatang
yang tangguh
dan dapat menghadapi segala tentang dunia[2]Menurut IASC (Unter Agency Standing Committee) kejahatan
seksual
merupakan semua tindakan seksual, percobaan
tindakan
seksual,
komentar yang
tidak diinginkan, perdagangan seks, dengan menggunakan paksaan, ancaman, paksaan fisik oleh siapa saja tanpa memandang
hubungan dengan korban, dalam
situasi apa saja, termasuk
tapi
tidak terbatas pada rumah
dan
pekerjaan[3]
Dalam Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
ditetapkan bahwa setiap
anak berhak
atas perlindungan oleh
orang tua, keluarga, masyarakat dan negara (Pasal 52 ayat (1)). Hak anak adalah hak asasi manusia
dan
untuk kepentingan hak anak diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan
(ayat (2)).
Setiap
anak
sejak
dalam kandungan
berhak
untuk
hidup, mempertahankan hidup
dan meningkatkan
taraf
kehidupannya (Pasal 53 ayat (1)). Setiap anak sejak kelahirannya, berhak atas sesuatu nama dan status kewarganegaraan[4]
Konsepsi kejahatan sebagai hasil dari sistem sosial adalah perspektif yang kian banyak dianut dalam kriminologi. Tampak bahwa mengenai macam-macam
lingkungan
menekankan
pada
struktur kesempatan yang berada atau differential
opportunity structure seperti kemiskinan, pergaulan buruk, lingkungan non pendidikan,lingkungan permainan judi,
rasisme dan lain sebagainya sebagai faktor-faktor penyebab yang
penting. Sebab-
sebab kejahatan
melibatkan pula keluarga, kelompok sepermainan
dan komuniti setempat. Seperti konsep konsep dasar kemanusiaan dan keadilan. Oleh karena
itu, kriminologi dengan tata pandang
dan wawasan seperti ini bukan mencerminkan rumusan-rumusan resmi yang dominan mengenai perilaku yang melanggar hukum, melainkan menganjurkan perundang-undangan yang lebih adil.[5]
Dalam Undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang
perlindungan anak,
bahwa penyeleng garaan
perlindungan
anak
berdasarkan
Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.[6]Sebagaimana telah di ubah dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak
diatur dalam Pasal 81 Pasal 76
D Undang-Undang No.23 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
No.35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak yang menentukan
sebagai berikut:
1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama
15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000.00 (lima miliar eupiah).
2. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi
setiap orang yang dengan sengaja melakukan
muslihat serangkaian kebohongan, atau
membujuk
anak melakukan persetubuhan dengannya atau
dengan orang lain.
3. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh
orang tua, wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidana ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Anak-anak membutuhkan perlindungan dan perawatan khusus dari setiap
pihak. Perlindungan yang
diberikan kepada anak tentunya berbeda dengan perlindungan yang
diberikan kepada termasuk perlindungan hukum yang
berbeda
dari
orang dewasa. Hal ini didasarkan pada alas an fisik dan mental anak-anak yang belum dewasa dan matang.
Anak perlu mendapatkan
suatu
perlindungan yang
telah termuat dalam
suatu peraturan perundang-undangan. Setiap anak kelak mampu memikul
tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat
kesempatan yang seluas-
luasnya untuk tumbuh dan berkembang
secara optimal baik fisik,
mental, sosial,
beraklak mulia perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahtraan anak
dengan memberikan
jaminan
terhadap
pemenuhan hak-haknya
serta adanya perlakuan tanpa dikriminatif. Termasuk ketika anak berada pada posisi sebagai korban
dan atau sebagai saksi. Anak menjadi korban tindak piadana disebut anak korban adalah anak yang
belum berumur 18 (delapan belas)
tahun yang
mengalami penderitaan fisik,
mental,
dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan
oleh
tindak pidana.
Undang-undang Perlindungan Anak juga mengatur bahwa setiap anak
yang menjadi korban
atau pelaku kekerasan seksual atau yang
berhadapan dengan
hukum berhak dirahasiakan, dan setiap anak yang menjadi korban atau pelaku
tindak
pidana berhak mendapatkan bantuan hukum
dan bantuan lainnya.[7]Salah satu perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana adalah pencabulan.Undang-Undang
Hukum Pidana
(KUHP) meng
golongkan tindak pidana pencabulan ke dalam tindak pidana kesusilaan. KUHP belum mendefinisikan dengan jelas maksud dari pencabulan itu sendiri dan
terkesan
mencampur
adukkan pengertiannya dengan
perkosaan atau persetubuhan. Anak dalam konteks kebangsaan adalah generasi penerus bangsa dan pembangunan negara, anak adalah penerus cita-cita bangsa maka oleh karena itu anak harus senantiasa mendapatkan hak
asasinya dan mendapatkan perlindungan dalam setiap lingkungan, baik
lingkungan terkecil yaitu
keluarga,
hinggalingkungan
terbesar yaitu Negara.[8]Surah
tentang larangan
menyetubuhi
anak kandung dalam Al Qur’an Surat An-Nisa' Ayat 23:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ
أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ
وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ
وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ
اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ
لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ
أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ
الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
Artinya:Diharamkan
atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu
yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu
yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara -saudara mu yang laki-laki;
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang
menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua);
anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu
campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu)
isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan)
dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nisa:23).
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa di agama Islam dilarang
perkawinan sedarah. Dan haram bagi seorang ayah mengawini dan mempersetubuhi anak kandung perempuan
nya.Pelaku pencabulan saat ini tidak hanya berasal dari orang
jauh, akan tetapi sudah banyak dilakukan oleh orang
terdekat atau keluarga korban bahkan ayah
kandungnnya. Seperti yang terjadi di beberapa
tempat di aceh. Kejadian permasalahan
ini dengan membaca berita dikoran di tv dan sumber sumber lain bahwa di
Indonesia sudah banyak sekali kejidian ini bahkan berulang kali Semakin lama semakin banyak kejahatan dengan modus yang berbagai macam cara yang lakukan seseorang untuk memuaskan hawa nafsu syahwat
dirinya sendiri,
sehingga melibatkan orang lain atau
keluarganya sendiri,
dan sudah menjadi kebiasaan
dan tidak takut lagi dengan
adanya undang-undang
hukum pidana yang mengatur
apa
yang telah
kita
perbuat.
