POTRET IMAGENASI DIKISAHKAN OLEH APAYUS ALUE GAMPOENG TENTANG Kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah
POTRET
IMAGENASI DIKISAHKAN OLEH APAYUS ALUE GAMPOENG TENTANG
Kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah
Perspektif Pendidikan Sejarah Islam dan Peraban Islam
Univversitas islam dunia
Di posted by: Apayus
dzulhijjah,09,2018
A.Pendahuluan
Perspektif
historis atau sejarah sebagai studi mengisyaratkan sebuah pendekatan berbasis
hubungan antarwaktu. Waktu di masa lampau, waktu sekarang dan waktu yang akan
datang terkait informasi tentang berbagai teori, masalah, metode, model,
filsafat dan lain sebagainya yang dimiliki sebuah peradaban, dan umat manusia
dalam sejarahnya telah memper lihatkan pandangan tentang pentingnya
pendidikan. Hal ini dapat ditelusuri sejak dari masa rasul hingga masa sekarang
ini. Bukti terselenggaranya ta’lim kepada para sahabatny sehingga rasul membuat
komplek belajar Darul-Arqam adalah wujud perhatian rasul SAW terhadap
pendidikan.Upaya tersebut ditindaklanjuti oleh generasi berikutnya, pendidikan
terus bertumbuh dan berkembang pada masa khulafaur rasyidin, masa bani Umayyah
dan masa bani Abbasiyah.
Pada
masa bani Abbasiyah pendidikan meluas dengan pesat ke seluruh negara Islam
hingga berdiri madrasah yang tak terhitung banyaknya, masyarakat berlom
ba-lomba menuntut ilmu, melawat ke pusat pendidikan walau meninggalkan kampung
halaman demi mendapatkan pengetahuan. Tujuan pendidikan Islam
sama dengan tujuan hidup manusia, yakni menjadi Insan
pengabdi Allah ‘’abdillah’ sekaligus
delegasi Tuhan pengatur alam semesta ‘khalifatullah’.
Apa yang menjadi benang merah dalam menemukan titik temu masyiatullah (kehendak Allah) dan masyiatul ‘ibad (keinginan yang dikehenda ki manusia) hanyalah dapat tercapai
melalui pendidikan.
Diperlukan
konsep kesadaran sejarah dalam menganalisis hubungan sebab akibat antara
fakta-fakta sejarah yang ada dan tersusun dari waktu ke waktu, meniscayakan
pula kepada kita akan kesadaran evaluatif terhadap hal yang telah dilakukan dan
telah dicapai realitas, dibandingkan dengan hal yang sesungguh nya
diinginkan dicapai dalam tataran ideal Pendidikan sebagaimana keberadaanya
diharap terlaksana secara komprehensif dan simultan antara making scientific
skill ‘asah keterampilan’
Dalam
konteks model pendidikan dimaksud kurikulum mesti bisa disesuai kan dengan
kebutuhan anak didik (child oriented)
bukan berorientasi pada kebutuhan guru (teacher oriented) yang bersifat parsial
mempersilakan sifat alamiah memenuhi takdirnya sendiri, yang terungkap bagi
mereka di dunia dalam bentuk ilmu dan seni, dengan demikian akan semakin
urgenlah seluruh upaya umat manusia dalam menyelenggarakan pendidikan, betapa
tidak, karena tanpa pendidikan, bakal tidak tercapailah tujuan
hidup manusia. Untuk mencapai tujuan tentunya diperlukan metode,
materi pendidikan, serta sistem yang digunakan para pelaku sejarah klasik
tersebut. Berangkat dari sinilah, penulis akan memulai pembahasan
tentang Sejarah Pendidikan Islam Daulah Abbasiyah.
Bagaimanakah
metode, materi dan sistem pendidikan pada masa itu, apakah efektif apabila
digunakan pada masa sekarang. mudah-mudahan segala upaya dimaksud memberikan
manfaat menjadikan manusia masa depan yang mendapatkan posisi menjadi ‘being’
educated person, sehingga membentuk sebuah komunitas ilmiah ‘knowledge
society’, insyaallah.
B.Daulah
Abbasiyah Dalam Sejarah
Tonggak
berdirinya dinasti Bani Abbas, berawal sejak merapuhnya sistem internal dan
performance penguasa Bani Umayyah yang berujung pada keruntuhan dinasti Umayah
di Damaskus, maka upaya untuk menggantikannya dalam memimpin umat Islam adalah
dari kalangan bani Abbasiyah.Propaganda revolusi Abbasiyah ini banyak mendapat
simpati masyarakat terutama dari kalangan arab karena bernuansa keagamaan, dan
berjanji akan menegakkan kembali keadilan seperti yang dipraktikkan oleh
khulafaurrasyidin. Nama dinasti Abbasiyah diambil dari nama salah seorang paman
Nabi yang bernama al-Abbas ibn Abd al-Muthalib ibn Hisyam.
Dinasti
ini didirikan oleh Abdullah al-Saffah Ibnu Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn
al- Abbas. Orang Abbasiyah merasa lebih berhak dari pada bani Umayyah atas
kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah dari cabang bani Hasyim yang secara
nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka, orang Umayyah secara
paksa menguasai khilafah melalui tragedi perang Siffin.
Oleh
karena itu, untuk mendirikan dinasti Abbasiyah, mereka mengadakan gerakan yang
luar biasa melakukan pemberonta kan terhadap dinasti Umayyah. Kekuasaan
Bani Abbasiyah berlangsung selama lima abad sejak tahun 750-1258 M,
melanjutkan kekuasaan dinasti bani Umayyah.
Al-Saffah menjadi pendiri dinasti Arab Islam
ketiga - setelah khulafa al-Rasyidun dan dinasti
Umayyah - yang sangat besar dan berusia lama. Setelah meruntuhkan dinasti
Umayyah dengan cara membunuh Marwan sebagai khalifahnya.
Pada tahun
750 M, Abu al-‘Abbas mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah pertama dinasti
Abbasiyah,ketika Abbas menjabat khalifah, dia diberi gelar al-Saffah yang
berarti penumpah atau peminum darah. Sebutan tersebut diberikan karena dia
mengeluarkan dekrit kepada gubernurnya yang berisi perintah untuk membunuh
tokoh-tokoh Umayyah. Bukan hanya itu saja, al-Saffah juga melakukan perbuatan
keji dengan menggali kuburan para khalifah bani Umayyah
(kecuali Umar II), dan tulang-tulangnya dibakar.
Berdirilah sebuah dinasti menuju kekuasaan yang bersifat internasional, dengan assimilasi corak pemikiran dan peradaban
Persi, Romawi Timur, Mesir dan sabagai nya. Sebelum wafat, al-Saffah mengangkat
saudaranya Abu Ja’far dengan gelar al-Mansur (754-775) artinya sultan penolong
di atas bumi-Nya.
Ialah
khalifah terbesar dinasti Abbasiyah, meskipun bukan seorang muslim yang saleh,
dialah sebenarnya yang membangun dinasti, tiga puluh lima orang khalifah
berasal dari keturunannya. Madinah as-Salam, nama resmi kota al-Mansur.
Al-Mudawwarah (kota lingkaran), gerbang emas; kubah biru ‘al-qubbah
al-khadhra’. Al-Mansur berbadan tinggi, berkulit gelap dan berjanggut tipis,
gigih dan tegas. Berbagai kebijakannya dijadikan acuan bagi para penerusnya,
sebagaimana kebijakan muawiyyah menjadi acuan bagi khalifah-khalifah Umayyah.
Masa kekuasaan ini berhasil mencapai kejayaan dan kemega han yang tidak ada
tandingannya pada abad perte ngahan, kecuali mungkin oleh Konstantinopel.Menjadi
pewaris kekuatan dan prestise kota Ctesiphon, Babilonia, Nineceh, Ur, dan Ibukota-ibukota
bangsa Timur Kuno.Menjadi ibu Kota kerajaan Orang Irak yang baru, di bawah raja
Arab, Fayshal. Membuka jalan bagi tumbuhnya gagasan dan pemikiran dari timur,
khalifah meniru model Chosroisme Sasaniyah. Islam Arab jatuh dalam pengaruh
Persia; cenderung melestarikan sistem despotisme Iran dibanding
sistem kesukuan Arab. Secara bertahap, gelar, anggur, istri, pembantu, lagu,
gagasan, dan pemikiran persia mendominasi kehidupan masyarakat.
Pada
kenyataannya diakui atau tidak, pengaruh Persia memperhalus sisi-sisi
kasar kehidupan primitif hanya berhasil mempertahankan dua warisan
budaya aslinya:
(1).Islam mejadi agama negara;
(2).Bahasa Arab menjadi bahasa resmi
administrasi negara. Selama 22 tahun masa kekhalifahannya.
Ada
beberapa hal besar yang pernah dilakukannya sebagai kontribusi bagi
perkembangan peradaban Islam, seperti berhasil mendapatkan sejumlah buku dari
raja Bizantium termasuk karya Euclid. Namun orang Arab
tidak memahami bahasa Yunani, dan pada
awalnya bersandar pada terjemahan yang dibuat oleh orang yang ditaklukkannya,
yaitu Yuhudi penyembah berhala, maupun orang kristen nestor, serta memindahkan
ibukota kerajaan ke Bagdad, dan memunculkan tradisi baru yaitu menerapkan
sistem wazir yang berasal dari
ketatanegaraan Persia untuk membawahi depar temen. Sebelum wafat,
al-Mansur membangun istana qashr al-khuld ‘istana keabadian’, kebun-kebun
ditata menandingi kebun di surga (25:15-16).al- Mansur wafat 7 Oktober 775,
dekat Mekah dalam perjalan ibadah haji, di usia 60 tahun. Seratus liang kubur
digali di dekat kota suci, dan dimakamkan di sebuah tempat yang tidak bisa
dilacak dan digali kembali oleh musuh. al-Mansur mewariskan tahtanya kepada
anaknya yang bernama al-Mahdi.