B. Pembahasan
pembahasan
mengenai masalah-masalah kejahatan sudah dipelajari lebih awal[9].Kriminologi
dapat digolongkan sebagai disiplin ilmu yang baru muncul belakangan, namun,
pembahasan mengenai kejahatan setidaknya sudah muncul sejak 250 tahun yang
lalu. Kriminologi berasal dari bahasa latin, yaitu crimen dan logos. Crimen
berarti kejahatan, sementara logos berarti ilmu. Dengan demikian, secara
harfiah, kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan, atau lebih
tepatnya kriminologi mempelajari segala aspek tentang kejahatan. Kata
“kriminologi”[10]
pertama kali digunakan orang yang meneliti dengan pendekatan antropologi fisik
bagaimana bentuk tubuh mempengaruhi seseorang untuk berbuat jahat. Namun,
pembahasan mengenai masalah-masalah kejahatan sudah dipelajari lebih awal[11],
Kriminologi dapat digolongkan sebagai disiplin ilmu yang baru muncul
belakangan, namun, pembahasan mengenai kejahatan setidaknya sudah muncul sejak
250 tahun yang lalu[12].
Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang kejahatan. Nama kriminologi yang
seorang ahli antopologi prancis, secara harafiah berasal dari kata “crimen” yang
berarti kejahatan atau penjahat dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan, maka
kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan
dan
penjahat[13]Secara etimologi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan berasal dari kata crimen yang berarti kejahatan dan logos yang
berarti pengetahuan atau ilmu pengetahuan.
Dengan demikian dapat
dikatakan kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahata[14]Beberapa sarjana terkemuka
memberikan definisi kriminologi
sebagaiberikut:[15]
1. W.A Bonger: Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan yang menyelidiki gejala kejahatan
yang seluas-luasnya (kriminologi teoritis atau
murni).Bersifat teoritis atau murni yang mencoba memaparkan sebab- sebab kejahatan menurut berbagai aliran dan melihat berbagai gejala sosial
seperti penyakit masyarakat yang dinilai berpeng aruh terhadap
perkembangan kejahatan.
2. Frij: Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan,
bentuk,
sebab, dan akibatnya.
3. Van Bamellen:
Kriminologi adalah ilmu yang mempelajari kejahatan, yaitu perbuatan yang
merugikan dan kelakuan yang
tidak sopan yang
menyebabkan adanya teguran dan
tantangan
4. E.H.Sutherland dan Cressey: Berpendapat bahwa yang termasuk dalam
pengertian kriminologi adalah proses pembentukan
hukum, pelanggaran
hukum.
5. E.H. Sutherland dan Kathrine S. Williams:Menyatakan kriminologi adalah ilmu dari berbagai ilmu pengetahuan yang
mempelajari kejahatan
sebagai fenomena sosial.
Dengan demikian kriminologi tidak hanya mempelajari masalah
kejahatan saja tetapi juga meliputi
proses pembentukan
hukum, pelanggaran hukum,
serta reaksi yang diberikan kepada pelaku kejahtan. Melalui definisi W.A Bonger membagi Kriminologi menjadi kriminologi
murni yang mencakup.(a)Antropologi Kriminal, Ilmu
pengetahuan
ini mempelajari dan
meneliti penjahat dari segi tingkah laku, karakter dan cirri tubuhnya. Bidang
ini
juga meliputi apakah ada
hubungan antara suku bangsa dengan kejahatan Dan seterusnya. Apakah
tingkah laku dan budaya masyarakat yang
dapat menimbulkan kejahatan dan
melahirkan pelaku-pelaku
kejahatan.
.(b) Sosiologi Kriminal, Ilmu
pengetahuan
ini
mempelajari dan meneliti kejahatan sebagai sesuatu gejala masyarakat untuk mengetahui dimana letak
sebab-sebab
kejahatan dalam masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan yang di cari jawabannya oleh bidang ilmu ini antara lain: Apakah masyarakat yang
melahirkan masyarakat termasuk kepatuhan dan ketaatan
masyarakat terhadap peraturan
perundang-undang. Apakah norma-norma masyarakat tidak
berfungsi dalam mencegah kejahatan.(c) Psikologi Kriminologi Ilmu pengetahuan ini mempelajari dan meneliti kejahatan dari sudut
kejiwaan penjahat. Pertanyaan-pertanyaan yang
di cari jawabannya oleh
bidang
ilmu
ini antara lain: Apakah kejiwa-jiwaannya yang
melahirkan kejahatan, ataukah karena lingkungan atau sikap masyarakat yang
mempengaruhi kejiwaannya sehingga menimbulkan kejahatan..(d) Psikopatologi dan
neuropatologi criminal.Ilmu pengetahuan ini mempelajari dan meneliti kejahatan dan penjahat
yang sakit jiwa dan urat syaraf. Pertanyaan-pertanyaan yang di cari jawabannya oleh bidang ilmu ini antara lain: Apakah sakit jiwa atau urat syaraf yang menimbulkan kejahatan dan
kejahatan apa yang timbul akibat sakit jiwa atau
urat syaraf tersebut.(e) PenologiIlmu pengetahuan ini mempelajari dan
meneliti kejahatan dari penjahat- penjahat yang telah dijatuhi hukuman. Pertanyaan-pertanyaan yang perlu
dijawab oleh bidang
ilmu
ini antara lain: Apakah penjahat yang dijatuhi hukuman tersebut akan menjadi masyarakat yang
baik atau masih
melakukan kejahatan, Atau bahkan lebih
meningkat kualitas kejahatannya, Apakah pembinaan dikaitkan dengan latar belakang dan
adanya keseimbanganantara pemindanaan dan kejahatan yang di
lakukan[16]
Para Ilmuan menyebutkan dalam kriminologi,
para ilmuan atau aliran-aliran yang
kerap
pula
di sebut ”schools” dalam kriminologi menunjukan proses
perkembangan pemikiran dasar dan konsep-
konsep tentang
kejahatan. Berikut beberapa Ilmuan yang pernah melakukan penelitian sebab-sebab
kejahatan.[17]
1. Spiritualisme
Spiritualisme memiliki perbedaan mendasar dengan metode penjelasan kriminologi Berbeda dengan
teori-teori kriminologi sekarang,
spiritualisme
memfokuskan perhatiannya pada perbedaan antara kebaikan yang datang
dari
Tuhan atau
Manusia, dan keburukan yang
datang dari setan. Seseorang yang
telah melakukan kejahatan dipandang sebagai orang yang
terkena
bujukan setan (evil,demon).Landasan pemikiran yang
paling rasional dari perkembangan ini, bahwa dari priode sebelumnya kejahatan dianggap sebagai permasalahan antara korban dan keluarga korban dengan pelaku dan keluarganya. Akibatnya, konflik berkepanjangan antara keluarga yang
mengakibatkan musnahnya keluarga tersebut. Juga menjadi
masalah, bahwa pelaku
kejahatan yang berasal dari keluarga yang memiliki posisi kuat dalam
masyarakat yang akan mendapat hukuman[18]
2. Naturalisme
Perkembangan pahan naturalisme yang muncul dari perkembangan ilmu
alam
menyebabkan manusia mencari model penjelasan lain yang lebih rasional dan mampu di buktikan secara ilmiah. Lahirnya rasionalisme di Eropa menjadikan pendekatan ini
mendominasi pemikiran tentang penyebab
kejahatan[19]
3. Aliran Positivis
Aliran Positivis terbagi atas dua bagian
besar: pertama, determinasi
biologis (biological determinism): perilaku manusia sepenuhnya tergantung pada pengaruh biologis yang
ada
dalam dirinya. Kedua, determinasi kultur(cultural determinism):mendasari pemikiran mereka
pada
pengaruh sosiaal, budaya, dan lingkungan dimana seseorang
itu
hidup. Para ilmuan ini tidak cukup hanya dengan berfikir untuk meningkatkan dan memodernisasi peradaban masyarakat, tetapi
mereka lebih banyak berkeinginan untuk menjelaskan semua gejala kehidupan yang terjadi. Aliran ini mengakui bahwa manusia memiliki akalnya disertai kehendak
bebas untuk menentukan pilihannya. Akan tetapi,
aliran ini berpendapat bahwa kehendak mereka itu tidak terlepas
dari
pengaruh faktor lingkungannya. Secara singkat, aliran ini
berpegang teguh pada keyakinan bahwa seseorang dikuasai
oleh
hukum sebab akibat (cause-effect relationship)[20]
4. Aliran Social Defence
Aliran social defence yang
dipelopori oleh Judge Marc Angel telah mengembangkan suatu teori yang berkelainan
dengan
aliran terdahulu. Munculnya aliran ini disebabkan teori aliran positif klasik dianggap terlalu
statis dan kaku dalam menganalisis kejahatan yang
terjadi dalam masyarakat[21] Ruang lingkup
kriminalistik dibagi menjadi dua bagian
:
1. Teknik
Kriminal
Mengajarkan tentang
menjawab pertanyaan-pertanyaan
dalam bidang pengusutan
perkara kejahatan. Dasar-dasar
penyidikan
teknik:
a. Pengetahuan
hukum
b. Ilmu pengetahuan undang-undang
c. Ilmu bukti
d. Ilmu penyidikan
e. Ilmu kepolisian
f. Ilmu
jiwa
g. Pengetahuan
bahasa
C.
Taktik
kriminal
Sudah dikenal sejak adanya peradaban
manusia pengetahuan yang mempelajari problema-problema taktis dalam bidang
penyidikan
perkara pidana.[22]Manfaat Mempelajari Kriminologi Kejahatan
Sering disebut bahwa kejahatan merupakan bayangan peradaban (crime is a shadow
of civilization)[23]. Makin tinggi
peradaban,
makin banyak aturan, dan
makin banyak pula pelanggaran. Tidak dapat disangkal krimonologi telah membawa manfaat
yang tak terhingga dalam mengurangi penderitaan umat manusia, dan inilah yang
merupakan tujuan
utama mempelajari kriminologi. Secara sederhana, manfaat
mempelajari kriminologi dapat digolongkan
dalam tiga sasaran utama, meliputi[24]
1. Bagi pribadi: dengan memahami perbuatan manusia yang melakukan kejahatan,
kerena berkolerasi dengan
berbagai faktor sebab-musabab
seseorang kemudian akan bijak dan mengalami keinsafan diri kalau pada sesungguhnya orang yangberbuat jahat
disekitarnya
bukan “dimusnahkan” tetapi perlu
pembinaaan agar
tidak
lagi mengulangi
kejahatannya. Seseorang yang menjadi korban kejahatan, tanpa berpikir
panjang, boleh
jadi
akan menghabisi atau menuntaskan dendamnya kepada
penjahat tersebut.
2. Bagi Masyarakat: kalau sudah dapat diperediksi calon-colon penjahat
dimasa mendatang
berkat penelitian kriminologi, sehingga dari awal dapat diambil langkah pre-emtif dan
preventif
untuk menanggulanginya, maka
tertatalah kehidupan sosial tanpa gangguan kejahatan. Tetntu upaya
penanggulangan kejahatan dapat melibatkan
aparat penegak hukum
yang mengerti penegakan kriminologi sehingga dapat mengambil langkah- langkah yang terarah
guna
mencegah terjadinya kejahatan.
3. Bagi akademisi:
kriminologi yang dipahami sebagai
“The
body of knowledge”
memanfaatkan
berbagai disiplin ilmu
sebagai pendekatan
studi kejahatan,
maka manfaatnya tidak hanya menjadi milik kriminologi, tetapi juga
ahli lain (antropolog, sosiolog,
dan
psikolog),
jadilah
pengayaan ilmu yang akan memperluas
horizon pandangan tentang
phenomena kejahatan sebagai gejala sosial. Bahkan dengan hasil
penelitian
yang
menggunakan
pendekatan
kriminologi akan
memberikan
sumbangsih
berharga untuk perumusan dan
pembentukan perundang-
undangan guna menanggulangi penjahat berstatus residivis atau calon- calon
penjahat berikutnya.
D.Pencabulan
Terdapat perbedaan dua defenisi pencabulan pada berbagai negara. Bila
melihat defenisi pencabulan yang diambil dari Amerika Serikat, maka defenisi
pencabulan yang diambil dari The National Center on Child
Abuse and Neglect US,’ sexsual assault’ adalah “kontak atau
interaksi antara anak dan orang
dewasa
dimana anak tersebut dipergunakan untuk stimulasi seksual oleh pelaku atau
orang lain yang berada dalam posisi memiliki kekuatan
atau
kendali atas korban“. Termasuk kontak fisik yang tidak pantas, membuat anak
melihat tindakan seksual
atau
pornogerafi, menggunakan seorang anak untuk membuat pornogerafi
atau memperlihatkan alat genital orang dewasa kepada anak. Sedangkan Belanda
memberikan pengertian yang lebih umum untuk pencabulan, yaitu persetubuhan
diluar perkawinan yang dilarang yang diancam pidana.[25]
Pengertian perbuatan cabul (ontuchtige handeling) adalah segala macam
wujud
perbuatan, baik yang dilakukan pada diri sendiri maupun dilakukan
pada
orang lain mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang
nafsu seksual. Misalnya mengelus-elus atau
menggosok-gosok penis atau vagina, memegang
buah dada, mencium mulut
seorang perempuan dan sebagainya. Bahkan persetubuhan dapat disebut dengan
perbuatan cabul, kecuali perbuatan cabul dalam Pasal 289. Karena apabila perbuatan
memaksa ditujukan untuk bersetubuh, dan persetubuhan terjadi, bukan pasal 289 yang
timbul, akan tetapi perkosaan untuk bersetubuh (Pasal 285). Pengertian perbuatan cabul
itu sendiri lebih luas
dari pengertian bersetubuh.