Pada
masa kekhalifahan al-Mahdi, pereko nomian mulai membaik. Pertanian
ditingkatkan dengan mengadakan irigasi, sehingga
hasil gandum, beras, kurma dan minyak zaitun bertambah. Begitu pula
dengan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga, besi dan lainnya juga
bertambah. Dagang transit antara Timur dan Barat membawa kekayaan. Basrah
dijadikan pelabuhan cukup penting saat itu ialah Khalifah pertamamengumandangkan perang suci melawan
bizantium, dipimpin anaknya Harun dan sukses. Selama ekspedisi inilah,
ayahnya memberi gelar al-Rasyid ‘pengikut jalan yang lurus’. Kekhalifahan
al-Mahdi digantikan oleh al-Hadi atas dasar wasiat ayah al-Mahdi. Namun
kekhalifahan tersebut hanya berjalan satu tahun,dan kemudian ia digantikan oleh
Harun al-Rasyid.
Pada
masa kepemimpinan Harun al-Rasyid, masyarakat
hidup cukup mewah, seperti yang digambarkan dalam
hikayat “Seribu Satu Malam” Kekuasaan bani
Abbasiyah secara keseluruhan dipegang oleh
Khalifah sebagai kepala Negara, dibantu oleh Pejabat rumah
tangga istana ‘Hajib’ yang bertugas memperkenalkan para utusan dan
pejabat yang akan mengunjungi khalifah. Juga seorang eksekutor Bertempat di
ruang bawah tanah sebagai tempat penyiksaan, muncul pertama
kali dalam sejarah Arab. Khalifah melimpahkan otoritas
sipilnya kepada seorang wazir. Tangan kanan khalifah, dan
kekuasaannya bertambah ketika khalifah tenggelam di tengah
harem-haremnya. Dikenal 2 kategori wazir;
(1) Wazir tafwid:
memiliki otoritas penuh dan tak terbatas,
(2) Wazir tanfidz :
memiliki kekuasaan eksekutif saja. Wazir utama atau wazir besar mengepalai
dewan, atau departemen: biro keuangan ‘diwan
al-alkharaj’, departemen keuangan ‘bayt al-maal’,
hakim (qadhi) mendapatkan otoritas pengadilan, dan jenderal (amir)
otoritas militer.
Abu
Abdullah M. al-Mahdi bin al-Mansur(775-785M),putra mahkota dari al-Mansur.Tidak terperinci, namun menurut beberapa penulis, ia melanjut
kan kebijakan-kebijakan sebelumnya, mengangkat keturunan Barmak.
Kekayaan yang banyak dipergunakan khalifah untuk kepentingan sosial. Rumah
sakit didirikan, pendidikan dokter diutamakan dan farmasi di bangun. Pada saat
itu, Bagdad telah mempunyai 800 dokter. Selain itu, Harun al-Rasyid juga
mendirikan pemandian-pemandian umum, sehingga dirinya cukup terkenal pada
zamannya. Lembaran sejarah abad ke-9, dua
nama raja yang menguasai percaturan dunia: Charlemagne di
Barat dan Harun al-Rasyid di Timur. Titik tertinggi yang pernah dicapai oleh
pasukan dinasti Abbasiyah dengan menguasai Raqqah tepi sungai efrat, Asia
Kecil, dan Heraclea dan Tyna pada 806.
Pada
masa ini, meskipun usianya kurang dari setengah abad, Baghdad pada saat itu
muncul menjadi pusat dunia dengan tingkat kemakmuran dan peran internasio nal
yang luar biasa. Serangan ke tanah Romawi terutama pada masa Harun menjadi
jalan masuk manuskrip Yunani. Terutama dari Amorium dan Ankara. Baghdad menjadi
saingan satu-satunya bizantium. Kejayaannya berjalan seiring dengan kemakmuran
kerajaan. Baghdad menjadi kota yang tiada bandingnya di seluruh dunia.
Masuknya
berbagai pengaruh asing, sebagian indo-Persia dan Suriah, dan yang paling
penting adalah pengaruh Yunani. Gerakan intelektual itu ditandai
dengan proyek penerjemahan karya-kara berbahasa Persia,
Sanskerta, Suriah, dan yunani ke bahasa Arab. Dimulai dengan karya mereka
sendiri tentang ilmu pengetahuan, filsafat, atau sastra yang tidak
terlalu banyak, orang Arab memiliki keingintahuan yang tinggi dan minat belajar
yang besar, segera menjadi penerima dan pewaris
peradaban bangsa-bangsa yang lebih tua dan berbudaya yang mereka
taklukkan, atau yang mereka temui.
Di
Suriah menyerap paradaban Aramaik yang telah ada sebelumnya, yang telah
dipengaruhi Yunani. Di Irak mengadopsi peradaban yang telah dipengaruhi oleh
Persia. Tiga perempat Abad setelah berdirinya Baghdad, dunia literatur Arab
telah memiliki karya-karya filsafat, terutama Aristoteles, karya para
komentator neo Platonis, dan tulisan kedokteran Galen juga karya-karya ilmiah
Persia dan India. Persentuhan dengan budaya Yunani bermula ketika orang Arab
bergerak menaklukkan daerah BulanSabit Subur,khazanah intelektualYunani
merupakan harta karun tak ternilai.
Hellenisme
akhirnya menjadi unsur paling penting yang memengaruhi kehidupan orang Arab.
Iskandariah menjadi tempat pertemuan filsafat Barat danTimur; Suriah dan
Mesopotamia menjadi pusat berkembangnya kajian keagamaan, ilmiah dan filosofis,
memancarkan pengaruh Hellenisme.. Charlema -gne punya kepentingan
menjadikan Harun sebagai sekutu potensial untuk menghadapi.
Bizantium yang tidak bersahabat, dan Harun berusaha menghadap Umayyah di
Spanyol. Seorang ahli geografi Arab sebagaimana
dikutip Hitti memberitakan bahwa
sudah menjadi kebiasaan bagai pasukan dinasti Abbasiyah untuk melakukan
tiga kali serangan setiap tahun: pada musim dingin akhir Pebruari hingga awal
Maret, musim semi berlangsung lebih dari 30 hari mulai 10 Mei dan pada
musim panas berlangsung 60 hari dimulai pada 10 Juli.. Bahasa Aramik
adalah bahasa Suriah. Sejak paruh terakhir abad
ke dunia timur Arab modern juga telah
mengalami masa penerjemahan serupa, terutama dari bahasa Prancis
dan Inggris.
Dalam
proses penyerapan tersebut, gagasan utama Yunani dan Persia Islam telah
kehilangan sebagian besar karakteristik utamanya, yang bernafaskan
semagat gurun pasir dan melahirkan nasionalisme Arab, namun dengan
begitu berhasil menempati kedudukan penting dalam unit budaya abad pertengahan
yang menghubungkan Eropa Selatan dengan Timur Dekat. Perlu diingat bahwa budaya
ini dibawa oleh satu aliran saja, aliran yang bersumber dari Mesir Kuno,
Babilonia, Phonisia, dan Yahudi, yang semuanya mengalir ke Yunani, dan kini
kembali lagi ke Timur dalam bentuk budaya hellenis, dan kita akan melihat
bagaimana aliran yang sama ini dibelokkan kembali ke Eropa oleh orang Arab di
Spanyol dan Sisilia, yang membidani lahirnya Renaisan Eropa. Selain yunani,
peradaban lain yang banyak berpengaruh pada pembentukan budaya universal Islam
Persia adalah Budaya India, terutama sumber inspirasi pertama dalam bidang
Mistisisme dan Matematika.
Harun
menunjuk anak tertuanya, al-Amin, sebagai
penggant inya, dan adiknya yang lebih berbakat al-Ma’mun sebagai
penerusnya yang kedua. Pada masa kekhalifahannya, al-Ma’mun lebih fokus
perhatiannya pada ilmu pengetahuan. Pada masa
al-Makmun, mengirim utusan hingga ke Konstanti nopel,
langsung kepada raja Leo dari Armenia, untuk mencari karya- karya Yunani. Titik
tertinggi pengaruh Yunani terjadi pada masa al-Makmun, dengan kecenderungan
rasionalistik khalifah dan para pendukungnya dari kelompok Muktazilah, yang
menyatakan bahwa teks keagamaan harus bersesuaian dengan nalar manusia
mendorongnya untuk mencari pembenaran bagi
pendapatnya dalam karya filsafat
Yunani. Untuk menerjemahkan buku-buku
dari kebudayaan Yunani, ia menggaji penerjemah dari golongan Kristen,
Sabi dan bahkan juga penyembah bintang. Untuk itu, dia mendirikan Bait
al-Hikmah serta sekolah-sekolah Para penerjemah dari bahasa Yuanani ke bahasa
Arab ini tidak tertarik menerjemahkan karya-karya sastra Yunani, sehingga tidak
terjadi kontak antara pengetahuan Arab dengan drama, puisi dan sejarah Yunani,
dan dalam bidang ini, Persia lebih Unggul. Era
penerjemahan Dinasti Abbasiah berlangsung selama seabad
dimulai pada 750 M. Kebanyakan penerjemah adalah orang yang Pada masa ini tidak
banyak perkembangan, lebih banyak melemahkan
kekuatan-kekuatan yang pernah dirintis bapaknya baik dari aspek keilmuan
maupun pembangunan fisik. di baghdad, makmun mendirikan bayt
al-Hikmah (rumah kebijaksanaan), sebuah perpustakaan,
akademi sekaligus biro penerkemahan, yang.dalamberbagaihalmerupakan lembaga pendidikan
penting sejak berdirinya musium iskandariah pada paruh
abad ke 3 SM. berbahasa Aramik, maka karya Yunani
pertama diterjemahkan ke bahasa Aramik (Suriah) baru ke
bahasa Arab.Teknik
menerjemah kalimat yang sulit dipahami dalam bahasa aslinya, terjemahnnya
dilakukan kata demi kata, dan ketika tidak dijumpai atau dikenal padanannya
dalam bahasa Arab, istilah-istilah Yunani itu diterjemahkan secara sederhana
dengan beberapa adaptasi. Setelah al-Ma’mun wafat, ia digantikan oleh
al-Mu’tasim, kemudian al- Watsiq, al-Mutawakkil, berlanjut ke beberapa khalifah
dan terakhir al- Musta’sim. Pada masa khalifah al-Musta’sim itulah Bagdad
dihancurkan oleh Hulagu pada tahun 1258 M. Dengan hancurnya Bagdad, maka
runtuhlah dinasti Bani Abbasiyah. Berdasarkan fakta sejarah,
sebanyak 37 khalifah yang pernah menjadi pemimpin pada
masa kekuasaan Bani Abbasiyah, dan masa kejayaan masa keemasannya antara masa
khalifah ketiga al-Mahdi, dan khalifah ke sembilan, al-Watsiq, dan khususnya
pada masa Harun al-Rasyid dan anaknya al-Makmun Selama kekuasaan mereka tersebut,
peradaban Islam sangat berkembang. Jika pada masa Bani Umayyah lebih dikenal
dengan upaya ekspansinya, maka pada masa Bani Abbasiyah yang lebih dikenal
adalah berkembangnya peradaban Islam. Kalau dinasti Umayyah terdiri atas
orang-orang ‘Arab Oriented’, dinasti Abbasiyah lebih bersifat internasional,
assimilasi corak pemikiran dan peradaban Persia, Romawi Timur, Mesir dan
sebagainya.