Sebagaimana pengertian
bersetubuh menurut Hoge Read yang telah diterangkan yang telah diterangkan di bagian muka, yang mengandung pengertian perpaduan alat kelamin laki-laki dan alat
kelamin perempuan, dimana disyaratkan masuknya penis
ke liang vagina, kemudian penis
mengeluarkan sperma
sebagaimana biasanya membuahkan kehamilan. Sementara itu,
apabila tidak
memenuhi syarat saja,
misalnya penis
belum masuk sperma
sudah keluar,
kejadian ini bukan
persetubuhan namanya,
perbuatan cabul sehingga dilakukan
dengan memaksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, kejadian itu
adalah
perkosaan berbuat cabul menurut pasal 289 ini
apabila maksud memaksa ditunjukan pada perbuatan cabulnya. Tetapi apabila maksud ditunjukan pada persetubuhan, maka kasus
tersebut adalah percobaan perkosaan bersetubuh menurut pasan
285 JO 53 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana. Dibbentuknya kejahatan
perkosaan berbuat cabul ini ditunjukan
untuk mengatasi kesulitan
dalam
pembuktian perkosaan bersetubuh (285) khusunya tentang unsure telah terjadinya persetubuhan.[26]
Menurut para ahli dalam mendefinisikan tentang
pencabulan berbeda-beda seperti yang dikemukakan oleh Soetandyo Wignjosoebroto, “pencabulan adalah
suatu usaha melampiaskan nafsu seksual oleh seorang laki-laki terhadap seorang
perembuan dengan cara menurut
moral dan atau hukum yang berlaku melanggar”.
Dari pendapat tersebut, berarti pencabulan tersebut di satu pihak merupakan
suatu tindakan
atau perbuatan laki-laki yang melampiaskan nafsu seksualnya tehadap seorang
perempuan yang dimana perbuatan tersebut tidak bermoral dan dilarang menurut hukum
yang berlaku. R. Sughandhi dalam asumsi mengatakan tentangpencabulan ialah seorang pria yang memaksa pada seorang wanita bukan istrinyauntuk melakukan
persetubuhan dengannya
dengan
ancaman
kekerasan,
yang mana harus di lakukan kemaluan pria
telah masuk dalam lubang kemaluan seorang watita yang kemudian
mengeluarkan
air mani[27]
Berdasarkan pendapat R. Sughandhi di atas, bahwa pencabulan tersebutadalah seorang
pria
yang melakukan
upaya pemaksaan dan ancaman serta
kekerasan persetubuhan terhadap seorang wanita yang
bukan istrinya dan dari persetubuhan tersebut mengakibatkan keluarnya air mani seorang pria. Jadi
unsurnya tidak hanya kekerasan dan persetubuhan akan tetapi ada unsure lain
yaitu unsure keluarnya air mani, yang artinya seseorang
pria
tersebut telah
menyelesaikan perbuatan perbuatannya hingga selesai, apabila seorang pria tidakmengeluarkan air
mani maka tidak dapat di katagorikan
sebagai pencabulan.Asumsi yang tak sependapat dalam hal mendefinisikan pencabulan tidak
memperhitungkan
perlu
atau
tidaknya unsure mengenai keluarnya air
mani
seperti yang
di kemukakan PAF Lamintang
dan
Djisman Samosir yang berpendapat“Perkosaan adalah perbuatan seseorang yang dengan kekerasan
atau ancaman
kekerasan memaksa seorang
wanita untuk melakukan persetubuhan di luar ikatan
perkawinan dengan
dirinya”.
Dari pendapat tersebut, ini membuktikan
bahwa
dengan adanya kekerasan dengan cara dibunuh, dilukai,
ataupun dirampas hak asasinya yang lain merupakan suatu bagian untuk mempermudah dilakukannya suatu persetubuhan.Kejahatan Mengenai Perbuatan Yang Menyerang Kehormatan
Kesusilaan Kualifikasi perbuatan yang menyerang kejormatan kesusilaan atau juga
disebut dengan perkosaan
berbuat cabul,
dirumuskan
dalam Pasal 289 yang selengkapnya berbunyi:
Barang siapa dengan kekerasan
atau
ancaman kekerasan memaksa seorang untuk
melakukan
atau membiarkan dilakukan
perbuatan cabul, diancam
karena melakukan
perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan,
dengan pidana penjara paling lama Sembilan
tahun.[28] Kejahatan Pasal 289 ini memiliki persamaan
dengan kejahatan
perkosaan bersetubuh (285) yang telah diterangkan persamaan tersebut terletak pada unsur
perbuatan materil kedua jenis kejahatan, yaitu memaksa (dwingen) dengan kekerasan
dan ancaman
kekerasan.
Perbedaannya ialah memaksa pada perkosaan bersetubuh
ditunjukan pada terjadinya persetubuhan
atau si pembuat dapat
bersetubuh dengan perempuan yang
dipaksa sementara itu, pada perkosaan berbuat cabul menurut
pasal 289 ini, perbuatan memaksa ditunjukan pada perbuatan cabul, baik dilakukan sendiri oleh si pembuat kepada diri korban atau sebaliknya korban yang melakukan perbuatan cabul pada diri si pembuat.
Perbedaan
lain ialah orang yang
di paksa pada perkosaan bersetubuh haruslah
seorang perempuan, sedangkan pada perkosaan berbuat cabul korbannya boleh
sorang laku-laki atau
seorang perempuan.
Perbuatan memaksa ditunjukkan pada
dua hal, yakni orang yang melakukan perbuatan cabul dan orang yang
membiarkan dilakukannya perbuatan cabul. Pada perbuatan cabul, orang yang melakukan perbuatan cabul itu adalah
korban yang dipaksa. Kepada siapa perbuatan cabul itu dilakukan pasal 289 tidak ditegkan. Maksud yang sebenarnya ialah kepada si pembuat yang
memaksa, misalnya seorang laki-laki memaksa orang lain untuk mengelus-ulus
alat
kelaminnya, atau seorang
laki-laki
memaksa seorang
perempuan tuna susila untuk menjilati seliuruh tubuhnya (disebut oleh kalangan mereka dengan istilah mandi kucing). Akan tetapi,
karena dalam pasal ini tidak ditegaskan, perbuatan cabul dapat pula dilakukan oleh orang
yang dipaksa terhadap dirinya sendiri.
Misalnya seorang perempuan
dipaksa bertelanjang bulat, atau dipaksa memasukkan suatu
benda kea lat kelaminnya[29].
Sementara itu, yang
dimaksud dengan membiarkan dilakukan perbuatan cabul, ialah korban yang dipaksa adalah pasih, yang
melakukan perbutan cabul adalah pembuat yang
memaksa.Misalnya si pembuat meremas-remas atau memegang
buah
dada seorang perempuan, atau
memegang alat
kelamin
perempuan itu.