Begitulah
bani Abbasiyah membawa peradaban Islam pada puncak kejayaan nya, dan terutama
pada perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat maju. Pada masa inilah buat
pertama kalinya dalam sejarah terjadi kontak antara Islam dengan
kebudayaan Barat, atau tegas nya dengan
kebudayaan Yunaniklasik yang terdapat di Mesir, Suria, Mesopot amia dan
Persia. Dinasti Abbasiyah memiliki kesan baik dalam ingatan publik, dan menjadi
dinasti paling terkenal dalam sejarah Islam. Diktum dari Tsalabi: ‘ al-Mansur
sang pembuka, al-Ma’mun sang penengah, dan al-Mu’tadhid sang Penutup’ mendekati
kebenaran, Setelah al-Watsiq pemerintahan mulai menurun hingga al- Mu’tashim
khalifah ke 37, jatuh dan mengalami kehancuran di tangan orang Mongol 1258.
C.
Menuju Kebangkitan Pendidikan
Masa
Bani Abbasiyah Gerakan Kebangkit an intelektual ditandai oleh proyek
penerjemahan karya- karya berbahasa Persia, Sanskerta, Suriah, dan terutama
yang berbahsa Yunani ke bahasa Arab,pendirian pusat pengembangan ilmu dan
perpustakaan yaitu Nama lengkap khalifah yang
berjumlah 37 orang tersebut serta nama-nama orang khalifah
yang berkuasa di Mesir, Baital-Hikmah,dan terbentuknya mazhab-mazhab
ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai buah dari kebebasan
berpikir.
Ada
beberapa upaya yang dilaksanakan terkait dengan kemajuan dan perkembangan
peradaban Islam. Peradaban-peradaban tersebut pada dasarnya merupakan
akulturasi dari peradaban Islam dengan peradaban lainnya, terutama Persia atau
Yunani, di antaranya:
1.Gerakan
Penerjemahan
Pada
abad ke-9 M, dilakukan penerjemahan besar-besaran buku, dalam
penerjemahannya ikut berperan serta orang-orang
Yahudi dan Kristen disamp ing orang-orang Islam sendiri .Mereka
menerjemahkan manuskrip -manuskrip terutama yang berbahasa Yunani dan Persia ke
dalam bahasa Arab. Para Ilmuan diutus untuk ke daerah Bizantium untuk mencari
naskah-naskah Yunani dalam berbagai ilmu terutama filsafat dan kedokteran.
Sedangkan untuk perburuan manuskrip di daerah Timur seperti Persia, adalah pada
bidang tata negara dan sastra. Sebelum diterjemahkan kedalam bahasa Arab,
naskah yang berbahasa Yunani diterjemahkan dulu ke dalam bahasa Syiria. Hal ini
disebabkan karena para penerjemah adalah para pendeta Kristen Syiria yang
memahami bahasa Yunani. 27 Pelopor gerakan penerjemahan adalah khalifah
al-Mansur, dengan mempekerjakan orang-orang Persia untuk
menerjemahkan karya-karya berbah asa Persia, di antaranya: Buku tentang
ketatanegaraan (Kalila wa Dimna dan Shindind).
Sedangkan
manuskrip yang berbahasa Yunani, seperti Logika karya Aristoteles, Almagest
karya Ptolemy, Arithmetic karya Nicomachu dari Gerasa, Geometri karya Euclid.28
Pada masa Harun al-Rasyid, dikenal Yuhanna Yahya ibn Masawayh (w.857) yang
menerjemah kan beberapa manuskrip tentang kedokteran yang dibawa oleh khalifah
dari Ankara dan Amorium. Pada masa Makmun dikenal Hunayn ibn Ishaq ia dijuluki
“ketua para penerjemah” (sebutan orang Arab), seorang sarjana terbesar dan
figur terhormat. Makmun mengangkatnya menjadi pengawas perpustakaan
akademi nya. Dan bertugas menerjma. adalah penerjemah pertama dari bahasa
Yunani yang terkenal, menerjemahkan karya-karya Galen dan
Hippoctares (w.±436S.M.)untuk Mansur juga menerjemah kan karya Ptolemius,
Quadripartitum, untuk khalifah lainnya. Element karya
Euclid dan Almagest ‘terbesar’ karya besar Ptolemius tentang
Astronomi.
Diterjemahkan
ulang pada masa Harun al-Rasyid dan al-Makmun. karya-karya ilmiah, dibantu oleh
anaknya Ishaq, dan keponakannya Hubaisy ib al-Hasan yang telah ia latih.
Seperti dalam menerjemah kan hermenutica karya Aristoteles; Hunayn
menerjemahkan bahasa Yunani ke bahasa Suriah, Ishaq melanjutkannya ke bahasa
Arab karena keahliannya dalam bahasa Arab. Selanjutnya menjadi penerjemah
terbesar karya aristoteles.
Pada masa
al-Mutawakkil, Hunayn diangkat sebagai dokter pribadinya. Ibn al-‘Ibri dan
al-Qifthi menilai Hunayn sebagai ‘Sumber ilmu pengetahuan dan tambang
kebajikan’, dan oleh Leclerc sebagai tokoh terbesar abad ke-9, dan bahkan
sebagai salah seorang yang paling cerdas yang pernah dikenal dalam
sejarah.Setelah tokoh besar tersebut, dikenal juga nama Quatha ibn Luqa
(w.992); Tsabit ibn Qurrah, dimasa al-Mutawakkil dan Al-Mu’tadhid. Sinan ibn
Qurrah, yang diperintahkan oleh Muqtadir pada
tahun 913 untuk memeriksa semua dokter praktik dan
memberikan sertifikat ijazah) kepada dokter yang dipandang memberikan pelayanan
memuaskan, 860 dokter lulus dan bebas dari dokter yang tidak berijazah.
Kegiatan penerjemahan buku-buku ini berjalan kira-kira satu abad,babak
penerjemahan itu dalam rentang ±750-850.Di antara cabang ilmu pengetahuan yang
diutamakan ialah Ilmu Kedokteran, Matematika, Optika, Geografi, Fisika,
Astronomi, dan Sejarah di samping Filsafat.
2.Aktivitas
Kreatif Karya-karya yang mendasar
Babak berikutnya
setelah adanya era penerjemahan yang berkem bang pada dinasti Abbasiyah adalah
babak aktivitas kreatif penulisan karya-karya orisinil. Penulisan karya-karya
tersebut melahirkan beberapa tokoh utama yang yang menekuni bidang
masing-masing. Yahya ibn Masawayh muridnya Jibril Ibn Bakhtisyu, dan guru
Hunayn ibn Ishaq. Bukti kemampuan Hunayn sebagai penerjemah bisa dibukti
kan dari lapaoran yang menyebut kan bahwa saat berkerja pada anak Ibn Syakir,
ia dan penerjemah lain menerima sekitar 500 dinar (sekitar £ 250)
perbulan, al-Makmun membayarnya dengan emas seberat
buku yang ia terjemahkan. Dan ini menjadi bukti
profesionalitasnya.
Lebih
lanjut lihat buku-buku terjemahan Hunayn dalam Philip.K.Hitti, History
Of The Arabs hlm. 389. Philip.K.Hitti, History Of The Arabs… hlm. 390.
Tsabit ibn Qurrah (w.±836-901 S.M.) kelompok barisan
utama penerjemah lainnya, direkrut dari orang
Saba penyembah berhala dari Harran.
Menerjemahkan sejjumlah karya Yuanani tentang matematika dan
astronomi karya Archimedes (w.212 S.M.) dan Appolonius (lahir 262
S.M.).Lihat Philip.K.Hitti, History Of The Arab; 454).Pada bidang kedokteran
beberapa tokoh yang muncul seperti Ali ibn Sahl Rabban al-Thabari, pertengahan
abad ke sembilan; Abu Bakr Muh ibn Zakariyya al-Razi (Rhazes, 865-925); Ali ibn
al Abbas (w.994); Ibn Sina, 980-1037.
Dalam
perkembangan filsafat Islam, peneliti muslim memahami bahwa falsafah merupakan
pengetahuan tentang kebenaran dalam arti yang sebenarnya, sejauh
hal itu bisa dipahami oleh pikiran
manusia. Filsafat dan kedokteran Yunani senyatanya ilmu yang
dimiliki orang Barat, dan orang Arab percaya bahwa Alquran dan Teologi adalah
rangkuman hukum dan pengalaman Agama. Karenanya, kontribusi filsafat dan agama
di satu sisi dan di antara filsafat dan kedokteran di sisi lain menjadi tren
keilmuan saat itu. Para penulis Arab akhirnya menerapkan kata: falasifah
atau hukam (filosof atau sufi) terhadap para filosof yang pemikiran
spekulatifnya tidak dibatasi agama; dan Mutakallimun atau ahl al-kalam (ahli
bicara, ahli dialektika) pada orang-orang yang memosisikan sistem pemikirannya
di bawah ajaran agama samawi. Ahli membuat proposisi. Seiring perkembanga nya,
kalam berubah maknanya menjadi teologi, dan
mutakallimin akhirnya bersinonim dengan teolog, upaya harmoni sasi
filsafat Yunani dengan Islam dilakukan oleh nama- nama besar dalam bidang
filsafat yaitu al-Kindi, al-Farabi, dan Ibn Sina. Al-Kindi, sistem
pemikirannya beraliran ekletisisme, menggunakan pola
neo-Platonis untuk menggabungkan pemik lran Plato danAristoteles serta
menjadikan matematika neo-Phytagorean sebagai landasan semua ilmu. Al-Farabi,
sistem filsafatnya merupakan campuran antara Platonisme,Aristotelianisme,Mistisisme.