Pengertian penbuatan cabul menurut Undang-Undang Hukum
Pidana diatur dalam Buku Kedua tentang Kejahatan, Bab XIV tentang
Kejahatan kesusilaan (Pasal 281
sampai Pasal 303). Misalnya,
perbuatan cabul yang dilakukan laki-laki
atau perempuan yang telah
kawin (Pasal 284), Perkosaan (Pasal 285), atau
membujuk berbuat cabul orang yang masih belum dewasa (Pasal
293). Pengertian perbuatan
cabul (ontuchitege handelingen) adalah segalam
macam wujud perbuatan, baik yang
dilakukan pada diri sendiri maupun dilakukan pada orang lain mengenai dan yang berhubungan dengat alat kelamin atau bagian
tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu seksual. Misalnya mengelus-elus atau menggosok-gosok panis atau vagina, memegang
buah
dada, mencium mulut
seorang perempuan dan sebagainya. Bahkan persetubuhan pun dapat disebut
dengan perbuatan cabul, kecuali perbuatan cabul dalam pasal 289.
Mengapa
begitu? Karena apabila perbuatan
memaksa ditunjukkan untuk bersetubuh, dan
persetubuhan terjadi, bukan pasal 289 yang timbul, akan tetapi perkosaan untukbersetubuh
(pasal 285).[30]
Pengertian perbuata cabul itu sendiri lebih
luas dari pengertian bersetubuh. Sebagaimana pengertian bersetubuh menurut Hoge Raad yang telah
diterangkan di bagian muka, yang mengandung pengertian perpaduan alat kelamin
laki-laki dan alat
kelamin perempuan, di
mana disyaratkan masuknya penis ke
dalam liang vagina, kemudian penis mengeluarkan sperma sebagaimana biasanya
membuhkan kehamilan. Sementara itu,
apabila tidak memenuhi salah satu syarat
saja, misalnya penis
belum masuk sperma sudah keluar, kejadian ini bukan persetubuhan namanya, tetapi perbuatan
cabul sehingga bila dilakukan
dengan memaksa dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan,
kejadian itu adalah perkosaan berbuat cabul menurut pasal 289 ini
apabila maksud memaksa ditunjukan
pada perbuatan
cabulnya. Tetapi apabila maksud ditunjukkan pada persetubuhan, maka kasus
tersebut adalah percobaan perkosaan bersetubuh menurut Pasal 286 jo53 Undang-Undang Hukum Pidana. Dibentuknya kejahatan perkosaan berbuat
cabul ini ditunjukan untuk mengatasi kesusilan dalam pembuktian perkosaan bersetubuh
(285) khususnya tentang
unsure telah terjadinya persetubuhan.[31]
D.
Pengertian Ayah Kandung
Ayah adalah orang
tua kandung
laki-laki bapak panggilan
kepada
kedua orang tua kandung laki-laki; Angkat orang
tua
laki-laki yang bukan orang
tua
kandung, tetapi secara resmi menurut prosedur adat atau
hukum diakui sebagai
ayah karena mengambil dan mengangap seseorang sebagai anaknya sendiri dengan
segala pengagakuan dan
kewajiban
yang berhubungan dengan
kedudukan itu[32] Pelaku adalah orang yang melakukan kejahatan.
Dalam hukum pidana ada beberapa pihak yang dapat dikatagorikan sebagai pelaku yaitu orang
yang melakuka, orang yang turut melakukan, orang yang menyuruh melakukan, orang
yang membujuk
melakukan,
dan
orang yang membantu
melakukan.[33]Sebagian pihak yang melakukan perbuatan kejahatan, pelaku di anggapsebagai orang
menimbulkan kerugian bagi korban, keluarga korban, dan
masyarakat. Walaupun demikian, pelaku juga turut mengalami dampak
dari
perbuatan jahat yang dilakukannya.[34]Secara hukum
dampak yang dirasakan oleh pelaku adalah diberi sanksi pidana.
Penjatuhan pidana tersebut menyebabkan pelaku akan hidup
terpisah
dengan keluarganya, dan tidak dapat melakukan beberapa hal yang sebelumnyabiasa dilakukannya.[35]
1. Peranan Ayah Sebagai Seorang Mitra
Berdasarkan
hasil observasi dilapangan bahwa sebagian bahaya terbesar
saat ini bagi suatu keluarga adalah para ayah yang tidak merasa penting
untuk
mengambil peran sebagai seorang ayah bagi anak-anaknya seperti yang dilakukan para ayah di tempo dulu.Sementara itu, masyarakat pada umumnya juga mempunyai pandangan
mengerti
akan
tugas dari
seorang ayah sebagai
pengusaha
atau pekerja
yang
sukses dan kaya walaupun dia mungkin adalah seorang ayah yang gagal total
dalam mendidik anak dan
menciptakan keharmonisan disebuah keluarganya[36]
Kehadiran ayah dalam kehidupan anak dan ruang
lingkup keluarga ternyata punya makna yang besar sekali. Hal ini karena ayah mengambil peran yang signifikan
terhadap menciptakan lingkungan
keluarga yang harmonis.[37]
2. Peran Ayah Sebagai Motivator
Peran ayah menurut
konsep tradisional adalah pribadi yang mempunyai
hak
tindak bagi keluarganya, mendisiplinkan dan memberikan nasehat pada
anak- anak, serta seperangkat contoh-contoh tindakan maskulin lain yang harus
dilakukan.
3. Kewajiban dan Hak Ayah
E. Kewajiban Suami
Ayah atau bapak (sebagai seorang suami) adalah sosok tertinggi dalam keluarga. Ia merupakan pemimpin atau kepala keluarga dan figur orang yang
bertanggung jawab
terhadap keluarga. Dalam keluarga,
sebagai suami bagi istrinya dan ayah bagi anak-anaknya ia memiliki kewajiban yang
harus dipikulnya. Peran ayah dalam keluarga berdasarkan Ngalim Purwanto (994), yaitu; a) sumber kekuasaan di dalam keluarga; b) penghubung
intern keluarga dengan masyarakat atau
dunia luar; c) pemberi perasaan aman
bagi seluruh anggota
keluarga; d) pelindung
terhadap
ancaman
dari
luar; e) hakim atau yang mengadili jika terjadi perselisihan; dan
f) sebagai
pendidikan dalam
segi-segi
rasional.
Dalam
ajaran
islam,
kewajiban yang harus dipikul seorang ayah
sebagai pemimpin
dalam keluarga tidaklah
ringan. Kewajiban yang dipikulnya itu tentulah sangat besar,
di antaranya adalah
sebagai berikut.[38]
1) Bertanggung jawab atas ketenangan,
keselamatan,
dan kesejahtraan keluarganya Ayah sebagai kepala rumah tangga memang memiliki kekuasaan tertinggi dalam keluarga. Namun demikian, kekuasaan
tertinggi tentunya tidak
diperuntukan untuk menindas
atau menyengsarakan anggota keluarganya.
Namu dengan kekuasaan itu, seorang pemimpin hendaknya melindungi dan
bertanggung jawab terhadap seluruh anggota keluarganya hingga merasa tentram,
selamat,
dan sejahtra.[39]
2) Memimpin keluarga Setiap pemimpin akan ditanyai tentang
kepemimpinannya. Ayah merupakan pemimpin utama dalam keluarga. Begitu pula dengan ayah,
sebagai seorang pemimpin dalam keluarga tentunya ia akan dimintai
pertanggungjawabannya di dunia dan
di
akhirat. Oleh karena itu,
ia berkewajiban
memimpin
dirinya dan segenap
anggota keluarganya agar
sehat dan selamat lahir batin juga bahagia dunia dan
akhirat.
3) Mendidik anak dengan penuh
rasa kasih
sayang dan
tanggung jawab Menunjukan cinta dan sayang
dari
seorang ayah salah satunya adalah
melalui pendidikan.
Kewajiban mendidik dan membimbing
keluarga berada dalam tangan seorang ayah sebagai pemimpin, tetapi karena waktunya sebagian
besar di gunakan untuk
mencari nafkah
bagi keluarg
tugas mendidik anak dilimpahkan kepada ibu.
Ketika pendidikan anak
dilimpahkan tanggung
jawabnya kepada ibu tentu saja tidak serta merta seorang ayah cuci tangan dari kewajibannya mendidik anak dan istrinya.
4) Memilih lingkungan yang baik
Seorang pemimpin hendaknya memilih
lingkungan yang
baik
untuk keluarganya sehingga anak akan tumbuh,
berkembang, dan bersosial yang
baik
pula. Lingkungan yang baik akan
memberikan pengaruh baik pula pada anak, sedangkan lingkungan yang buruk dapat berpengaruh buruk pada seluruh anggota keluarganya. Sebagaimana pada dasarnya peran seorang ayah dalam keluarga sangatlah
penting ayah adalah pemimpin dalam suatu keluarga yang seharusnya
menjaga, melindungi, dan mengayomi istri dan anak-anaknya namun tidak halnya dalam kasus yang peneliti angkat yaitu seorang ayah yang
tega mencabuli anak
kandungnya sendiri yang masih
berusia 14
tahun.
F.Pengertian Anak
a).Kedudukan anak
Kedudukan anak sebagai generasi muda yang akan menuruti cita-cita luhur bangsa, calon-calon
pemimpin bangsa dimasa mendatang dan
sebagai
sumber harapan
bagi generasi terdahulu, perlu mendapat kesempatan
seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dangan wajar
baik
secara rohani, jasmani dan sosial. Perlindungan
anak
merupakan usaha dan
kegiatan seluruh
lapisan masyarakat
dalam berbagai kedudukan dan peran, yang
menyadari betu.l pentingnya anak bagi
nusa dan bangsa dikemudian hari.
Jika mereka telah matang pertumbuhan fisik
maupun mental dan sosialnya,
maka
tiba saatnya menggantikan
generasi terdahulu.[40]Indonesia mengenal adanya pluralisme dalam kriteria anak, ini sebagai akibat tiap-tiap peraturan perundang-undang mengatur secara tersendiri kriteria tentang anak.
Urainya sebagai berikut:
1. Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana. Pada Pasal 45 KUHP, anak adalah seseorang yang belum berusia 16 tahun
(enam belas) tahun. Ketentuan Pasal 35, 46 dan 47 KUHP ini sudah dihapuskan dengan
lahirnya undang-undang No.3
tahun 1997.
2. Undang-undang Nomor
4 Tahun 1979 tengang
Kesejahtraan
Anak.
Pada
Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang
No. 4 Tahun 1979 ditentukan bahwa yang dimaksud anak adalah seseorang yang belum mencapai 21
(dua puluh satu) tahun yang belum pernah kawin.
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Pada Pasal 1
Ayat (5)
Undang-undang No.39
Tagun1999,
anak
adalah
setiap
manusia yang berusia dibawah 18 (delapan
belasa)
tahun dan belum menikah,
termasuk anak yang
masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.
4. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pada pasal 1 Ayat (1) Undang-undang No.35
Tagun
2014, anak adalah
seseorang yang beloum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan.
5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak.
Pada Pasal 1 angka 3, 4, dan 5, yang
disebut anak adalah seseorang yang
telah mencapai 12 (dua belas) tahun
tetapi belum mencapai umur
18 (delapan belas)
tahun dan belum pernah
kawin.
b).Anak
dilahirkan merdeka
Anak dilahirkan
merdeka tidak
boleh dilenyapkan
atau dihilangkan,
tetapi kemerdekaan anak harus dilindungi dan diperluas dalam hal mendapatkan hak atas
hidup dan hak perlindungan baik dari orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan
Negara., sehingga anak tersebut akan
mendapatkan hak-haknya sebagai manusia seutuhnya bila ia menginjak dewasa[41] Hak asasi anak adalah hak asasi
manusia plus dalam
arti kata harus
mendapatkan perhatian khusus dalam memberikan perlindungan, agar anak yang baru lahir, tumbuh dan berkembang mendapat Hak Asasi Manusia secara utuh. Hak Asasi Manusia meliputi semua yang
dibutuhkan untuk pembangunan
manusia seutuhnya dan hukum positif mendukung
prantara sosial yang
dibutuhkan untuk
pembangunan seutuhnya tersebut. Pembangunan
manusia seutuhnya melalui seutuhnya melalui suatu proses
evolusi yang
berkesinambungan yang disebabkan oleh kesadaran diri manusia, yang lebih penting dari prose situ
sendiri yang terdapat pada individu dan
komunitasnya. Hak Asasi Manusia adalah hak
dari
setiap manusia yang
dibutuhkan untuk
pembangunan manusia
seutuhnya. Hukum positif adalah prantara sosial yang dibutuhkan oleh semua manusia untuk
melaksanakan hak-hak asasi manusia.
Pembangunan
adalah
dasar dari hak asasi manusia,
Hak Asasi Manusia adalah dasar dari hukum positif. Penegak hukum digunakan secara efektif,
bila ada
pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam
pembangunan atau pembangunan yang
dilaksanakan telah berten tangan dengan Hak Asasi Manusia. Manusia atau
anak telah dirampas
hak asasinya dengan
digunakan sebagai
alat pembangunan untuk kepentingan
dirinya sendiri atau
kelompok yang berkuasa[42].10 butir Deklarasi Hak Anak-anak, yaitu:[43]
1. Anak-anak berhak menikmati hak yang tercantum dalam deklarasi ini tanpa peng ecualian yang bagaimana berhak atas
hak-hak ini, tanpa membedakan suku bangsa, warna kulit,
jenis kelamin,
bahasa, agama, pendapat dibidang politik
atau
dibidang lainnya, asal usul atau
tingkatan
sosial, kaya atau miskin,
keturunan atau status, baik
dilihat
dari
segi dirinya sendiri maupun dari segi keluarganya (asas 1).