SedangkanIbn
Sina mengadopsi pemikiran al- Farabi, namun ia seorang pemikir yang sanggup
menyatukan berbagai kebijaksan aan Yunani dengan pemikirannya sendiri, terutama
pemikiran Philo yang dapat ia selarakan dengan ajaran Islam. Fenomena lain
yang perlu dikemukakan di sini yang turut mewarnai pergerakan filsafat dalam
Islam adalah munculnya satu kelompok persaudaraan sufi, sekitar pertengahan
abad ke 4 H. (±970M). Pada kajian Astronomi dan Matematika, tahun 771, seorang
pengembara. India memperkenalkan naskah astronomi ke baghdad yang berjudul
siddhanta34 Tentang kelebihan masing-masing tokoh,
dapat dideskirpsikan bahwa Arrazi lebih menguasai
kedokteran daripada ibn Sina, Ibn Sina lebih menguasai filsafat
dari Arrazi. Dalam diri seorang dokter, filosof dan penyair
inilah ilmu pengetahuan Arab mencapai titik
puncaknya dan berinkarnasi. (Lihat Philip.K.Hitti, History Of
The Arabs: 459). Eklektisisme adalah sikap berfilsafat dengan mengambil teori
yang sudah ada dan memilah mana yang disetujui dan mana yang tidak sehingga
dapat selaras dengan semua teori itu. Hal ini dilakukan agar dapat
mengambil nilai yang berguna dan dapat diterima. Dari sana
diciptkan sitem terpadu. Para filsuf dengan sikap
semacam ini membatasi usaha berpikirnya dengan menguji
hasil karya intelektuan orang lain, mengadakan penggabungan
kebenaran-kebenaran tanpa usaha yang serius dalam berfilsafat. Para
eklektikawan memandang upaya semacam ini adalah cara terbaik agar
dapat memakai semua teori yang bernilai dan ini diterapkan dalam banyak
bidang kehidupan. Misalnya dalam bidang pendidikan, sosial, politik,
masyarakat dan sebagainya. (bahasa Arab, sindhind), kemudian diterjemahkan oleh
Muh ibn Ibrahim al- Fazari atas perintah al Mansur yang kemudian menjadi
astronom Islam pertama, dengan demikian Islam juga memberi rangsangan penting
untuk mempelajari astronomi sebagai cara untuk menetapkan arah shalat
yang menghadap kiblat. Perkembangan dalam bidang Kimia, memperkenalkan tradisi
penelitian objektif, sebuah perbaikan penting terhadap tradisi pemikiran
spekulatiforangYunani. Bapak Kima bangsa Arab adalah Jabir ibn Hayyan. Pada bidang Geografi,
dikenal Al Ya’qubi, seorang ahli Geografi,
sejarawan dan pengembara. Buku tertua dalam sejarah ilmu geografi berjudul
al-Buldan (891), yang diterbitkan kembali oleh Belanda dengan judul Ibn Waddih
qui dicitur al-Ya’qubi Historiae.37Kajian Historiografi, pada bidang ini di
masa sebelumnya penulisan sejarah dilakukan berdasarkan legenda
dan anekdot pada masa
pra-Islam. Juga didasarkan pada tradisi keagamaan yang
berkisar pada nama dan kehidupan Nabi. Namun, saat dinasti Abbasiyah berkuasa,
penulisan sejarah mengalami kemajuan. Penulisan dilekatkan pada legenda,
tradisi, biografi, geneologi, dan narasi. Sejarah juga diriwayatkan melalui
penuturan para saksi atau orang yang sezaman dengan penulis. Ini dilakukan
melalui sejumlah mata rantai para saksisejarah.
Metode
ini dinilai telah menjamin keakuratan data bahkan hingga penanggalan. Perkembangan historiografi
Islam dimasa Abbasiyah pertama dilandasi oleh adanya perkembangan budaya, hal
ini akibat dari bertemunya orang-orang Islam khususnya bangsa Arab dengan
bangsa-bangsa yang telah maju seperti Persia, Romawi, Yunani. Penulisan sejarah
sedikit banyak terpengaruh oleh ide-ide agama Kristen dan Yahudi ,terutama yang
berhubungan dengan sejarah bangsa- bangsa (pra Islam)
dan sejarah kenabian secara keseluruhan.
Historiografi sebagai langkah baru bagi pengembangan tradisi lisan belum sepenuhnya
dapat menemukan format selain format ilmu Hadis yaitu mengungkapkan
sanad-sanad. Kajian Teologi Adalah aktivitas intelektual yang muncul dari
kecenderungan orang Arab sebagai orang Arab dan sebagai muslim. Ilmu
pengetahuan paling penting yang muncul adalah Teologi, Hadis, Fikih, Filologi
dan Linguistik. Dan kalangan yang menjadi aktor
adalah keturunan Arab, QS: al-Baqarah: 142 “ Orang-orang yang
kurang akalnya di antara manusia akan berkata:"Apakah yang
memalingkan mereka (umat Islam) dari
kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka
telah. berkiblat kepadanya?" Katakanlah:
"Kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat;
Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke
jalan yang lurus"37Abu Musa Jabir bin Hayyan, atau dikenal dengan nama
Geber di dunia Barat, diperkirakan lahir di Kuffah, Irak pada tahun 750
dan wafat pada tahun 803. Di masa
pemerintahan Harun Al-Rasyid di Baghdad. Ia mengembangkan teknik
eksperimentasi sistematis di dalam penelitian kimia, sehingga setiap
eksperimen dapat direproduksi kembali. Jabir
menekankan bahwa kuantitas zat berhubungan dengan
reaksi kimia yang terjadi,
sehingga dapat dianggap Jabir
telah merintis ditemukannya hukum perbandingan
tetap. dokter, astronomi dan
matematika, kimia yang kebanyakan adalah berasal dari Suriah, beragama yahudi
dan keturunan Persia. Tradisi perjalanan mencari ilmu (al-rihlah fi thalab al-‘ilm) dipandang sbg bentuk kesalehan
paripurna, sama dengan jihad dalam perang suci.
Abad
ke 3 Hijriah disaksikan penyusunan enam kitab hadis yang saat itu menjadi kitab
hadis standar. Yang paling otoritatif adalah yang dihimpun Muhammad ibn Ismail
al-Bukhari (810-870) dengan shahih Bukharinya; diikuti Muslim ibn al-Hajjaj
(w.875) dengan shahih muslimnya, Sunan Abu Dawud dari Bashrar (w.888), jami’
al-Tirmizi (w.±892), Sunan Ibn Majah dari Qazwin (w.886), dan Sunan al-Nasa’i
(w.915). Begitulah perjalanan sejarah kebangkitan intelektual Islam, dimulai
dari era penerjemahan berlanjut pada babak
aktivitas kreatif penulisan karya-karya orisinil mengantarkan
peradaban Islam menjadi perdaban terhormat di abad pertengahan. Era ini
ditandai sebagai proyek pembangunan budaya melalui dua pendekatan atau
strategi, (1) membaurkan kebijakan kuno Persia dan klasik Yunani, (2)
Mengadaptasi keduanya sesuai kebutuhan khusus dan paradigma ‘pola pikir’
peneliti. Upaya transmisi pengetah uan tersebut masuk ke daratan Eropa melalui
Suriah, Spanyol dan Sisilia, dan gerakannya mendominasi pemikiran eropa abad
pertengahan yang mendobrak munculnya renaisan Eropa.
3.Membangun
Bait al-Hikmah
Bait
al-Hikmah merupakan perpustakaan yang juga berfungsi sebagai pusat pengembangan
ilmu pengetahuan. Instuisi ini merupakan kelanjutan dari instuisi yang serupa
di masa imperium Sasania Persia yang bernama Jundishapur Academy. Perbedaannya,
pada masa Persia institusi ini hanya menyimpan puisi- puisi dan cerita-cerita
untuk Raja, sedangkan pada masa Abbasiyah (Harun Al- Rasyid) instutusi ini
diberi nama Khizanah al-Hikmah yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat
penelitian.
Pada
masa al-Makmun diubah namanya menjadi Bait al-Hikmah dipergunakan untuk
menyimpan buku-bukukuno yang didapat dari Persia, Bizantium, dan bahkan Etiopia
dan India.Langkah-langkah yang dilakukan khalifah al-Makmun membentuk lembaga
Bait al-Hikmah pada tahun 832 M. bertujuan
untuk mendorong atau untuk memasukkan hal-hal
yang positif dari kebudayaan
Yunani ke dalam pengetahuan khususnya wilayah
filsafat Islam. Setelah adanya upaya penerjemahan dan pembentukan kajian
keilmuan melaui pendirian Bait al-Hikmah, kaum muslim telah mengalami
perkembangan yaitu mulai bergaul dengan orang luar Islam. Deskripsi institusi
Bait al-Hikmah dapat diurai sebagai berikut: Pertama, nilai-nilai kebebasan berekspresi, keterbukaan, toleransi
dan kesetaraan dapat dijumpai pada proses pengumpulan manuskrip-manuskrip dan
penerjemahan buku-buku sains dari Yunani.
Hal
ini melingkupi dalam aktivitas penyelenggaraan Bait al-Hikmah, baik kepada para
sarjana muslim maupun non muslim. Penghargaan yang diberikan al-Makmun (sang
khalifah) kepada mereka adalah dengan membayar mahal kepada para penerjemah
dengan emas setarabobot buku yang mereka terjemahkan.
Interaksi positif antara orang Arabmuslim
dengan kalangan bukan muslim melebur dalam suasana penuh
kebebasan, toleransi dan keterbuka an .Kedua,
perbedaan etnik kultural dan
agama bukan halangan dalam melakukan
penerjemahan. Para penerjemah tersebut antara lain;
(1) Abu Sahl Fazhl
bin Nawbakht, berkebangsaan Persia;
(2) Alan
al-Syu’ubi, berkebangsaan Persia;
(3) Yuhanna (Yahya)
ibn Masawayh (w.857),berkebangsaan Syiria;
(4) Hunayn ibn
Ishaq, beragama Kristen Nestorian dari Hirah;
(5) Qutha bin Luqa,
beragama Kristen Yacobite;
(6) Abu Bisr Matta
ibn Yunus, beragama Kristen Nestorian
(7) Ishaq bin
Hunayn, beragama Kristen Nestorian; dan
(8) Hubaish juga
beragama Kristen.
Berkembangnya
ilmu pengetahuan menjadi puncak peradaban Islam karena diantaranya
institusi pendidikan Islam yang ada telah menerapkan konsep
pendidikan berbasis multikultural.Nilai-nilai toleransi, keterbukaan,
kesederajatan, kebebasan,keadilan,kemiskinan, keragam an, dan
demokrasi, juga didukung oleh tokoh-tokoh pendidik yang memiliki visi dan misi
kultural.
C.
Sistem Pendidikan pada masa Daulah Abbasiyah
Sistem
pendidikan Islam klasik berdasar kan kriteria materi yang diajarkan pada tempat
penyelenggaraannya menurut George Makdisi terbagi menjadi dua tipe, yaitu;
institusi pendidikan inklusif (terbuka) terhadap pengetahuan umum dan institusi
pendidikan eksklusif (tertutup) terhadap pengetahuan, istem pendidikan Islam
klasik berdasarkan kriteia hubungan institusi pendidikan dengan negara yang
berbentuk teokrasi, ada dua macam, yaitu; institusi pendidikan Islam formal dan
institusi pendidikan Islam informal.Institusi pendidikan formal adalah lembaga
pendidikan yang didirikan oleh negara untuk mempersiap kan
pemuda-pemuda Islam agar mengu asai pengetahuan agama dan
berperan dalam agama dan menjadi pegawai pemerintahan.
Biaya
pendidikan nya biasa disubsidi oleh Negara dan dibantu oleh orang-orang kaya
melalui harta wakaf. Pengelolaan administrasi berada ditangan pemerintah.Sebaliknya
pendidikan informal diselenggarakan secara swadaya oleh masyarakat
atau anggota masyara kat, dan menawarkan mata pelajaran umum termasuk filsafat.
Dalam hal ini terdapat sekitar 30.000 masjid di Bagdad berfungsi sebagai
lembaga pendidikan dan pengajaran pada tingkat dasar. Perkembangan pendidikan
pada masa bani Abbasiyah dibagi 2 tahap, yaitu: Tahap pertama (awal abad ke-7 M
sampai dengan ke-10 M) perkembangan secara alamiah disebut
Juga sebagai sistem pendidikan khas Arabia.
Tahap kedua (abad ke 11) kegiatan pendidikan dan pengajaran diatur oleh
pemerintah dan pada masa ini sudah dipengaruhi unsur non-Arab.49Umat Islam masa
Bani Abbasiyah dalam sejarahnya memperliha tkan tentang pentingnya pendidikan
hal ini dapat ditelusuri dari beberapa catatan sejarah;
1.Lembaga
dan Institusi Pendidikan di Masa Bani Abbasiyah Institusi pendidikan Islam yang
diselenggarakan pada masa Bani Abbasiyah dapat dikategorikan sebagai
berikut:
a).Lembaga
pendidikan sebelum madrasah
Pertama,
Maktab/ Kuttab. Adalah
institusi pendidikan dasar. Mata pelajaran yang diajarkan adalah khat,
kaligrafi, al-quran, akidah, dan syair. Kuttab dapat diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu yang tertutup terhadap ilmu pengetahuan umum dan yang terbuka
terhadap pengetahuan umum.
Dalam
ensiklopedi Islam dijelaskan bahwa Kuttab adalah sejenis tempat belajar yang
mula-mula lahir di dunia Islam, pada awalnya kuttab berfungsi sebagai tempat
memberikan pelajaran menulis dan membaca bagi anak-anak, dan dinyatakan bahwa
kuttab ini sudah ada di negeri Arab sebelum agama Islam mereka fahami bahwa
agama yang benar, namun belum dikenal. Di antara penduduk Mekah yang pernah
belajar adalah Sofwan bin Umayyah bin Abdul Syam.
Kedua, halaqah artinya lingkaran. Halaqah merupakan institusi pendidikan
Islam setingkat dengan pendidikan tingkat lanjutan atau college. Sistem ini
merupakan gambaran tipikal dari murid-murid yang berkumpul untuk belajar pada
masi itu. Guru biasanya duduk di atas lantai sambil menerangkan, membacakan
karangannya, atau komentar orang lain terhadap suatu karya pemikiran.
Murid-muridnya akan mendengarkan penjelasan guru dengan duduk di atas lantai,
yang melingkari gurunya.
Ketiga, majelis adalah institusi pendidikan yang digunakan untuk kegiatan
transmisi keilmuan dari berbagai disiplin ilmu, sehingga majelis banyak
ragamnya. Ada 7 macam mejelis, yaitu:
(1) majelis
al-Hadis;
(2) majelis al-
Tadris;
(3) majelis
al-Munazharah;
(4) majelis
al-Muzakarah;
(5) majelis
al-Syu’ara;
(6)
majelis al-Adab; dan
(7) majel
al-Fatwa.
Tidak
banyakpenjelasan tentang deskripsi macam-macam mejelis tersebut.
Keempat, masjid merupakan institusi pendidikan Islam yang sudah ada sejak masa
nabi. Masjid yang didirikan oleh penguasa umumnya dilengkapi dengan berbagai
macam fasilitas pendidikan seperti tempat belajar, ruang perpustakaan dan
buku-buku dari berbagai macam disiplin keilmuan yang berkembang pada saat itu.
Kelima, Khan. Berfungsi sebagai asrama
pelajar dan tempat penyelenggaraan pengajaran agama antara lain
fikih.
Keenam, ribath adalah tempat kegiatan kaum sufi yang ingin menjauh dari
kehidupan duniawi untuk mengonsentrasikan diri beribadah semata-mata. Ribath biasanya
dihuni oleh orang-orang miskin.
Ketujuh, rumah-rumah ulama, digunakan untuk melakukan transmisi ilmu agama dan
ilmu umum dan kemungkinan lain perdebatan ilmiah. Ulama yang tidak diberi
kesempatan mengajar di institusi pendidikan formal akan mengajar di rumah-rumah
mereka.
Kedelapan, toko buku dan perpustakaan, berperan sebagai tempat
transmisi ilmu dan Islam. Di Baghdad terdapat 100 toko buku.
Kesembilan, observatorium dan rumah sakit sebagai tempat kajian ilmu
pengetahuan dan filsafat Yunani dan transmisi ilmu kedokteran.
Berdasarkan
penelusuran institusi pendidikan
Islam tersebut, terlihat perhatian yang
signifikan bagi transmisi pengetahuan
b) Madrasah
tempat belajar
Madrasah sudah
eksis semenjak awal masa kekuasaan Islam bani Abbasiyah seperti Bait al-Hikmah,
yaitu institusi pendidikan tinggi Islam pertama yang dibangun pada tahun 830 M
oleh khalifah al-Makmur Institusi yang mengukir sejarah baru dalam peradaban
Islam dengan konsep multikultural dalam pendidikan, karena subjek toleransi,
perbedaan etnik kultural, dan agama sudah dikenal dan merupakan hal biasa.
Di catatan lain,
al-Makrizi berasumsi bahwa madrasah pertama adalah madrasah Nizhamiyah yang
didirikan tahun 457 H.53 Madrasah selalu dikaitkan dengan nama
Nidzam Al-Mulk (W. 485 H/1092 M), salah seorang wazir dinasti Saljuk sejak 456
H/1068 M sampai dengan wafatnya, dengan usahanya membangun madrasah Nizhamiyah
di berbagai kota utama daerah kekuasaan Saljuk.
Madrasah
Nizhamiyah merupakan prototype awal bagi lembaga pendidikantinggi, ia juga dianggap sebagai tonggak baru dalam penyelenggaraan
pendidikan Islam, dan merupakan karakteristik tradisi pendidikan Islam sebagai
suatu lembaga pendidikan resmi dengan
sistem asrama.
Pemerintah
atau penguasa ikut terlibat didalam menentukan tujuan, kurikulum, tenaga
pengajar, pendanaan, sarana fisik dan lain-lain. Kendati madrasah Nizhamiyah
mampu melestar ikan tradisi keilmuan dan menyebarkan ajaran Islam dalam versi
tertentu. Tetapi keterkaitan dengan standarisasi dan pelestarian ajaran kurang
mampu menunjang pengembangan ilmu dan penelitian yang inovatif. Madrasah di
Mekah dan Madinah. Informasi tentang madrasah mendapat dukungan
banyak dari berbagai literatur. Namun sayang para sejarawan tidak cukup
tertarik berbicara madrasah di
Mekah dan Madinah. Hal inimengakibatkan
pelacakan informasi tentang permasalahan tersebut kurang lengkap. Lebih
lanjut secara kuantitatif
madrasah di Mekah lebih
banyak dibandingkan di Madinah. Di antara madrasah Abu Hanifah, Maliki,
madrasah ursufiyah,madrasah muzhafariah, sedang kan madrasah megah yang dijumpai
di Mekah adalah madrasah qoi’it bey, didirikan oleh Sultan Mamluk di Mesir.
Secara hierarkis, Pada masa Abbasiyah sekolah-sekolah terdiri dari beberapa
tingkat, yaitu: a) Tingkat sekolah rendah, namanya Kuttab sebagai tempat
belajar bagi anak-anak. Di samping Kuttab ada pula anak-anak belajar di rumah. Perbedaan asumsi
tersebut menurut penulis dilatarbelakangi
oleh perbedaan persepsi tentang difinisi Madrasah dan
karakteristiknya. di istana, di took-toko dan
di pinggir-pinggir pasar.