2. Anak-anak mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan khusu, dan
harus memperoleh kesempatan dan fasilitas yang dijamin oleh hukum dan sarana lain sehingga secara jasmani,
mental, akhlak rohani sosial, mereka dapat berkembang dengan sehat dan wajar dalam keadaan bebas dan
bermartabat (asas 2).
3. Sejak
dilahirkan dan, anak-anak harus memiliki nama dan kebangsaan
(asas 3).
4. Anak-anak harus mendapat jaminan mereka harus
tumbuh
dan berkembang dengan
sehat. Untuk maksud
ini,
baik
sebelum
maupun sesudah dilahirkan, harus ada perawatan dan perlindungan khusu bagi si
anak
dan ibunya. Anak-anak berhak mendapat gizi
yang
cukup, perumahan, rekresi dan
pelayanan
kesehatan
(asas 4).
5. Anak-anak yang tumbuh cacat dan mental atau berkondisi sosial lemah akibat suatu keadaan harus memperoleh pendidikan, perawatan
dan perlakuan
khusu (asas 5).
6. Agar supaya keperibadiannya tumbuh secara maksimal dan harmonis, anak-anak
memerlukan kasih sayan sedapat mungkin mereka harus dibesarkan di bawah asuh dan
tanggung jawab
orang tua, dan
bagaimanapun harus
agar mereka tetap
berada dalam susunan yang
penuh kasih sayang, sehat jasmani dan rohani.
Anak-anak
di bawah
usia lima tahun
tidak dibenarkan
terpisah dari ibunya. Masyarakat dan penguasa yang berwenang, berkewajiban
memberikan perawan khusus kepada anak-anak yang
tidak memiliki keluarga dan
kepada anak
yang tidak mampu harus bagi pemerintah
atau pihak yang
lain
memberikan bantuan
pembiayaan bagi anak-anak yang berasal dari keluarga besar (asas 6).
7. Anak-anakberhak mendapatkan pendidikan wajib secara cuma-Cuma
sekurang –kurang nya di tingkat sekolah dasar. Mereka harus mendapat pendidikan yang dapat meningkatkan pengetahuan umumnya, dan yang
memungkinkan mereka, atas
dasar kesempatan yang sama, untuk
membangun kemampuannya, pendapat pribadinya, dan perasaan
tanggung jawab
moral dan
sosialnya, sehingga mereka dapat menjadi anggotamasyarakat yang
berguna. Kepentingan-kepentingan anak haruslah
dijadikan dasar pedoman
olah mereka yang
bertanggung
jawab terhadap pendidikan dan bimbingan anak yang bersangkutan, pertama-tama
tanggung jawab tersebut terletak pada orang tua mereka. Anak-anak harus
mempunyai kesempatan yang leluasa untuk bermain dan breaksi
yang
harus diarahkan untuk tujuan pendidikan, masyarakat dan penguasa berwenang harus berusaha meningkatkan pelaksanaan hak ini (asas 7).
8. Dalam keadaan apapun anak-anak harus didahulukan dalam menerima perlindungan dan
pertolongan
(asas 8).
9. Anak-anak harus
dilindungi dari segala penyia-nyian, kekejaman dan penindasan. Dalam bentuk
apapun, mereka tidak boleh menjadi “bahan
perdagangan”.Tidak dibenarkan
memperkerjakan anak-anak dibawah umur, dengan alas an apapun, mereka
tidak boleh dilibatkan dalam
pekerjaanyang
dapat merugikn kesehatan
atau pendidikan mereka, maupun yang
dapat mempengaruhi perkembanga tubuh, mental
atau akhlak mereka (asas 9).
10. Anak-anak harus dilindungi
dari perbuatan
yang mengarah kedalam bentuk diskriminasi
lainya. Mereka harus dibesarkan didalam semangat yang
penuh pengertian, toleransi dan persahabatan antar bangsa,
perdamaian serta persaudaraan semesta
dan
dengan penuh kesadaran tenaga dan
bakatnya harus diabadikan kepada sesame manusia (asas 10).
G.PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan seluruh materi yang diuraikan mengenai permasalahan yang
dikemukakan tentang Tinjauan Kriminologi Terhadap Kejahatan Pencabulan Terhadap Anak
Di Bawah Umur, dapat
diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Faktor-faktor
yang dapat meningkatkan dan mempengaruhi terjadinya tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur yaitu
faktor lingkungan, faktor kebudayaan,
faktor ekonomi, faktor media,
dan factor psikologi atau kejiwaan pelaku.
2. Para penegak
hukum seperti
kepolisian,kejaksaan dan kehakiman dalam menindak para pelaku agar lebih
terarah dan tajam sesuai
dengan apa yang telah pelaku lakukan terhadap korbannya,
serta mengedepankan hak-hak anak sebagai korban perkosa /Pencabulan
3. Upaya Penanggulangan Kejahatan Pencabulan Terhadap Anak Di Bawah Umur yaitu meningkatkankeamanan dilingkungansekitar,membenahi sarana dan fasilitas di lingkungan sekitar,perbaikandaerah-daerah yang relatif dengan tindak kejahatan, pemberantasan film dan bacaan yang mengandung unsurpornografi,partisipasi aktif atau keikutsertaan tokoh-tokoh agama dan masyarakat,masyarakat harus lebihintensif dalam menyikapi dan menyaring kebudayaan asing atau baruyangmengandungunsur negatif dan yang dapat merusak moral,dalam hal kehidupan rumah tangga atau keluarga, seperti hubungan orang tua dan anak selayaknya harus tetap efisien terjalin. Pemerintah sekiranya dapat memberantas film-film atau bacaan yang mengandung unsur pornografi karena dari sinilah perkosaan terhadap anak di bawah umur ini berakar, apabila hal tersebut dilakukan setidaknya dapat mencegah ataupun mengurangi peningkatan kejahatan pencabulan terhadap anak di bawah umur ini.
B. SARAN
Saran penulis sebagai kontribusi menyarankan dalam
hal kejahatan perkosaan/pencabulan terhadap anak
di bawah umur
ialah sebagai berikut :
1. Meningkatkan
mentalitas, moralitas, serta keimananan
dan ketaqwaan pada diri sendiri yang
bertujuan untuk pengendalian diri
yang kuat sehingga tidak mudah
tergoda untuk melakukan sesuatu yang
tidak baik, dan
juga untuk mencegah agar
dapat menghindari pikiran dan
niat yang kurang baik
di dalam hati serta pikirannya.