Adapun
pelajaran yang diajarkan meliputi: membaca Alquran dan menghafalnya,
pokok-pokok ajaran Islam, menulis, kisah orang- orang besar Islam, membaca dan
menghafal syair-syair atau prosa, berhitung, dam juga pokok-pokok nahwu sharaf
ala kadarnya.
c).Tingkat
sekolah menengah,
Masjid dan majelis
sastra dan ilmu pengetahuan sebagai sambungan pelajaran di kuttab. Adapun
pelajaran yang diajarkan melipuri: Alquran, bahasa Arab,
Fiqih, Tafsir, Hadits, Nahwu, Shorof, Balaghoh, ilmu pasti, Mantiq, Falak,
Sejarah, ilmu alam, kedokteran, dan juga musik.
c).Tingkat perguruan
tinggi, seperti Baitul Hikmah di Bagdad
danDarul Ilmu di Mesir (Kairo), di masjid dan lain-lain. Pada tingkatanini
umumnya perguruan tinggi terdiri dari dua jurusan: Jurusan ilmu-ilmu agama dan
Bahasa Arab serta kesastraannya.Ibnu Khaldun menamainya ilmu itu dengan
Ilmu Naqliyah. Ilmu yang diajarkan pada jurusan ini meliputi: Tafsir Alquran,
Hadits, Fiqih, Nahwu, Sharaf, Balaghoh, dan juga Bahasa Arab. Jurusan ilmu-ilmu
hikmah (filsafat), Ibnu Khaldun menamainya dengan Ilmu
Aqliyah. Ilmu yang diajarkan pada jurusan
ini meliputi: Mantiq, Ilmu Alam dan Kimia, Musik, ilmu-ilmu pasti, Ilmu Ukur,
Falak, Ilahiyah (ketuhanan), Ilmu Hewan, dan juga Kedokteran.
d)Tujuan
Pendidikan
Masa bani AbbasiyahTujuan
pendidikan adalah sasaran yang akan dicapai dalam sebuah usaha pendidikan,
konsep tujuan pendidikan yang paling sederhana adalah perubahan yang diinginkan
dan diusahakan oleh proses pendidikan, baik pada tingkah laku individu
dan kehidupannya yang meliputi aspek individu, sosial dan profesionalis me.Jadi
tujuan pendidikan Islam ditujukan agar manusia dapat mengenali, mengakui dan melaksanakan
secara sempurna kedudukan dan peranan idealnya dalam sistem penciptaan. Tujuan
pendidikan pada masa kekuasaan dinasti Abbasiyah tidaklah terlepas dari tujuan
pendidikan Islam secara umum, yaitu yang menjadi hakikat tujuan pendidikan
Islam, namun pada tingkat turunannya, tujuan pendidikan di tingkat nasional dan
institusi onal dapat dideskipsikan sebagaimana yang ada dalam realitas
masa itu dan pada masa Abbasiyah
tujuan pendidi kan itu telBadri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam. bermacam-macam karena pengaruh masyarakat pada masa
itu. Tujuan itu dapat disimpulkan sebagai berikut:
a).Tujuan
keagamaan dan akhlak
Sebagaiman pada masa sebelumnya, anak-anak dididik dan diajar membaca atau
menghafal Alquran, ini merupakan suatu kewajiban dalam agama, supaya mereka
mengikut ajaran agama dan berakhlak menurut agama.
b).Tujuan
kemasyarakatan.
Para pemuda pada
masa itu belajar dan menuntut ilmu supaya mereka dapat mengubah dan memperbaiki
masyarakat, dari masyarakat yang penuh dengan kejahilan menjadi masyarakat yang
bersinar ilmu pengetahuan, dari masyarakat yang mundur menuju
masyarakat yang maju dan makmur. Untuk
mencapai tujuan tersebut maka ilmu-ilmu yang diajarkan di Madrasah bukan saja ilmu
agama dan Bahasa Arab, bahkan juga diajarkan ilmu duniawi yang berfaedah untuk
kemajuan masyarakat.
c).Cinta
akan ilmu pengetahuan.
Masyarakat pada
saat itu belajar tidak mengaharapkan apa-apa selain dari pada memperdalam ilmu
pengetahuan. Mereka merantau ke seluruh negeri Islam untuk menuntut ilmu tanpa
memperdulikan susah payah dalam perjalanan yang umumnya dilakukan dengan
berjalan kaki atau mengendarai keledai. Tujuan mereka tidak lain untuk
memuaskan jiwanya untuk menuntut ilmu.
d).Tujuankebendaan
Pada masa itu mereka menuntut ilmu supaya mendapatkan penghidupan yang layak dan pangkat yang tinggi, bahkan kalau memungkinkan mendapat kemega han dan kekuasaan di dunia ini, sebagai mana tujuan sebagian orang pada masa sekarang ini.
Pada masa itu mereka menuntut ilmu supaya mendapatkan penghidupan yang layak dan pangkat yang tinggi, bahkan kalau memungkinkan mendapat kemega han dan kekuasaan di dunia ini, sebagai mana tujuan sebagian orang pada masa sekarang ini.
Secara khusus, madrasah
Nizhamiyah memiliki tugas pokok tersendiri yaitu yang sejalan dengan satu atau
lebih dari mazhab ahlisunah, dan juga menjadi tempat-tempat menarik pelajar
untuk menggunakan waktu mereka sepenuhnya dalam belajar. Madrasah Nizhamiyah
telah banyak memberikan pengaruh terhadap masyarakat, baik dibidang politik,
ekonomi maupun bidang sosial keagamaan. Dalam bidang ekonomi Madrasah
Nizhamiyah memang dimaksud kan untuk mempersiapkan pegawai pemerintah,
khususnya dilapangan hukum dan administrasi di samping sebagai lembaga untuk
mengajarkan ilmu syari'ah dalam rangka mengembangkan ajaran sunni.Di antara
motivasi pendirian Madrasah Nizhamiyah adalah pembinaan dan penyebaran paham
sunni Asy'ary guna menghadapi paham syi'ah yang beberapa ajarannya cenderung ke
Mu'tazilah. Maka ilmu kalam, terutama Asy'arisme di ajarkan secara khusus dan
intensif. Bagaimanapun harus diakui bahwa beberapa pengajar pada
madrasah ini juga dikenal ahli dalam
ilmu kalam, bahkan penganut asy'arisme, umpamanya Imam Al-Harmain
Abdul Ma'ali Yusuf Al- Juwaini (w 1084M/478H) dan Abdul Hamid Al-Ghazali (w
1111 M/505H).
Adapun tujuan Pokok Nizam
Al-Mulk mendirikan madrasah ini adalah:
1) Mengkader
calon-calon ulama yang menyebarkan pemikiran sunni untuk menghadapi tantangan
pemikiran syi'ah.
2).Menyediakan
guru-guru sunni yang cakap untuk mengajarkan mazhab sunni dan menyebarkannya ke
tempat-tempat lain.
3).Membentuk
kelompok pekerja sunni untuk berpartisipasi dalam menjalankan pemerintahan,
memimpin kantornya khususnya di bidangperadilan dan manajemen.
3.Pendidik pada masa Daulah Bani Abbasiyah
Karakter pendidik
yang tergambar pada pendidikan ideal yang diinginkan bangsawan Arab bisa kita
lihat dari perintah al-Rasyid kepada guru pribadi anaknya, al-Amin: “Jangan
bersikap terlampau keras hingga membahayakan pikiran dan tubuhnya, dan jangan
terlalu lemah hingga ia bermalas-malasan dan akhirnya tenggelam dalam
kemalasan. Bimbinglah sesuai dengan kemampuanmu dengan cara-cara yang baik dan
lembut, tetapi jangan ragu untuk bersikap keras dantegas ketika ia tidak
memperhatikan atau mengabaikanmu.Anak-anak orang kaya memiliki guru privat atau
tutor yang datang langsung ke rumah, mengajarkan materi keagamaan, karya sastra
yang bagus dan sopan, serta kecakapan menulis syair. Tinggi rendahnya penghorm
atan terhadap guru pada awal abad-abad pendidikan muslim tergantung atas dua
faktor, yaitu:
a.Tempat
dimana dia mengajar, diPersia,
penghormatan kepada guru merupakan suatu tradisi lama dalam
pendidikan zoroastrian, tradisi ini dilanjutkan ke dalam periode Islam
b.Tingkatan
dimana ia belajar. (latar
belakang pendidikannya). Biasanya, penghorm atan kepada guru semakin tinggi
terhadap guru sekolah menengah dan pendidikan tinggi.Guru di
sekolah dasar disebut muallim, kadang juga
faqih, yang secara khusus mengajarkan teologi,
biasanya mendapat status sosial yang lebih
rendah, kurang dihargai karena pengetahuannya
yang amat sederhana dan karena tingkat pendidikan tampaknya
sudah tidak menjadi daya tarik. Sedangkan guru di sekolah yang lebih tinggi
mendapatkan kedudukan dan penghorma tan yang lebih
baik. Memiliki organi sasi tertentu
dan seorang guru akan memberikan ijazah
pada murid yang sukses menempuh pendidikan di bawah bimbingannya.
Para
guru biasanya terhimpun dalam sebuah oraganisasi, keberadaannya mempunyai
pengaruh yang penting dalam suatu pemerintahan, bahkan kekuasaannya mempunyai
andil yang besar dalam kekuasaan khalifah, karena ia dengan organisasinya mempu
nyai power yang dapat mengendali kan kepentingan khalifah, khususnya dalam hal
pengangkatan dan pemberian izin untuk menjadi pengajar di masjid. Untuk sebuah
lembaga pendidikan tinggi, seperti Nizhamiyah, sebagaimana dikisah kan ibn
al-Atsir tentang seorang dosen yang telah menerima surat kontrak namun belum
bisa mengajar karena belum ada persetujuan dari khalifah.
Peristiwa
ini menjadi bukti bahwa seseorang bisa menjadi dosen melalui kontrak yang telah
disepakati.Lebih lanjut tentang pengangk atan dan seleksi guru seperti yang ditemukan
di madrasah Nizhamiyah dilakukan dengan sangat selektif. Ulama-ulama terkemuka
pada waktu itu dan guru-guru besar yang masyhur dan mempunyai kompetensi di
bidangnyalah yang dipilih untuk mengajar.Karena bertempat di lembaga pendidikan
tinggi yang mengajarkan pendidikan tingkat tinggi pula. Guru-guru yang
memberikan pelajaran di Madrasah Nizhamiyah antara lain seperti Abu Ishak
al-Syirazi (w. 476 H= 1083 M); Abu Nashr al-Shabbagh (w.477 H=1084 M); Abu
Qasim al-A'lawi (w.482 H=1089 M); Abu Abdulah al- Thabari (w.495 H=1101 M); Abu
Hamid al-Ghazali (w.505 H=1111 M
Ada sebuah
ungkapan kondang yang menunjukkan
rendahnya status guru, seperti dalam
ungkapan “jangan meminta nasihat dari guru, pembimbing dan orang yang terlalu
banyak bergaul dengan wanita. .Didalam melaksanakan tugasnya
seorang pengajar selalu dibantu oleh
seorang pembantu, ia bukan guru tapi lebih
tinggi kedudukannya dari pada pelajar
biasa. Pembantu ini berfungsi sebagai asisten guru yang
diantara tugasnya adalah menjelaskan bagian-bagian yang sulit
dipahami setelah guru memberikan kuliah, atau membantu
para pelajar yang kurang pandai dan
pada waktu tertentu dapat melaksanakan pekerjaan guru atau
tugas-tugas yang biasa dilakukan guru.
4.Peserta
Didik di masa Daulah bani Abbasiyah
Al-Zarnuji dalam
karyanya tentang pendidikan yang menulis satu bagian khusus tentang kewajiban
bagi seorang murid untuk menghormati gurunya. Ia mengutip ungkapan Ali: “Aku
adalah budak dari orang yang mengajariku, mesti hanya satu huruf”.Di tingkat
dasar, murid-murid terbaik di sekolah akan mendapat kehormatan untuk mengikuti
parade, menaiki seekor unta, menyusuri jalan di kota.
Di antaranya
ketika ada murid yang mampu menghafal seluruh ayat Alquran. Anak perempuan
mendapat kesempatan yang sama dengan laki-laki. Kebanyakan masyarakat termasuk
penguasa tidak memiliki keinginan untuk membimbing anak perempuan agar bisa
menempuh jalur pendidikan yang lebih tinggi. Alasan utamanya, bisa jadi, karena
menganggap dunia pendidikan bukan kebutuhan utama yang diperlukan perempuan.
64Gambaran peserta didik dapat dilihat dari segi aktivitas sehari-hari mereka
dalam proses mendapatkan ilmu, performance
peserta didik masa bani Abbasiyah
tersebut antara lain: Aktivitas belajar langsung dari syekh, Aktivitas
berdebat sebagai latihan intelektual, Aktivitas rihlah ilmiah, Aktivitas
menerjemah buku dan manuskrip, Aktivitas menulis buku Begitulah gambaran
sepintas tentang gambaran pelajar, sebagian mereka tinggal di asrama yang
disediakan sekolah dan tidak sedikit yang mendapatkan beasiswa.
5.Kurikulum
dan Materi Pendidikan masa Daulah bani Abbasiyah
Kurikulum
yang dikembangkan dalam pendidikan Islam saat itu, yaitu: pertama, kurikulum pendidikan tingkat
dasar yang terdiri dari pelajaran membaca, menulis,
tata bahasa, hadist, prinsip-prinsip dasar Matematika dan pelajaran syair. Ada
juga yang menambahnya dengan mata pelajaran nahwu dan cerita-cerita. Ada juga
kurikulum yang dikembangkan sebatas menghapal Al- Quran dan mengkaji
dasar-dasar pokok agama. Institusi Kuttab sebagai
pendidikan tingkat dasar dengankuri kulum
utamanya adalah al-Quran, keterampilan baca tulis, tata bahasa Arab, mengunjungi
Damaskus pada 1184, ibn
al-Jubayr mendapati bahwa anak-anak
mendapatkan kecakapan menulis dengan rujukan (bahan yang akan
ditulis) dari puisi-puisi tempo dulu, kisah para nabi khusunya
hadis-hadis nabi Muhammad, dasar-dasar Aritmatika, dan puisi.
Berikut sebuah
riwayat yang bisa memberikan gambaran tentang kurikulum pendidikan
pada tingkat dasar pada
saat itu. Al Mufadhal
bin Yazid menceritakan bahwa pada suatu hari ia berjumpa
seorang anak-anak laki dari seorang Baduwi. Karena merasa tertarik dengan anak
itu, kemudian ia bertanya pada ibunya. Ibunya berkata kepada Yazid: “…apabila
ia sudah berusia lima tahun saya akan menyerahkannya kepada seorang muaddib
(guru), yang akan mengajarkannya menghapal dan membaca
Alquran lalu dia akan mengajarkannya syair.
Dan apabila dia sudah dewasa, saya
akan menyuruh orang mengajarinya naik kuda dan memanggul senjata kemudian
dia akan mondar-mandirdilorong-lorong kampung nya untuk mendengarkan suara
orang- orang yang minta pertolongan…”.Kedua, kurikulum pendidikan tinggi. Pada fase ini, kurikulum dan
materi perlajaran adalah dalam rangka
mempersiapkan diri untuk memperdalam masalah agama,
menyiarkan dan mempertahankannya. Akan tetapi bukan berarti pada saat itu, yang
diajarkan melulu agama, karena ilmu yang erat kaitannya dengan agama seperti
bahasa, sejarah, tafsir dan hadis juga diajarkan
Dari keterangan
lain disebutkan bahwa pelajaran di Madrasah Nizhamiyah berpusat pada Alquran
(membaca, menghapal, dan menulis), sastra arab sejarah nabi Muhammad SAW dan
berhitung dengan menitik beratkan pada mazhab syafi'i dan sistem teologi
Asy'ariyah.Berdasarkan keterangan di atas, dapatlah diketahui bahwa madrasah
Nizhamiyah tidak mengajarkan ilmu pengetahuan yang bersifat duniawi , tetapi
lebih terfokus pada pelajaran ilmu agama terutama ilmu fikih.
6.Metode
Pendidikan di masa Daulah bani Abbasiyah
Pada
masa ini, metode pendidikan/ pengajaran yang digunakan dapat dikelompokkan
menjadi tiga macam; lisan, hafalan dan tulisan. Metode lisan berupa dikte ‘imla’;
metode cerama ‘al-sama’; metode qiro’ah biasanya digunakan untuk belajar
membaca. Metode menghafal, merupakan ciri umum masa itu, dimana peserta didik
berulang-ulang membaca sehingga ia dapat mengugkapkan nya kembali dan
mengkontekstualisasikannya dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam diskusi
ia bukan dari Alquran, karena diyakini
bahwa tindakan menghapus lafal Allah
berarti menghina dan merendahkan-Nya.dapat merespons,
mematahkan lawan, atau berargumen dengan
pendapatnya yang baru.
Metode
tulisan dianggap metode paling penting, ini berguna bagi proses penguasaan ilmu
pengetahuan juga bagi penggandaan jumlah buku teks karena belum ada mesin
cetak. Di samping metode tersebut, ditemukan juga metode diskusi ‘munaqasah
debat/ dialektika’. Tongkat kecil dianggap sebagai perangkat pembelajaran
penting yang mesti dimiliki seorang pendidik, dan direstui oleh khalifah untuk
digunakan pada murid.
Proses
pembelajaran untuk pendidikan tingkat tinggi pada masa ini dapat dibidik dari
proses pengajaran pada Madrasah Nizamiyah yang berjalan dengan cara para guru
berdiri di depan kelas menyajikan materi-materi kuliah (ceramah/talqin),
sementara para siswa mendengarkan di atas meja-meja kecil yang
disediakan.
Kemudian
dilanjutkan dengan diskusi (munaqasyah) antara guru dan
para siswa mengenai materi yang disajikan dalam suasana semangat keilmuan yang
tinggi. Suatu ketika ibn Jubayr menghadiri suatu perkuliahan yang disampaikan
setelah zuhur oleh seorng guru besar penting. Sang guru berdiri di atas mimbar
sementara para mahasiswa duduk di hadapannya sambil menyimak, menulis dan
mengajukan pertanyaan secara lisan hingga waktu Ashar tiba. setiap dosen
memiliki asisten yang bertugas untuk mengulangi materi perkuliahan setelah jam
pelajaran usai dan menjelaskannya kepada para pelajar yang kurang tanggap
memahami materi.
Di
semua lembaga pendidikan tingkat tinggi
teologi yang tersebar, ilmu hadis dijadikan sebagai landasan
kurikulum, dan metode pengajarannya lebih menekankan pada metode hapalan,
catatan harian dan memoranda belum membudaya, dan hapalan merupakan sumber yang
dapat dipercaya, yang didominasi oleh ahli hadis dan para penyair.
7.Pembiayaan dan Sarana Pendidikan masa bani Abbasiyah
Sumber dana yang
paling lazim bagi pembangunan Madrasah adalah
lembaga wakaf, sebuah cara tradisional dalam Islam untuk mendukung lembaga yang
melayani kebutuhan masyarakat umum. Menyumbangkan materi (zakat) yang
diperuntukkan bagi para mustahiq dan bagi pengembangan Islam merupakan
bagian dari rukun Islam.
Demikian halnya
dalam pembangunan68 Uraian ini sejalan dengan penjelasan imam
Hanafi bahwa seorang murid harus membaca suatu pelajaran
berulang kali sampai dia menghafalnya.Madrasah, wazir
Nizam Al-Mulk menyediakan dana wakaf untuk membiayai mudarris, imam
dan juga mahasiswa yang menerima beasiswa
dan fasilitas asrama. Implikasi Pendidikan pada Masa Daulah Bani
Abbasiyah dalam Konteks Pendidika n Kontemporer. Sistem pendidikan Islam
klasik berkemb ang menjadi peradaban dan tonggak puncak kejayaan Islam
disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya sistem pendidi kan yang diterapkan
menggunakan konsep multikultural, nilai-nilai yang dikemban gkan adalah
semangat toleransi, keterbukaan, kesederajatan, kebebasan, keadilan,
keragaman, demokrasi. Dan pesatnya peradaban ilmu pengetahuan didukung oleh
pendidik yang memiliki visi dan misi berbasis kultural.
Mengantarkan lembaga pendidikan di masa itu
menjadi universitasinternasional
Dalam konteks kekinian,
institusi pendidikan Islam mengalami peningkatan walau masih terasa lamban,
diperlukan pemikiran-pemikiran kreatif terutama bagi stake holder dalam
meletakkan fondasi dan prinsip dengan kokoh, seperti aspek politik, ekonomi,
sosial, sehingga tercipta kerjasama yang baik antar komponen pemerintah dan
masyarakat. Persoalan dunia pendidikan yang menyangkut komponen pendidik
berdasarkan fakta yang ada belum menunjukkan sesuatu yang menggembirakan.