2 Para
penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan
dan kehakiman dalam menindak para pelaku agar lebih terarah
dan tajam sesuai dengan
apa yang telah pelaku
lakukan terhadap korbannya, serta mengedepankan hak-hak anak sebagai
korban perkosaan/ Pencabulan
3. Pemerintah semestinya dapat memberantas film-film porn atau bacaan yang
mengandung unsur pornografi karena
dari sinilah perkosaan
/Pencabulan terhadap anak di
bawah umur ini berakar, apabila hal
tersebut dilakukan setidaknya
dapat mencegah ataupun mengurangi peningkatan kejahatan pencabulan
terhadap anak di bawah umur ini.
14 DAFTAR PUSTAK
1. Mulyana W
Kusuma, Kriminologi dan Masalah
kejahatan, Armico, Bandung 1984.
2. Rena Yulia, Viktimologi Perlindungan Hukm
Terhadap Korban Kejahatan, Graha, Yogyakarta, 2010.
.3 Buku-Buku Arief
Gosita, Masalah korban kejahatan, : Universitas Trisakti, Jakarta, 2009.
4.Irsan, Koesparmono, Hukum
Perlindungan Anak, Fakultas
Hukum Universitas Pembangunan
Nasional Veteran Jakarta, Jakarta, 2007.
5. Romli Atmasasmita, Teori dan
kapita selekta Kriminologi,
PT Refika Aditama, Bandung, 1992. Soekanto,
Soerjono,Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Edisi 1 Cet. 6,RajaGrafindo
Persada, 2005.
6. Sunarso, Siswanto, Wawasan Penegakan
Hukum Di Indonesia,
Citra Aditya Bakti, Bandung,2005.
7. Internet http://pengertian-kriminologi-dan-ruang-
lingkup-kriminologi
8. Undang-Undang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan AnakUndang-Undang Hukum Pidana ( KUHP )Undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP )
[1] bdullah, Firman. Tanggung Jawab
Orang Tua dalam Pendidikan Anak. Semarang: Pelita Ibu, 1988.
[2] Nursariani dan Faisal. 2018. Hukum Perlindungan Anak,Halaman 2
[3] Gosita,Arif.2004. Masalah Korban
Kejahatan. Ilmu Populer.Kelompok Gramedia
[4] Abdulssalam. 2017.
Hukum Perlindungan
Anak. Jakarta: PTIK Jakarta Halaman 33
[5] Indah Sri Utari. 2018. Aliran dan Teori Dalam Kriminologi. Yogyakarta: Thafa Media
Halaman 42
[6] Abdulssalam
Op.,Cit., Halaman 36
[7] Nursariani Simatupang dan
Faisal.(II) Op.,Cit . Halaman 156
[8] Jauhari, Imam.2005.“Kajian
Yuridis terhadap Perlindungan Anak dan Penerapannya (Studi di Kota Binjai, Kota
Medan dan Kabupaten Deli Serdang)”.Program Doktor Ilmu Hukum.Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.Medan.
[9]Seperti
pada karya-karya yang ditulis oleh Cesare Beccaria (1738-1794) dan Jeremy
Bentham (1748-1832)
[10] Paul
Topinard Perancis “Antropolog” (1830-1911)
[11] Cesare
Beccaria (1738-1794) dan Jeremy Bentham (1748-1832).
[12] LKUI didirikan pada 15 September
1948, jauh sebelum Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik berdiri (1 Februari
1968) – dan pada tahun 1988, LKUI berganti nama menjadi Pusat Pelayanan
Keadilan dan Pengabdian Hukum (Center
for Justice and the Rule of Law) . Lembaga ini ditutup pada tahun
2006.
[13] Ditemukan oleh P.Topinard (1830-1911)
[14] Nursariani Simatupang dan Faisal.(I) Op.,Cit.,halamn 3
[15]Topo Santoso, Eva Achjani Zulfa, 2017, Kriminologi.Halaman 9
[16]Indah Sri Utari.Op.Cit., Halaman 12-13
[17]A.S. Alam dan Amir Ilyas. 2018. Kriminologi. Jakarta: Prenadamedia Group. Halaman 47
[18] Barda Nawawi Arif, 2014, Masalah
Penegakan Hukum Dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan.
Jakarta: Kencana Kharisma Putra Utama
[19]Amith, Allison, “International
Actors in Ukraines’s Revolution to Demovracy from 2004 to 2014”,Nelson
Institute for Diplomacy and International Affairs, (2015)Aliboni, Roberto, “The
Geopolitical Implications of The European Neighbourhood Policy”, European
Foreign Affairs Review 10, (2005,
[20] Soedjono Dirdjosisworo, 1969,
Doktrin-doktrin Kriminologi, Alumni, Bandung.
[21] Marc Ancel With a Foreword by
Leon Radzinowicz, 1966, Social Defence A Modern Approach to Criminal Problems,
Schocken Book New York.
[22]Nursariani Simatupang dan Faisal.(I) Op.Cit., Halaman 14-15
[23]A.S Alam dan Amir Ilyas. Op.,Cit. Halaman 24
[24]Soedjono Dirdjosisworo,
Sinopsis Kriminologi Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 62.
[25] RUU KUHP: Kriminalisasi Seks di Luar Pernikahan, Kumpul
Kebo Diancam Sanksi 6 Bulan Penjara. Seks di luar nikah, kumpul kebo dan
laki-laki hidung belang masuk dalam daftar kejahatan yang dikriminalisasi RUU
KUHP. Hukuman yang akan dijatuhkan bervariasi dari 6 bulan sampai 4 tahun.
[26]Adami Chazawi. Op.,Cit. Halaman 80
[27]Ngawiardi. “Kajian Kriminologi Terhadap Kejahatan Pencabulan Anak di Bawah Umur
di Parigi Moutong”. Vol.4 No 4. Juni. 2019
[28] Adami Chazawi. Op.,Cit. Halaman 78
[30] Ibid. Halaman 81
[31] Kamus Besar Bahasa Indonesia. Halaman 80
[32] Nursariani Simatupang dan Faisal.(I) Op.,Cit Halaman 136
[33]
Ibid.
[34] Ibid. Halaman 80.
[35] Ibid Halaman 136
[36]Erwin Rizal
https // www. academia.Peranan _Ayah_
Dalam_Keluarga diakses
pada tanggal 21 pebruari
2021 pukul 18:48 WIB
[37] useri, Kamrani. 2010. Pendidikan
Keluarga dalamIslam dan Gagasan Implementasi.: LMAPH
[38] Helmawati.
2016.
Pendidikan
Keluarga
Teori
Dan Praktis Halaman 72
[39] Ibid. Halaman 74
[40] Maidin Gultom, 2014, Perlindungan
Hukum Terhadap Anak. Halaman 40.
[41] Abdussalam. Op.,Cit Halaman 12-13
[42]Ibid. Halaman 10-13
[43] Nursariani Simatupang dan Faisal.(II) Op.,Cit. Halaman 11-13
Komentar