Pendidik yang memiliki peran strategis untuk membangun dunia pendidikan,
terutama yang berkaitan dengan anak didik, justru termasuk pihak yang menjadi
sumber persoalan. Munculnya tindak kekerasan terhadap anak didik, adanya
perilaku menyimpang yang dapat menurunkan kredibilitas kepribadian para
pendidik, dan sebagainya, merupakan di antara persoalan yang harus segera
dibenahi. Di saat tuntutan dan tantangan peradaban modern memberikan pengaruh
yang sangat besar bagi kehidupan manusia, dunia pendidikan justru mengalami penurunan
dalam aspek penyiapan sumber daya manusia. Banyaknya permasalahan bangsa yang
dihadapi saat ini, sedikit banyak disebabkan oleh ketidakmampuan dunia
pendidikan untuk memberikan perubahan terhadap sumber daya manusia yang ada di
dalamnya. Kehidupan peserta didik pada masa Abbasiyah khusunya pada masa al-
Makmun ditandai dengan integrasi dimensi ilmiah dan rohaniah, kemajuan
intelektual didorong oleh kehidupan yang kreatif, tekun, kritis, dan
imajinatif. Kepopuleran seorang tokoh disebabkan oleh karya-karya nyata dan
jasa para murid berikutnya yang mencintai karya-karya gurunya.
Relevansi dalam konteks
pendidikan saat ini juga dikenal program Rintisan Sekolah
Berstandar. Internasional (RSBI), dan meningkat
menjadi Sekolah Berstandar Internasional
(SBI) jika standar- standa rnya terpenuhi dan klimaksnya
menjadi Sekolah Internasional (SI). Menjadi sekolah dengan standar
tersebut bukanlah asal berjalan dan tanpa penilaian
mutu. Sekolah-sekolah biasa hanya akan mendapat predikat
sekolah standar. Di atasnya akan meningkat
menjadi sekolah kategori mandiri (SKM) dan
Sekolah Mandiri. Sebuah perjalanan besar sebuah institusi pendidikan dengan
penilaian akreditasi untuk menjadi sekolah/universitas interna siponal. Seperti
yang dicapai di masa Bani Abbasiyah.
Fenomena
performance peserta didik tersebut sampai sekarang masih dapat kita temukan.
Walaupun dalam beberapa hal sudah ada yang terputus. Model halaqah masih kita
temukan di tempat dan komunitas tertentu, namun yang hilang kebiasaan ustad
yang sudah tidak lagi membuat diktat atau buku sendiri. Semangat melakukan
rihlah ilmiyah, sampai keluar negeri juga masih tetap ada, namun tinggal
segelintir pada mereka yang beruntung lulus seleksi. Komitmen murid terhadap
guru sekarang sedikit memudar, bahkan tidak jelas lagi ‘siapa sebenarnya guru
saya?’, kita sekarang berada pada masa dimana setelah kita lulus
dari sekolah tertentu, namun bukan merasa
telah menguasai ilmu dari dosen tertentu, namun sangat
bersifat generalis.
Dengan
demikian, masih relevankah metode talaqqi sebagai upaya transmisi pengetahuan
guru-murid saat ini dengan ijazah dari sang guru sebagai bukti tuntasnya ilmu
yang digali? menurut penulis adaptasi metode talaqqi layak dicarikan tempat
sebagai model transmisi pengetahuan saat ini. penelusuran kemajuan sejarah
diharapkan dapat membangun kembali tradisi keilmuan saat ini. Perlu dilakukan
perpaduan antara komponen guru/ dosen, murid/ mahasiswa dan lingkungan
pendidikan lainnya secara sinergis. Melihat sistem pendidikan yang semakin
kompleks, maka diperlukan model pembelajaran dengan penguasan ilmu tertentu
sebelum menguasai ilmu selanjutnya.
Perpustakaan
adalah jantungnya pendidikan, menengok kejayaan
sejarah masa lalu, kemajuan perpustakaan tidak terlepas dari perhatian para
pemimpin, ulama dan kaum intelektual yang berminat besar pada pengetahuanKajian
tentang materi dan kurikulum yang bersifat terbuka “versus” kurikulum yang
tertutup terhadap pengetahuan umum “dualisme dan dikotomi” masih menjadi isu
sampai saat ini. Dalam konteks keindonesiaan, wujud dari dikotomi pendidikan
itu adalah terjadinya pemisahan antara ilmu agama dan ilmu umum di sekolah/madrasah.
Sedangkan wujud dari dualisme itu lebih ditekankan pada pengelolanya, seperti
pengelolaan pendidikan di Indonesia ini yang berada di bawah dua kementerian,
yaitu Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama. Kondisi yang serba
mendua dalam pendidikan di Indonesia itu telah
berlangsung sejak lama, dan ada yang
mengatakan nyasebagai warisan dari zaman kolonial
Belanda.Para intelektual muslim berus aha maksimal untuk mencarikan
solusinya, salah satu hasilnya adalah harus dilakukan Islamisasi ilmu pengetahuan. Maksud
Islamisasi ilmu pengetahuan itu adalah menerima secara positif sains modern
dalam bingkai prinsip-prinsip dan nilai Islam. Adapun intelektual muslim yang
memprakarsai ide Islamisasi ilmu tersebut, terdapat dua pola Islamisasi
pengetahuan untuk meretas dikotomi dalam pendidikan, yaitu: Islamisasi ilmu
yang berlandaskan paradigma Islam dan Islamisasi ilmu pengetahuan melalui
proses integrasi.dan berdasarkan pendapat gagasan: al-Faruqi bahwa dualisme dalam
pendidikan bisa diatasi jika usaha pemaduan kedua sistem pendidikan di
Indonesia ini dilaksanakan dengan tepat. Sebagai contoh, dengan adanya
perguruan tinggi UIN, maka dua sistem pendidikan akan dapat disatukan di dalamnya.
Hal ini ditegaskan oleh AminAbdullah, yang menyatakan bahwa adanya
pengembangan dan konversi UID ke UID merupakan sebuah proyek keilmuan.
Proyek pengembangan wawasan keilmuan dan perubahan tata pikir keilmuan yang
bernafaskan pada keagamaan transformatif, bukan berubah
asal berubah, bukan ikut-ikutan, bukan pula
sekedar proyek fisik. Konversi dari UID ke UID adalah sebuah momentum untuk
membenahi dan menyembuhkan “luka-luka dualisme” keilmuan umum dan agama yang
makin hari makin menyakitkan.
C.PENUTUP
Pertemuan antara
peradaban Islam dengan kebudayaan Yunani dan Persi dilatari oleh banyak fatrot,
secara georgafis dari Dunia Muslim yang strategis dikenal dengan bangsa tengah/
middle nation/ ummatan washatan) pertemuan antaran dua kebudayaan yang sudah
maju, yaitu Yunani dan Persi. Secara teologis, terdapat ayat yang menjadi
perintah Allah dan Rasul untuk menghargai kekuatan akal yang dianugerahkan, dan
anjuran Rasulullah untuk senantiasa mencari ilmu pengetahuan. Kontak dengan kebudayaan
Barat itu akan berpengaruh signifikan terhadap kejayaan umat Islam. Secara
historis, kemajuan dan kejayaan peradaban yang dicapai Islam tidak terlepas
dari dua peradaban besar dunia sebelumnya, yaitu Persi dan Yunani.
Mengkaji sejarah
masa lalu akan menginspirasi tumbuhnya peradaban baru. Umat Islam sebagai
pemegang izzah sesungguhnya kaya akan nilai-nilai kebaikan, kebenaran dan
kemajuan peradaban yang seharusnya dijadikan acuan dalam kehidupan sehari-hari,
baik sebagai individu, keluarga, masyarakat atau warga
negara, sehingga sangat
memungkinkan untuk memegang kunci
peradaban dunia, namun Indonesia yang mayoritas muslim dan beberapa negara yang
dominan berpenduduk muslim cenderung menduduki posisi kelas dua dan seringkali
terjajah oleh negara-negara minoritas muslim. Umat Islam dalam perjalanan
sejarahnya mengalami kemerosotan, meningkat kuantitasnya namun berkurang
kualitasnya. Jawaban atas pertanyaan tersebut
secara singkat diantaranya adalah disebabkan karena umat Islam
sudah tidak mempraktekkan ajaran Islam yang termuat dalam kandungan kitab suci
Alquran dan Hadis. PopKajian terhadap kitab suci umat mesti dibarengi dengan
pemahaman dan analisis kritis, seringkali kita terlena oleh dogma-dogma tentang
perlakuan terhadap Alquran dengan mengharap berkah dan ganjaran pahala yang
besar dengan cukup membaca walau tidak mengkaji isinya, hal ini membuat umat
hanyut dengan berita-berita gembira dan
cenderung membuat umat Islam terpuruk terhadap tafsir ajaran
yang meninabobokkan. Diperlukan tafsir emansipatoris, interpretasi ajaran Islam
yang mampu memberdayakan umat kepada kemajuan dan peradaban. Semoga kita semua
mampu
TAMBIH:
Proeh Hai Meuceukot Bak Keude’ Alue
Gampoeng Bersama Kawan Kawan , Bak Istilah Ureung Tuha Sira Tajakjak Meutumei
Situk Bak Ta Dukduk Tacop Keutima, Bila dalam sejarahnyoe na perbedaan yang
namun tujuan tetap sama Cuma beda persi bak alkisah namun bisa kita perbaki
agar bermamfaat bagi kita semua ta meulakei bak POTALLAH islam akan jaya lagei
yang pernah geujalani oleh Daulah Abbassi’ah, Amin yrba
1. Rahmawati
Rahim dalam “Sejarah Sosial Pendidikan Islam”
Kencana, cet. 2. Th.2008, hlm. 102 Disarikan dari kuliah “Pengantar
Sejarah Pendidikan Islam”
2. Dudung Abdurrahman dkk
"Sejarah Peradaban
Islam: Masa Klasik Hingga Modern", (Yogyakarta: LESFI, 2003), hlm.
118
Komentar